IESR: Kendaraan listrik perlu dukungan pengembangan ekosistemnya
23 Februari 2021 11:12 WIB
Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang ada di rest area 20 B Jalan Tol Trans Sumatera. Bandarlampung, Selasa (26/1/2021). ANTARA/HO-Kementerian ESDM.
Jakarta (ANTARA) - Penggunaan kendaraan listrik perlu didukung oleh percepatan pengembangan ekosistem pendukungnya, kata seorang pengamat energi listrik.
"Adopsi kendaraan listrik itu seberapa cepat kita membangun ekosistemnya," ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam webinar bertajuk Mengembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia di Jakarta, Selasa.
Fabby menuturkan paling tidak ada tiga hal yang dinilai krusial dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik, yakni infrastruktur pengisian listrik (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum/SPKLU), integrasi sistem kelistrikan dan produksi baterai berkelanjutan.
Pengembangan infrastruktur pengisian listrik menjadi krusial dalam mendorong adopsi kendaraan listrik. Demikian pula dengan integrasi sistem kelistrikan (power system integration) di mana harus ada integrasi antara produksi listrik dengan upaya penurunan emisi gas rumah kaca.
"Kita harus ingat bahwa pada akhirnya manfaat penurunan emisi gas rumah kaca itu sangat ditentukan oleh energi apa yang akan kita pakai untuk memproduksi listrik di kendaraan listrik itu. Oleh karena itu, harus terintegrasi dengan power system di mana bauran energi terbarukannya lebih banyak. Itu akan mendorong manfaat penurunan emisi gas rumah kaca," jelasnya.
Terakhir, yakni produksi baterai kendaraan listrik yang berkelanjutan perlu jadi perhatian. Pasalnya, produksi baterai menjadi jejak karbon paling tinggi di kendaraan listrik.
"Oleh karena itu, membuat produksi baterai lebih berkelanjutan, penggunaan energi yang lebih bersih dan proses yang lebih hemat energi harus disasar," katanya.
Fabby menambahkan pengembangan kendaraan listrik menjadi salah satu upaya yang bisa dilakukan dunia untuk bisa menekan kenaikan suhu bumi tetap di bawah 2 derajat celcius pada 2030.
Untuk bisa mencapai target tersebut, maka jumlah kendaraan listrik pada 2030 paling tidak harus mencapai 13,4 persen dari total kendaraan pada 2030 atau dengan kenaikan rata-rata 35 persen per tahun.
"Indonesia sebagai salah satu negara besar, dengan penjualan kendaraan yang juga tumbuh, tentu sudah tepat mengintegrasikan target ini untuk membangun ekosistem kendaraan listrik," pungkas Fabby.
Baca juga: PLN NTB siapkan infrastruktur pendukung kendaraan bermotor listrik
Baca juga: Kemenperin: Pemerintah percepat kembangkan industri kendaraan listrik
Baca juga: Pertamina siap kembangkan ekosistem industri baterai kendaraan listrik
"Adopsi kendaraan listrik itu seberapa cepat kita membangun ekosistemnya," ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam webinar bertajuk Mengembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia di Jakarta, Selasa.
Fabby menuturkan paling tidak ada tiga hal yang dinilai krusial dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik, yakni infrastruktur pengisian listrik (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum/SPKLU), integrasi sistem kelistrikan dan produksi baterai berkelanjutan.
Pengembangan infrastruktur pengisian listrik menjadi krusial dalam mendorong adopsi kendaraan listrik. Demikian pula dengan integrasi sistem kelistrikan (power system integration) di mana harus ada integrasi antara produksi listrik dengan upaya penurunan emisi gas rumah kaca.
"Kita harus ingat bahwa pada akhirnya manfaat penurunan emisi gas rumah kaca itu sangat ditentukan oleh energi apa yang akan kita pakai untuk memproduksi listrik di kendaraan listrik itu. Oleh karena itu, harus terintegrasi dengan power system di mana bauran energi terbarukannya lebih banyak. Itu akan mendorong manfaat penurunan emisi gas rumah kaca," jelasnya.
Terakhir, yakni produksi baterai kendaraan listrik yang berkelanjutan perlu jadi perhatian. Pasalnya, produksi baterai menjadi jejak karbon paling tinggi di kendaraan listrik.
"Oleh karena itu, membuat produksi baterai lebih berkelanjutan, penggunaan energi yang lebih bersih dan proses yang lebih hemat energi harus disasar," katanya.
Fabby menambahkan pengembangan kendaraan listrik menjadi salah satu upaya yang bisa dilakukan dunia untuk bisa menekan kenaikan suhu bumi tetap di bawah 2 derajat celcius pada 2030.
Untuk bisa mencapai target tersebut, maka jumlah kendaraan listrik pada 2030 paling tidak harus mencapai 13,4 persen dari total kendaraan pada 2030 atau dengan kenaikan rata-rata 35 persen per tahun.
"Indonesia sebagai salah satu negara besar, dengan penjualan kendaraan yang juga tumbuh, tentu sudah tepat mengintegrasikan target ini untuk membangun ekosistem kendaraan listrik," pungkas Fabby.
Baca juga: PLN NTB siapkan infrastruktur pendukung kendaraan bermotor listrik
Baca juga: Kemenperin: Pemerintah percepat kembangkan industri kendaraan listrik
Baca juga: Pertamina siap kembangkan ekosistem industri baterai kendaraan listrik
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: