"Pengembangan Vaksin Nusantara saat ini memasuki uji klinis fase kedua setelah fase pertama untuk mengetahui keamanan vaksin telah selesai dilaksanakan pada akhir Januaru 2021 dengan hasil baik tanpa ada keluhan berat yang dirasakan oleh 27 sukrelawan vaksin," kata salah seorang peneliti Yetty Movieta Nency yang ditemui di RSUP dr. Kariadi Semarang, Kamis.
Menurut dia uji klinis fase dua ini dilakukan untuk menentukan efektivitas vaksin yang nantinya akan diujikan kepada 180 sukarelawan vaksin sebelum memasuki uji klinis fase tiga guna menentukan pengaturan dosis untuk 1.600 sukarelawan vaksin.
Ia menjelaskan salah satu metode vaksin yang sedang dikembangkan pihaknya saat ini adalah vaksin berbasis sel dendritik autolog yang merupakan komponen dari sel darah putih.
Tujuan pemberian vaksin, lanjut dia, untuk merangsang respon imun spesifik terhadap antigen spike dari SARS CoV-2.
Sel dendritik yang telah mengenali antigen akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali dan akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap virus corona.
"Prosedurnya bagaimana jadi dari subjek itu kita ambil darahnya kemudian kita ambil sel darah putihnya, kita ambil sel dendritiknya, kemudian di dalam laboratorium kita kenalkan dia dengan recombinan dari virus SARS CoV-2. Jadi kita kenalkan kemudian setelah itu sel dendritiknya menjadi pintar bisa mengenali, sudah tahu bagaimana mengantisipasi virus kemudian dia kita suntikkan kembali," katanya.
Kendati belum dapat dipastikan kapan Vaksin Nusantara siap diedarkan, namun dengan adanya pengembangan vaksin anti-COVID-19 ini maka Indonesia bisa disejajarkan dengan negara lain dalam pengembangan vaksin COVID-19.
Bahkan, kata Yetty Movieta Nency, pengembangan vaksin COVID-19 dengan metode berbasis sel dendritik ini diklaim menjadi yang pertama di dunia.
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Putranto di sela mendampingi kunjungan kerja anggota Komisi IX DPR RI di RSUP dr. Kariadi Semarang, Selasa (16/2) mengatakan bahwa Vaksin Nusantara bersifat "personalized" dan efektif untuk segala usia, mulai dari anak-anak hingga diatas 60 tahun, termasuk semua penyakit penyerta (komorbid).
"Dengan adanya dukungan dari Komisi IX DPR RI untuk memproduksi Vaksin Nusantara ini, maka mudah-mudahan ada percepatan karena untuk vaksin ini harus ada 'extraordinary' agar negara kita bisa sejajar dengan negara-negara produksi vaksin. Hanya saja platform kita berbeda," katanya.
Ia menegaskan kehadiran Vaksin Nusantara bukan sebagai saingan vaksin sebelumnya, bahkan kerja sama ini sudah dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/2646/2020 tentang Tim Penelitian Uji Klinis Vaksin Sel Dendritik SARS CoV-2 pada tanggal 12 Oktober 2020.
Selama ini teknologi sel dendritik masih dilakukan untuk pengobatan kanker melalui teknik rekombinan dengan mengambil sel, lalu dikembangkan di luar tubuh, sehingga dengan teknik tersebut, dapat dihasilkan vaksin.
Dalam dunia kedokteran, sel dendritik merupakan sel imun yang menjadi bagian dari sistem imun, dimana proses pengembangbiakan vaksin COVID-19 dengan sel dendritik akan terbentuk antigen khusus, kemudian membentuk antibodi.
Metode ini hanya pembibitan sel dengan tujuan memproduksi antibodi dalam tubuh. Prosesnya dapat ditunggu sekitar tiga hari kemudian setelah itu sel dendritiknya disuntikkan kembali ke dalam tubuh.
Baca juga: Komisi IX DPR antusias dengan uji klinis fase 1 Vaksin Nusantara
Baca juga: Uji klinis fase 1 vaksin Merah Putih paling cepat pertengahan 2021
Baca juga: Sel dendritik, solusi futuristik di masa pandemi COVID-19
Baca juga: Menristek: LBM Eijkman pengembang vaksin Merah Putih tercepat