Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution menyerahkan inisiatif psikososial untuk kemanusiaan Papua kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Johny Banua Rouw di gedung DPRP, Jayapura, Rabu.

Pada pertemuan itu, Nasution menyampaikan program perlindungan negara melalui LPSK terhadap saksi-saksi kasus penembakan Pendeta Yeremia Zadambani di Intan Jaya, Papua. Untuk kepentingan proses perlindungan, LPSK berkoordinasi dengan sejumlah pihak, termasuk DPRP.

“Saksi kasus Intan Jaya yang jadi terlindung LPSK berhak atas hak sebagaimana diatur Undang-Undang. Ini bentuk kehadiran negara melalui LPSK. Terlindung juga berhak mengetahui penyebab kematian korban karena itulah LPSK siap mendampingi terlindung jika dilakukan proses otopsi,” ucap Nasution dalam keterangan yang diterima di Jakarta.

Baca juga: LPSK temui TGPF kasus Intan Jaya untuk kumpulkan informasi

Baca juga: LPSK siap lindungi korban dan saksi kasus rasis menimpa Natalius Pigai


Selain memberikan gambaran program perlindungan saksi kasus Intan Jaya, Nasution membahas program kemanusiaan yang telah disusun dalam sebuah inisiatif psikososial.

Rehabilitasi psikososial bertujuan membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, sosial, dan spiritual korban sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar.

Menurut Nasution, dalam pemenuhan hak rehabilitasi psikososial untuk meningkatkan kualitas hidup korban, LPSK bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenang berupa pemenuhan sandang, pangan, papan, dan bantuan memperoleh pekerjaan atau bantuan kelangsungan pendidikan.

Ketua DPRP Johny Banua Rouw mengatakan telah terbentuk panitia khusus (pansus) kemanusiaan untuk seluruh masyarakat Papua.

“Ini tidak hanya sekadar 'pemadam kebakaran' namun harus melihat akar masalah yang ada, mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait peristiwa yang benar mengenai terjadinya penembakan-penembakan di Intan Jaya,” kata Johny.

Johny menambahkan DPRP akan mendukung dan mendorong agar Papua aman. Namun, dia berharap agar tidak dilakukan otopsi karena untuk melakukan hal tersebut perlu dan harus melibatkan persetujuan dari keluarga.

“DPRP sangat mendukung (usulan) program psikososial (LPSK) karena banyak sekali korban yang membutuhkan pemulihan. DPRP akan bekerja sama dengan LPSK terkait pembahasan regulasi daerah, misalnya perda, supaya mendapatkan perhatian mengenai hak-hak saksi dan korban tindak pidana, khususnya psikososial,” ujar Johny.

Baca juga: LPSK terima 1.454 permohonan perlindungan pada 2020

Baca juga: LPSK nilai pemulihan korban jadi tantangan dalam perlindungan HAM