Kemendes PDTT buka peluang kepala desa peroleh gelar sarjana
10 Februari 2021 15:11 WIB
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar berbicara dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) lintas kementerian antara Kemendes PDTT, Kemendikbud dan Kemendagri di Jakarta, Rabu (10/2/2021). ANTARA/Katriana
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan peluang bagi kepala desa, perangkat desa dan pendamping desa memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi guna meningkatkan kapasitas kemampuan mereka.
"Saya menggagas bagaimana kepala desa, perangkat desa kemudian pendamping desa berprestasi dikasih afirmasi oleh perguruan tinggi," kata Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) lintas kementerian antara Kemendes PDTT, Kemendikbud dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta, Rabu.
Mendes Halim mengatakan kepala desa dan pendamping desa yang memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana S1 bisa mendaftar untuk mengikuti program kuliah Rekognisi Pembelajaran Lampau atau Recognition of Prior Learning (RPL) di perguruan tinggi yang diinginkan.
Adapun kuliah program RPL yang dimaksud adalah penyetaraan akademik atas pengalaman kerja atau pelatihan bersertifikasi untuk memperoleh kualifikasi pendidikan tinggi di berbagai program studi.
Itu berarti bahwa pengalaman kerja kepala desa, perangkat desa dan pendamping desa dapat disetarakan dengan materi kuliah di kampus.
Baca juga: Kemendes, Kemendagri dan Kemendikbud sepakat tingkatkan SDM desa
Baca juga: Lebih 60 persen aparatur desa hanya lulusan SMA
Sementara itu, Ketua Forum Pertides Panut Mulyono yang juga Rektor UGM menjelaskan bahwa saat ini perguruan tinggi telah memiliki kurikulum ekivalensi berupa program studi tertentu di perguruan tinggi.
Bagi kepala desa, perangkat desa, pendamping desa dan pengurus BUMDes yang dinilai berprestasi, mereka tidak perlu melakukan program penyetaraan di dalam kelas, melainkan cukup dengan melampirkan portofolio pengalaman pengabdiannya di desa sebagai pengganti.
"Sehingga untuk studi tertentu, di lapangan sudah mencapai berapa SKS, kemudian yang harus diikuti di kampus misalnya berapa SKS," katanya.
Pemenuhan SKS atau mata kuliah juga dapat dilakukan di kampus lain atau yang terdekat, meskipun proses pemberian gelar sarjana dilakukan di kampus tertentu.
"Misalnya SKS di kampus A tapi gelarnya bisa didapatkan di kampus UGM," kata Panut menjelaskan, usai dikukuhkan sebagai Ketua Forum Pertides oleh Gus Menteri.
Baca juga: Kemendes PDTT kuatkan kapasitas SDM aparatur desa antisipasi korupsi
"Saya menggagas bagaimana kepala desa, perangkat desa kemudian pendamping desa berprestasi dikasih afirmasi oleh perguruan tinggi," kata Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) lintas kementerian antara Kemendes PDTT, Kemendikbud dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta, Rabu.
Mendes Halim mengatakan kepala desa dan pendamping desa yang memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana S1 bisa mendaftar untuk mengikuti program kuliah Rekognisi Pembelajaran Lampau atau Recognition of Prior Learning (RPL) di perguruan tinggi yang diinginkan.
Adapun kuliah program RPL yang dimaksud adalah penyetaraan akademik atas pengalaman kerja atau pelatihan bersertifikasi untuk memperoleh kualifikasi pendidikan tinggi di berbagai program studi.
Itu berarti bahwa pengalaman kerja kepala desa, perangkat desa dan pendamping desa dapat disetarakan dengan materi kuliah di kampus.
Baca juga: Kemendes, Kemendagri dan Kemendikbud sepakat tingkatkan SDM desa
Baca juga: Lebih 60 persen aparatur desa hanya lulusan SMA
Sementara itu, Ketua Forum Pertides Panut Mulyono yang juga Rektor UGM menjelaskan bahwa saat ini perguruan tinggi telah memiliki kurikulum ekivalensi berupa program studi tertentu di perguruan tinggi.
Bagi kepala desa, perangkat desa, pendamping desa dan pengurus BUMDes yang dinilai berprestasi, mereka tidak perlu melakukan program penyetaraan di dalam kelas, melainkan cukup dengan melampirkan portofolio pengalaman pengabdiannya di desa sebagai pengganti.
"Sehingga untuk studi tertentu, di lapangan sudah mencapai berapa SKS, kemudian yang harus diikuti di kampus misalnya berapa SKS," katanya.
Pemenuhan SKS atau mata kuliah juga dapat dilakukan di kampus lain atau yang terdekat, meskipun proses pemberian gelar sarjana dilakukan di kampus tertentu.
"Misalnya SKS di kampus A tapi gelarnya bisa didapatkan di kampus UGM," kata Panut menjelaskan, usai dikukuhkan sebagai Ketua Forum Pertides oleh Gus Menteri.
Baca juga: Kemendes PDTT kuatkan kapasitas SDM aparatur desa antisipasi korupsi
Pewarta: Katriana
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021
Tags: