Indef nilai relaksasi PPnBM dapat gairahkan konsumsi meski tidak besar
19 Februari 2021 17:56 WIB
Karyawan menjelaskan salah satu produk mobil kepada calon pembeli di salah satu dealer di Jakarta, Senin (15/2/2021). Pemerintah memberikan keringanan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil baru ketegori 4x2 atau sedan dengan mesin sampai dengan 1.500 cc mulai Maret 2021 dengan tiga tahap untuk meningkatkan pertumbuhan industri otomotif dengan 'local purchase' kendaraan bermotor di atas 70 persen. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp. (ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)
Jakarta (ANTARA) - Lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai bahwa relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dapat berdampak pada gairah konsumsi sektor otomotif meski tidak terlalu besar.
"Saya rasa salah satu targetnya adalah bagaimana bisa meningkatkan gairah konsumsi masyarakat. Namun, menurut saya untuk pemberian PPnBM saja masih belum bisa mendongkrak konsumsi tersebut," ujar Kepala centre of industry, trade and Investment, Indef Andry Satrio Nugroho ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, di tengah pandemi ini masyarakat cenderung menahan konsumsi untuk kebutuhan sekunder.
"Di tengah kondisi yang saat ini masih ke arah WFH (work from home) dan kondisi masyarakat yang masih berjaga-jaga untuk ketidakpastian ke depan juga membuat mereka cenderung tidak spending untuk membeli mobil," ucapnya.
Baca juga: Menperin: Industri otomotif jadi sektor andalan ekonomi nasional
Meski terdapat kebijakan lanjutan seperti pembebasan uang muka atau down payment (DP) nol persen, lanjut dia, juga belum tentu dapat mendorong konsumsi di sektor tersebut.
"Menurut saya masih bergantung kepada perbankannya juga, saat ini perbankan masih berjaga-jaga untuk pemberian kredit kendaraan meskipun arahnya sudah membaik," katanya.
Jika kebijakan itu berdampak, ia memprediksi, efeknya hanya terasa dalam satu kuartal.
Baca juga: HPM sebut insentif PPnBM sangat tepat sasaran
Andry juga mengatakan pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan perlu berhati-hati terhadap insentif PPnBM itu karena akan menjadi salah satu ekses dari kebijakan itu.
"Akan ada penurunan pendapatan negara dari PPnBM ketika kebijakan ini diterapkan," ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan kebijakan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor merupakan upaya pemerintah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021.
“Kami targetkan berlaku per 1 Maret karena kita mengejar pertumbuhan kuartal I dan mengejar momentum Ramadhan dan Lebaran,” katanya.
Susi menyatakan hal itu terjadi karena relaksasi PPnBM kendaraan bermotor merupakan kebijakan awal untuk mendorong perekonomian dari sisi demand karena fokus pemerintah saat ini adalah menaikkan konsumsi rumah tangga.
"Saya rasa salah satu targetnya adalah bagaimana bisa meningkatkan gairah konsumsi masyarakat. Namun, menurut saya untuk pemberian PPnBM saja masih belum bisa mendongkrak konsumsi tersebut," ujar Kepala centre of industry, trade and Investment, Indef Andry Satrio Nugroho ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, di tengah pandemi ini masyarakat cenderung menahan konsumsi untuk kebutuhan sekunder.
"Di tengah kondisi yang saat ini masih ke arah WFH (work from home) dan kondisi masyarakat yang masih berjaga-jaga untuk ketidakpastian ke depan juga membuat mereka cenderung tidak spending untuk membeli mobil," ucapnya.
Baca juga: Menperin: Industri otomotif jadi sektor andalan ekonomi nasional
Meski terdapat kebijakan lanjutan seperti pembebasan uang muka atau down payment (DP) nol persen, lanjut dia, juga belum tentu dapat mendorong konsumsi di sektor tersebut.
"Menurut saya masih bergantung kepada perbankannya juga, saat ini perbankan masih berjaga-jaga untuk pemberian kredit kendaraan meskipun arahnya sudah membaik," katanya.
Jika kebijakan itu berdampak, ia memprediksi, efeknya hanya terasa dalam satu kuartal.
Baca juga: HPM sebut insentif PPnBM sangat tepat sasaran
Andry juga mengatakan pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan perlu berhati-hati terhadap insentif PPnBM itu karena akan menjadi salah satu ekses dari kebijakan itu.
"Akan ada penurunan pendapatan negara dari PPnBM ketika kebijakan ini diterapkan," ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan kebijakan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor merupakan upaya pemerintah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021.
“Kami targetkan berlaku per 1 Maret karena kita mengejar pertumbuhan kuartal I dan mengejar momentum Ramadhan dan Lebaran,” katanya.
Susi menyatakan hal itu terjadi karena relaksasi PPnBM kendaraan bermotor merupakan kebijakan awal untuk mendorong perekonomian dari sisi demand karena fokus pemerintah saat ini adalah menaikkan konsumsi rumah tangga.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021
Tags: