Jakarta (ANTARA) - Pembahasan ulang Pertamina terhadap kontrak pembelian gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) dari Mozambik, dinilai sudah sesuai dengan UU.

Dalam hal ini, menurut pakar hukum bisnis Universitas Trisakti Ary Zulfikar di Jakarta, Minggu, direksi Pertamina sudah melakukan prinsip kehati-hatian, terutama dalam masa pandemi Covid-19 yang menyebabkan permintaan turun tajam.

"Review tersebut tepat, karena sudah memenuhi unsur kehati-hatian terutama saat pandemi," katanya.

Sesuai pasal 97 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, lanjutnya, direksi bertanggungjawab atas pengurusan perseroan, dalam hal ini wajib melakukan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Dalam UU tersebut juga dijelaskan, yang dimaksud dengan penuh tanggung jawab, yaitu memperhatikan perseroan dengan seksama dan tekun. Dengan demikian, lanjutnya, sudah menjadi tugas direksi untuk menjalankan prinsip kehati-hatian.

"Jadi, kalau ada transaksi-transaksi yang ditengarai berpotensi merugikan, apalagi kondisi pandemi sekarang, maka sudah tugas direksi melakukan review terhadap transaksi yang dilakukan perseroan dan dalam melakukan analisis perlu juga dilihat perjanjian yang pernah dibuat," katanya melalui pernyataan tertulis.

Sebaliknya, tambah Ary, jika direksi tidak melakukan prinsip kehati-hatian, justru harus mempertanggungjawabkan pada akhir tahun kepada komisaris dan pemegang saham.

Menurut dia, kondisi pandemi memang membuat banyak industri melakukan review terhadap kontrak mereka, termasuk di antaranya, PetroChina yang menangguhkan impor gas alam cair (LNG) dan juga gas pipa.

"Review industri migas asal Cina tersebut, karena juga mengalami penurunan permintaan akibat pandemi Covid-19," katanya.

Begitu pula industri lain, menurut Ary tidak sedikit yang melakukan review, sepeti perusahaan properti mengajukan negosiasi dengan bank.
"Pada saat pelaksanaan konstruksi terhambat, beberapa bank juga memberikan relaksasi kepada nasabah-nasabahnya," kata dia.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati juga menegaskan bahwa review terhadap Penandatangan Perjanjian Jual Beli (Sales Purchase Agreement) LNG dengan Mozambique LNG1 Company juga merupakan wujud implementasi prinsip Good Corporate Governance, kehati-hatian agar keputusan yang ditetapkan perusahaan lebih prudent.

Penandatangan SPA tersebut dilakukan 13 Februari 2019, berdasarkan data kebutuhan gas yang tertuang dalam Neraca Gas tahun 2018 – 2027 yang telah ditetapkan Kementerian ESDM. Di mana diperkirakan pada 2025, Indonesia akan mengalami defisit gas.

Baca juga: Pertamina proyeksikan impor LPG 2021 capai 7,2 juta metrik ton
Baca juga: Gasifikasi batu bara Bukit Asam tekan impor LPG RP8,7 triliun

Baca juga: Pertamina proyeksikan laba 2020 sebesar Rp14 triliun