DPRD tolak dua nama calon wali kota Jakarta Selatan
16 Februari 2021 20:11 WIB
Penanganan banjir di Jakarta menjadi salah satu penilaian memilih wali kota di DKI Jakarta. Tampak Petugas pemadam kebakaran bersama warga menyemprotkan air untuk membersihkan endapan lumpur sisa banjir di kawasan Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (9/2/2021). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa
Jakarta (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menolak dua nama calon wali kota Jakarta Selatan yang diajukan Gubernur Anies Baswedan.
Hal tersebut diungkap Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, yang menyebut bahwa dua nama yang ditolak tersebut adalah Wakil Wali Kota Jakarta Barat Yani Wahyu Purwoko serta Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Isnawa Adji.
"Untuk Jaksel nama yang dimasukkan pertama Yani (Wahyu Purwoko) dan kedua namanya Isnawa Adji. Kita tolak keduanya," kata Prasetio di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Warga dan PPSU Pejaten Timur gotong-royong bersihkan sisa banjir
Untuk Isnawa Adji, kata Prasetio, ditolak oleh DPRD karena pihak DPRD tidak melihat Isnawa memiliki solusi mengenai banjir, setelah melihat komentarnya di media massa saat banjir di Pejaten Timur Jakarta Selatan beberapa waktu lalu yang menyebut masyarakat hanya perlu mengungsi ke masjid dan setelah surut kembali ke rumahnya.
"Ada beberapa ucapan wakil wali kota itu, salah satunya tidak memberikan solusi banjir saat terjadi air bah kemarin di Jakarta Selatan. Jawabannya masuk ke masjid dan kembali ketika beres. Ini kan pemimpin wilayah, di sini kami melihat belum layak," ujar Prasetio.
Baca juga: Sebagian warga Pejaten Timur mulai mengungsi
Seharusnya, kata Prasetio, sebagai pamong di wilayah mencari solusi mengenai permasalahan banjir, mulai perencanaan anggaran, lalu berlanjut ke eksekusinya seperti pengerukan waduk, memompa air, hingga menambah tampungan debit air sungai.
"Harusnya kan cari solusi, ntar kita buat perencanaan anggaran, apa kita beresin dan mengimbau ke masyarakat supaya jangan membuang sampah sembarangan," tuturnya.
"Harusnya bekas Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) kan paham banjir, dan jawaban seperti itu kan gak benar itu. Itu pertimbangannya," ucapnya.
Baca juga: Kelurahan Pejaten Timur siagakan perahu dan posko pengungsi
Sementara itu, Prasetio menyebut pihaknya menolak nama Yani Wahyu Purwoko dikarenakan beberapa permasalahan.
"Kami tolak nama Yani karena ada beberapa permasalahan," ucap Prasetio menambahkan.
Yani Wahyu Purwoko diketahui punya rekam jejak yang kurang baik saat menjadi Camat Penjaringan. Saat menjabat camat, Yani diketahui pernah menodongkan airsoft gun kepada kerabatnya.
Legislator Kebon Sirih, kata dia, telah menjalankan perintah Gubernur Anies Baswedan untuk menyeleksi keduanya. Hasilnya, kedua sosok tersebut memang tidak layak.
"Kami kan menjalankan perintah gubernur dari dua nama itu mana yang layak. Kami anggap keduanya belum layak," ujarnya menambahkan.
Dalam mengisi jabatan wali kota dan bupati di DKI Jakarta, gubernur di DKI harus mengajukan nama calon pejabat definitif kepada DPRD DKI Jakarta untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Hal ini mengacu pada UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota.
Dalam Pasal 19 ayat 2 di Undang-Undang tersebut dijelaskan jabatan wali kota/bupati diangkat gubernur atas pertimbangan DPRD DKI Jakarta dari PNS dan memenuhi persyaratan.
Hal tersebut diungkap Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, yang menyebut bahwa dua nama yang ditolak tersebut adalah Wakil Wali Kota Jakarta Barat Yani Wahyu Purwoko serta Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Isnawa Adji.
"Untuk Jaksel nama yang dimasukkan pertama Yani (Wahyu Purwoko) dan kedua namanya Isnawa Adji. Kita tolak keduanya," kata Prasetio di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Warga dan PPSU Pejaten Timur gotong-royong bersihkan sisa banjir
Untuk Isnawa Adji, kata Prasetio, ditolak oleh DPRD karena pihak DPRD tidak melihat Isnawa memiliki solusi mengenai banjir, setelah melihat komentarnya di media massa saat banjir di Pejaten Timur Jakarta Selatan beberapa waktu lalu yang menyebut masyarakat hanya perlu mengungsi ke masjid dan setelah surut kembali ke rumahnya.
"Ada beberapa ucapan wakil wali kota itu, salah satunya tidak memberikan solusi banjir saat terjadi air bah kemarin di Jakarta Selatan. Jawabannya masuk ke masjid dan kembali ketika beres. Ini kan pemimpin wilayah, di sini kami melihat belum layak," ujar Prasetio.
Baca juga: Sebagian warga Pejaten Timur mulai mengungsi
Seharusnya, kata Prasetio, sebagai pamong di wilayah mencari solusi mengenai permasalahan banjir, mulai perencanaan anggaran, lalu berlanjut ke eksekusinya seperti pengerukan waduk, memompa air, hingga menambah tampungan debit air sungai.
"Harusnya kan cari solusi, ntar kita buat perencanaan anggaran, apa kita beresin dan mengimbau ke masyarakat supaya jangan membuang sampah sembarangan," tuturnya.
"Harusnya bekas Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) kan paham banjir, dan jawaban seperti itu kan gak benar itu. Itu pertimbangannya," ucapnya.
Baca juga: Kelurahan Pejaten Timur siagakan perahu dan posko pengungsi
Sementara itu, Prasetio menyebut pihaknya menolak nama Yani Wahyu Purwoko dikarenakan beberapa permasalahan.
"Kami tolak nama Yani karena ada beberapa permasalahan," ucap Prasetio menambahkan.
Yani Wahyu Purwoko diketahui punya rekam jejak yang kurang baik saat menjadi Camat Penjaringan. Saat menjabat camat, Yani diketahui pernah menodongkan airsoft gun kepada kerabatnya.
Legislator Kebon Sirih, kata dia, telah menjalankan perintah Gubernur Anies Baswedan untuk menyeleksi keduanya. Hasilnya, kedua sosok tersebut memang tidak layak.
"Kami kan menjalankan perintah gubernur dari dua nama itu mana yang layak. Kami anggap keduanya belum layak," ujarnya menambahkan.
Dalam mengisi jabatan wali kota dan bupati di DKI Jakarta, gubernur di DKI harus mengajukan nama calon pejabat definitif kepada DPRD DKI Jakarta untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Hal ini mengacu pada UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota.
Dalam Pasal 19 ayat 2 di Undang-Undang tersebut dijelaskan jabatan wali kota/bupati diangkat gubernur atas pertimbangan DPRD DKI Jakarta dari PNS dan memenuhi persyaratan.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021
Tags: