Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR Fraksi PPP Syaifullah Tamliha mengatakan fraksinya menyambut baik dan setuju dengan gagasan Presiden Joko Widodo untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dia menilai ide dan gagasan Presiden Jokowi tersebut harus disambut hangat bagi kehidupan demokrasi yang lebih baik.

"Kami tentu sangat setuju atas gagasan Presiden Jokowi untuk kembali merevisi UU ITE sekaligus menjawab pertanyaan Pak JK (Jusuf Kalla) tentang bagaimana menyampaikan kritik agar tidak dipanggil polisi," kata Tamliha di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan bahwa anggota Komisi I DPR periode 2014-2019 telah membahas revisi UU ITE yang diajukan pihak pemerintah dengan hanya merevisi 2 pasal saja.

Baca juga: Presiden: UU ITE bisa direvisi jika tidak berikan rasa keadilan

Hal itu, menurut dia, dengan tujuan baik yaitu menyangkut minimum dan maksimum jumlah masa penahanan untuk kasus tertentu tidak maksimal lebih dari 5 tahun.

"Sehingga seseorang yang diduga melanggar UU ITE tidak mesti harus ditahan saat menjalani penyelidikan dan atau penyidikan," ujarnya.

Dia menjelaskan, saat itu yang direvisi sangat terbatas dan pemerintah diwakili Menkominfo saat itu Rudiantara tidak mau memperlebar poin revisi.

Karena itu, menurut dia, berakibat masih terdapat beberapa pasal "karet" yang perlu direvisi lagi.

"UU Nomor 19 Tahun 2016 hasil revisi tersebut pun seperti kami duga sebelumnya menjadi masalah bagi kebebasan mengemukakan pendapat melalui transaksi elektronik," ujarnya.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil dukung Presiden Jokowi revisi UU ITE

Selain itu, dia mengatakan pasal "karet" dalam UU ITE sudah ada saat UU tersebut dibuat pada era Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).​​​​​

Tamliha mengatakan pasal "karet" yang sering diketahui masyarakat seperti pencemaran nama baik, penghinaan Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan (SARA), Tata Cara Intersepsi, dan bukti elektronik.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan dirinya bisa saja meminta kepada DPR untuk merevisi UU ITE jika penerapan produk legislasi tersebut tidak memberikan keadilan bagi masyarakat.

"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-Undang ITE ini," kata Presiden Jokowi dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin, yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Senin (15/2) malam.

Presiden menekankan bahwa penerapan UU ITE harus tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan.

Baca juga: AJV dukung Jokowi revisi UU ITE dan minta masukkan jurnalistik medsos

Jika tidak dapat memberikan rasa keadilan, Presiden mengatakan akan meminta parlemen untuk menghapus pasal-pasal karet yang ada dalam UU ITE. Sebab, menurut dia, pasal-pasal dalam UU ITE tersebut bisa menjadi hulu dari persoalan hukum.

"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Presiden.

Presiden mengingatkan bahwa semangat UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar lebih bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif. Namun, dia tidak ingin implementasi UU tersebut justru menimbulkan rasa ketidakadilan.