BRGM butuh dana awal Rp18,4 triliun untuk rehabilitasi mangrove kritis
11 Februari 2021 19:07 WIB
Kepala BRGM (tiga dari kanan) Hartono Prawiraatmadja melihat langsung penggilingan padi usai panen perdana di Desa Talio Hulu, Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau, Kamis (28/1/2021). ANTARA/Adi Wibowo
Jakarta (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) memperkirakan membutuhkan dana awal sekitar Rp18,4 triliun untuk dapat merehabilitasi dan melindungi 600.000 hektare (ha) mangrove kritis di sembilan provinsi.
"Kalau dilihat mahal, memang mahal. Ini contoh perhitungan saja ya, tim coba hitung kebutuhan biaya untuk 600.000 hektare, itu biaya awal untuk persiapan, prakondisi, perencanaan, membangun data base itu sekitar Rp18,4 triliun," kata Deputi Perencanaan dan Kerja sama BRGM Budi S Wardhana dalam media gathering yang diadakan SIEJ dan YKAN secara virtual diakses dari Jakarta, Kamis.
Perkiraan dana awal untuk prakondisi dan perencanaan yang mencapai triliunan rupiah tersebut, menurut Budi, termasuk digunakan (jika dibutuhkan) untuk membangun penahan ombak dan abrasi yang sekiranya dapat mengganggu pertumbuhan bibit mangrove yang baru ditanam.
Baca juga: BRGM sebut enam strategi percepatan rehabilitasi mangrove
Sedangkan untuk tambahan pembiayaan pemeliharaan, pendampingan dan penguatan ekonomi masyarakat dibutuhkan sekitar Rp5,8 triliun per tahun.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, lembaga nonstruktural itu mendapat mandat melanjutkan kerja Badan Restorasi Gambut, dan ditambahi tugas untuk mempercepat rehabilitasi mangrove di sembilan provinsi, yakni Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat.
Sebelumnya, Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sri Handayaningsih mengatakan total luas tutupan mangrove di Indonesia mencapai 3,31 juta ha. Mangrove dalam kondisi baik mencapai lebih dari 2,67 juta ha (80,74 persen), sedangkan dalam kondisi kritis mencapai 637.624,31 ha (19,26 persen).
Baca juga: Wamen LHK: Restorasi gambut dan mangrove butuh pendekatan pentahelix
Dari total luasan mangrove kritis di Indonesia tersebut, 460,211 ha ada di dalam kawasan hutan dan 177.413 ha ada di luar kawasan hutan.
Pemerintah telah menetapkan kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove, yakni untuk kondisi kritis akan dilakuka pemulihan dan rehabilitasi dengan dilakukan penanaman dan pemeliharaan, serta penyadartahuan masyarakat perihal pentingnya ekosistem mangrove.
Untuk yang dalam kondisi baik, pemerintah akan mempertahankan dan memanfaatkannya dengan menjalankan pengelolaan secara berkelanjutan sesuai dengan kelestarian ekologi dan ekonomi. Selain itu, dilakukan pemanfaatan untuk hasil hutan kayu (HHK), hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan jasa lingkungan.
Baca juga: Kepala BRGM sebut restorasi gambut dan mangrove saling berhubungan
Kebijakan lainnya untuk mangrove dalam kondisi baik yakni pengamanan hutan, kata Sri Handayaningsih.
Untuk upaya rehabilitasi mangrove 2020, pemerintah telah melakukannya di 17.704 ha. Sedangkan untuk penanganan 637.000 ha lahan mangrove kritis saat ini, rehabilitasi akan dilakukan dalam empat tahun selama 2021 sampai dengan 2024, dengan target mencapai 150.000 ha per tahunnya.
Baca juga: BRGM diharapkan lebih inklusif dalam proses restorasi gambut
"Kalau dilihat mahal, memang mahal. Ini contoh perhitungan saja ya, tim coba hitung kebutuhan biaya untuk 600.000 hektare, itu biaya awal untuk persiapan, prakondisi, perencanaan, membangun data base itu sekitar Rp18,4 triliun," kata Deputi Perencanaan dan Kerja sama BRGM Budi S Wardhana dalam media gathering yang diadakan SIEJ dan YKAN secara virtual diakses dari Jakarta, Kamis.
Perkiraan dana awal untuk prakondisi dan perencanaan yang mencapai triliunan rupiah tersebut, menurut Budi, termasuk digunakan (jika dibutuhkan) untuk membangun penahan ombak dan abrasi yang sekiranya dapat mengganggu pertumbuhan bibit mangrove yang baru ditanam.
Baca juga: BRGM sebut enam strategi percepatan rehabilitasi mangrove
Sedangkan untuk tambahan pembiayaan pemeliharaan, pendampingan dan penguatan ekonomi masyarakat dibutuhkan sekitar Rp5,8 triliun per tahun.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, lembaga nonstruktural itu mendapat mandat melanjutkan kerja Badan Restorasi Gambut, dan ditambahi tugas untuk mempercepat rehabilitasi mangrove di sembilan provinsi, yakni Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat.
Sebelumnya, Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sri Handayaningsih mengatakan total luas tutupan mangrove di Indonesia mencapai 3,31 juta ha. Mangrove dalam kondisi baik mencapai lebih dari 2,67 juta ha (80,74 persen), sedangkan dalam kondisi kritis mencapai 637.624,31 ha (19,26 persen).
Baca juga: Wamen LHK: Restorasi gambut dan mangrove butuh pendekatan pentahelix
Dari total luasan mangrove kritis di Indonesia tersebut, 460,211 ha ada di dalam kawasan hutan dan 177.413 ha ada di luar kawasan hutan.
Pemerintah telah menetapkan kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove, yakni untuk kondisi kritis akan dilakuka pemulihan dan rehabilitasi dengan dilakukan penanaman dan pemeliharaan, serta penyadartahuan masyarakat perihal pentingnya ekosistem mangrove.
Untuk yang dalam kondisi baik, pemerintah akan mempertahankan dan memanfaatkannya dengan menjalankan pengelolaan secara berkelanjutan sesuai dengan kelestarian ekologi dan ekonomi. Selain itu, dilakukan pemanfaatan untuk hasil hutan kayu (HHK), hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan jasa lingkungan.
Baca juga: Kepala BRGM sebut restorasi gambut dan mangrove saling berhubungan
Kebijakan lainnya untuk mangrove dalam kondisi baik yakni pengamanan hutan, kata Sri Handayaningsih.
Untuk upaya rehabilitasi mangrove 2020, pemerintah telah melakukannya di 17.704 ha. Sedangkan untuk penanganan 637.000 ha lahan mangrove kritis saat ini, rehabilitasi akan dilakukan dalam empat tahun selama 2021 sampai dengan 2024, dengan target mencapai 150.000 ha per tahunnya.
Baca juga: BRGM diharapkan lebih inklusif dalam proses restorasi gambut
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2021
Tags: