Dirut BRI harapkan kebijakan suku bunga BI bantu gerakkan sektor riil
18 Februari 2021 12:26 WIB
Dirut BRI Sunarso saat memberikan paparan dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Kamis. (ANTARA/Citro Atmoko)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso mengharapkan kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia bisa membantu menggerakkan sektor riil yang lesu akibat terdampak pandemi COVID-19.
"Jika saja nanti Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan, sudah barang tentu diharapkan ini berpengaruh terhadap bagaimana bisa ditransmisikan secara cepat ke sektor riil. Kita tahu bahwa suku bunga tinggi atau rendah bisa berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan kredit," ujar Sunarso saat jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Sunarso menuturkan, penurunan suku bunga acuan yang kemudian berdampak terhadap penurunan suku bunga kredit merupakan hal yang positif, namun menurutnya akan lebih baik lagi apabila juga bisa mendongkrak pertumbuhan kredit perbankan.
"Karena tantangan kita saat ini sebenarnya bukan masalah likuidtas. Likuidtas kita banyak dari perbankan dan itu tercermin LDR perbankan nasional sekitar 80 persen, tapi masih sangat baik dalam kondisi untuk mendorong pertumbuhan kredit dan sektor riil," katanya.
Menurut Sunarso, rasio pinjaman terhadap simpanan atau LDR yang ideal adalah sekitar 90 persen. Oleh karena itu, lanjut Sunarso, tantangan perbankan saat ini adalah bagaimana mengoptimalkan likuiditas yang ada dalam bentuk kredit sehingga LDR bisa meningkat menjadi 90 persen.
"Penurunan suku bunga dan mudah-mudahan itu resultan dari berbagai kebijakan ini, akan jadi pemacu untuk meningkatkan loan growth yang pada akhirnya bisa mendorong perekonomian nasional," ujar Sunarso.
Meski demikian, Sunarso mengatakan, suku bunga kredit yang rendah belum tentu pula dapat serta merta meningkatkan pertumbuhan kredit bank. Ia mencontohkan saat suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih 22 persen, pertumbuhan kreditnya bisa mencapai dua digit atau 20-an persen juga. Namun ketika suku bunga KUR diturunkan menjadi 15 persen dan bahkan disubsidi lagi oleh pemerintah hingga masyarakat hanya membayar suku bunga 7 persen saja, pertumbuhannya tidak setinggi sebelumnya.
"Maka kemudian kita riset lagi kalau begitu faktor apa terutama saat ini, bahwa ternyata dari semua variabel, yang paling elastis terhadap pertumbuhan kredit ada dua, satu konsumsi rumah tangga dan kedua purchasing power atau daya beli. Kalau begitu maka kebijakannya ditambah lagi kalau bank sentral buat kebijakan menurunkan atau lowering interest rate. Jadi hal-hal seperti ini yang harus kita padukan, sinkronkan, dan kolaborasikan jadi suatu bauran kebijakan yang memang benar-benar nanti real bisa menggerakkan sektor riil dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," kata Sunarso.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Kamis siang ini akan mengumumkan hasil rapat yang digelar dalam dua hari terakhir. Sejumlah analis memperkirakan bank sentral akan memangkas suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 3,5 persen.
Baca juga: Gubernur BI kembali soroti lambatnya penurunan bunga kredit perbankan
Baca juga: Ekonom proyeksi transmisi penurunan bunga acuan berlanjut 2021
Baca juga: Bunga acuan cetak sejarah demi geliatkan ekonomi
"Jika saja nanti Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan, sudah barang tentu diharapkan ini berpengaruh terhadap bagaimana bisa ditransmisikan secara cepat ke sektor riil. Kita tahu bahwa suku bunga tinggi atau rendah bisa berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan kredit," ujar Sunarso saat jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Sunarso menuturkan, penurunan suku bunga acuan yang kemudian berdampak terhadap penurunan suku bunga kredit merupakan hal yang positif, namun menurutnya akan lebih baik lagi apabila juga bisa mendongkrak pertumbuhan kredit perbankan.
"Karena tantangan kita saat ini sebenarnya bukan masalah likuidtas. Likuidtas kita banyak dari perbankan dan itu tercermin LDR perbankan nasional sekitar 80 persen, tapi masih sangat baik dalam kondisi untuk mendorong pertumbuhan kredit dan sektor riil," katanya.
Menurut Sunarso, rasio pinjaman terhadap simpanan atau LDR yang ideal adalah sekitar 90 persen. Oleh karena itu, lanjut Sunarso, tantangan perbankan saat ini adalah bagaimana mengoptimalkan likuiditas yang ada dalam bentuk kredit sehingga LDR bisa meningkat menjadi 90 persen.
"Penurunan suku bunga dan mudah-mudahan itu resultan dari berbagai kebijakan ini, akan jadi pemacu untuk meningkatkan loan growth yang pada akhirnya bisa mendorong perekonomian nasional," ujar Sunarso.
Meski demikian, Sunarso mengatakan, suku bunga kredit yang rendah belum tentu pula dapat serta merta meningkatkan pertumbuhan kredit bank. Ia mencontohkan saat suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih 22 persen, pertumbuhan kreditnya bisa mencapai dua digit atau 20-an persen juga. Namun ketika suku bunga KUR diturunkan menjadi 15 persen dan bahkan disubsidi lagi oleh pemerintah hingga masyarakat hanya membayar suku bunga 7 persen saja, pertumbuhannya tidak setinggi sebelumnya.
"Maka kemudian kita riset lagi kalau begitu faktor apa terutama saat ini, bahwa ternyata dari semua variabel, yang paling elastis terhadap pertumbuhan kredit ada dua, satu konsumsi rumah tangga dan kedua purchasing power atau daya beli. Kalau begitu maka kebijakannya ditambah lagi kalau bank sentral buat kebijakan menurunkan atau lowering interest rate. Jadi hal-hal seperti ini yang harus kita padukan, sinkronkan, dan kolaborasikan jadi suatu bauran kebijakan yang memang benar-benar nanti real bisa menggerakkan sektor riil dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," kata Sunarso.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Kamis siang ini akan mengumumkan hasil rapat yang digelar dalam dua hari terakhir. Sejumlah analis memperkirakan bank sentral akan memangkas suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 3,5 persen.
Baca juga: Gubernur BI kembali soroti lambatnya penurunan bunga kredit perbankan
Baca juga: Ekonom proyeksi transmisi penurunan bunga acuan berlanjut 2021
Baca juga: Bunga acuan cetak sejarah demi geliatkan ekonomi
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021
Tags: