"Ketika sanksi dicabut, kami akan segera mengembalikan semua tindakan perbaikan. Sederhana," kata Zarif melalui Twitter.
Pernyataan Menlu Iran itu menegaskan kembali posisi Tehran pada tawaran Washington untuk menghidupkan kembali pembicaraan mengenai kesepakatan nuklir.
Pemerintahan presiden AS Joe Biden pada Kamis (18/2) mengatakan pihaknya siap menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015 antara Iran dan negara-negara sangat berpengaruh di dunia.
Perjanjian itu ditinggalkan mantan presiden AS Donald Trump pada 2018 sebelum AS memberlakukan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran.
Pada Kamis, Zarif telah membuat cuitan di Twitter bahwa "langkah-langkah perbaikan" yang dilakukan Iran merupakan tanggapan atas pelanggaran perjanjian oleh AS, Inggris, Prancis, dan Jerman. Negara-negara lain penandatangan perjanjian nuklir 2015 adalah China dan Rusia.
Pelanggaran kesepakatan oleh Iran dimulai pada 2019, sekitar setahun setelah Trump menarik AS dari perjanjian nuklir Iran.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Kamis mengatakan pemerintahan Biden akan kembali ke perjanjian nuklir jika Teheran benar-benar mematuhinya.
Teheran telah menetapkan batas waktu 23 Februari bagi Washington untuk mulai mencabut sanksi terhadap Iran.
Jika sanksi tidak dicabut, kata pemerintahan Iran, pihaknya akan mengambil langkah terbesarnya untuk melanggar kesepakatan yang ada, yakni dengan melarang inspeksi mendadak oleh pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Inggris, Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat meminta Iran untuk menahan diri dari langkah itu. Mereka kembali menyampaikan keprihatinan atas tindakan Teheran baru-baru ini untuk memproduksi uranium yang diperkaya --hingga 20 persen-- dan logam uranium.
Sumber: Reuters
Baca juga: AS siap lakukan pembicaraan dengan Iran terkait kesepakatan nuklir
Baca juga: Iran akan tutup akses IAEA awasi nuklir jika AS tidak cabut sanksi
Baca juga: IAEA benarkan Iran produksi bijih uranium, langgar pakta nuklir 2015