Peneliti sebut keberhasilan vaksinasi dapat pengaruhi perekonomian
11 Februari 2021 08:36 WIB
Dokumentasi - Vaksinator menyuntikkan vaksin COVID-19 Sinovac dosis pertama ke seorang tenaga kesehatan saat vaksinasi massal di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (4/2/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww/pri.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta mengatakan keberhasilan program vaksinasi COVID-19 dapat mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Andree dalam pernyataan di Jakarta, Kamis, mengatakan vaksinasi ini masih mengalami hambatan berupa infrastruktur logistik yang kurang memadai di negara beribu pulau seperti Indonesia.
Padahal, kesinambungan program tersebut juga berlomba dengan waktu karena kekebalan populasi harus tercapai sebelum antibodi penerima vaksin tahap awal habis.
"Pemerintah perlu terus melakukan pemantauan antibodi, baik pada penerima vaksinasi massal maupun vaksinasi mandiri. Ini untuk memastikan terpusatnya semua data yang dibutuhkan untuk pemetaan kekebalan populasi," katanya.
Kandidat PhD dari Australian National University ini menjelaskan salah satu ukuran keberhasilan program vaksinasi yang dijalankan pemerintah adalah kuat-lemahnya reaksi antibodi yang dihasilkan.
Dari sisi kesehatan publik, menurut dia, jika sebagian besar masyarakat memiliki antibodi yang kuat, maka tercapailah herd immunity (kekebalan populasi) yang akan menghentikan laju pandemi.
Sedangkan, berdasarkan sudut pandang ekonomi, para pemilik antibodi, yaitu penyintas dan penerima vaksin, telah diasumsikan aman untuk kembali beraktivitas dan berkontribusi kepada kegiatan perekonomian.
"Pemantauan hasil vaksinasi yang akurat dan real time adalah kunci keberhasilan pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Vaksinasi massal adalah sebuah komponen penting dalam perjuangan melawan COVID-19," katanya.
Meski demikian, ia memastikan, pelaksanaan protokol kesehatan dengan keharusan menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak (3M) menjadi hal penting yang harus terus dilakukan karena vaksin tidak menghilangkan risiko penularan 100 persen.
Andree mengatakan, jika protokol 3M langsung ditinggalkan, masih ada kemungkinan angka penularan dapat melonjak, dan justru makin membebani sistem kesehatan serta menghambat pemulihan ekonomi nasional.
"Perjuangan belum selesai saat vaksin disuntikkan. Pulihnya ekonomi bukan terletak di ujung jarum suntik saja tetapi dalam kesadaran masyarakat akan pentingnya protokol kesehatan dan kesiapan pemerintah merespons dinamika kekebalan populasi yang terbentuk," katanya.
Baca juga: Legislator: Keberhasilan vaksinasi tentukan arah perekonomian nasional
Baca juga: Kinerja industri penerbangan 2021 tergantung keberhasilan vaksinasi
Baca juga: Ahli : Vaksinasi tahap satu penentu keberhasilan tahap selanjutnya
Andree dalam pernyataan di Jakarta, Kamis, mengatakan vaksinasi ini masih mengalami hambatan berupa infrastruktur logistik yang kurang memadai di negara beribu pulau seperti Indonesia.
Padahal, kesinambungan program tersebut juga berlomba dengan waktu karena kekebalan populasi harus tercapai sebelum antibodi penerima vaksin tahap awal habis.
"Pemerintah perlu terus melakukan pemantauan antibodi, baik pada penerima vaksinasi massal maupun vaksinasi mandiri. Ini untuk memastikan terpusatnya semua data yang dibutuhkan untuk pemetaan kekebalan populasi," katanya.
Kandidat PhD dari Australian National University ini menjelaskan salah satu ukuran keberhasilan program vaksinasi yang dijalankan pemerintah adalah kuat-lemahnya reaksi antibodi yang dihasilkan.
Dari sisi kesehatan publik, menurut dia, jika sebagian besar masyarakat memiliki antibodi yang kuat, maka tercapailah herd immunity (kekebalan populasi) yang akan menghentikan laju pandemi.
Sedangkan, berdasarkan sudut pandang ekonomi, para pemilik antibodi, yaitu penyintas dan penerima vaksin, telah diasumsikan aman untuk kembali beraktivitas dan berkontribusi kepada kegiatan perekonomian.
"Pemantauan hasil vaksinasi yang akurat dan real time adalah kunci keberhasilan pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Vaksinasi massal adalah sebuah komponen penting dalam perjuangan melawan COVID-19," katanya.
Meski demikian, ia memastikan, pelaksanaan protokol kesehatan dengan keharusan menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak (3M) menjadi hal penting yang harus terus dilakukan karena vaksin tidak menghilangkan risiko penularan 100 persen.
Andree mengatakan, jika protokol 3M langsung ditinggalkan, masih ada kemungkinan angka penularan dapat melonjak, dan justru makin membebani sistem kesehatan serta menghambat pemulihan ekonomi nasional.
"Perjuangan belum selesai saat vaksin disuntikkan. Pulihnya ekonomi bukan terletak di ujung jarum suntik saja tetapi dalam kesadaran masyarakat akan pentingnya protokol kesehatan dan kesiapan pemerintah merespons dinamika kekebalan populasi yang terbentuk," katanya.
Baca juga: Legislator: Keberhasilan vaksinasi tentukan arah perekonomian nasional
Baca juga: Kinerja industri penerbangan 2021 tergantung keberhasilan vaksinasi
Baca juga: Ahli : Vaksinasi tahap satu penentu keberhasilan tahap selanjutnya
Pewarta: Satyagraha
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021
Tags: