KPK ajukan kasasi atas putusan banding terdakwa Rahardjo Pratjihno
10 Februari 2021 13:00 WIB
Direktur Utama PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno berjalan keluar usai menjalani sidang kasus korupsi Bakamla secara virtual dengan agenda pembacaan vonis di gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/10/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj/am.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan kasasi atas putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta terhadap terdakwa Direktur Utama PT CMI Teknologi (CMIT) Rahardjo Pratjihno.
"Setelah mempelajari putusan atas nama terdakwa Rahardjo Pratjihno, Selasa (9/2) JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK Tonny F Pangaribuan telah menyatakan upaya hukum kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Rabu.
Alasan kasasi, kata Ali, JPU memandang ada kekeliruan dalam pertimbangan putusan hakim tersebut, terutama dalam hal jumlah nilai dari uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa Rahardjo.
"Alasan dan dalil selengkapnya akan JPU uraikan dalam memori kasasi yang akan segera diserahkan kepada MA (Mahkamah Agung) melalui Pengadilan Tipikor Jakarta," ucap Ali.
Baca juga: Terbukti korupsi pengadaan Bakamla, pengusaha divonis 5 tahun penjara
Sebelumnya, PT DKI Jakarta memutus terdakwa Rahardjo dengan amar sebagai berikut.
Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
Menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun dikurangi selama menjalani masa penahanan dan denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selanjutnya, menjatuhkan pidana untuk membayar uang pengganti atas kerugian keuangan negara sebesar Rp15.014.122.595 selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Jika dalam jangka waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap dan jika dalam jangka waktu tersebut tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan dalam hal tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun," demikian bunyi amar putusan PT DKI Jakarta.
Pada tingkat pertama, Pengadilan Tipikor Jakarta pada 16 Oktober 2020 menjatuhkan vonis terhadap Rahardjo selama 5 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi proyek di Badan Keamanan Laut (Bakamla) Tahun Anggaran 2016.
Proyek tersebut adalah pengadaan "Backbone Coastal Surveillance System" (BCSS) yang terintegrasi dengan "Bakamla Integrated Information System" (BIIS) yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp63,829 miliar.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang menuntut agar Rahardjo divonis 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Rahardjo juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp15,14 miliar sesuai dengan keuntungan yang ia terima.
Putusan uang pengganti itu jauh lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Rahardjo membayar uang pengganti Rp60,32 miliar.
Baca juga: KPK menahan dua tersangka kasus korupsi proyek di Bakamla
Baca juga: Korupsi di Bakamla, Dirut PT CMI Teknologi dituntut 7 tahun penjara
"Setelah mempelajari putusan atas nama terdakwa Rahardjo Pratjihno, Selasa (9/2) JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK Tonny F Pangaribuan telah menyatakan upaya hukum kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Rabu.
Alasan kasasi, kata Ali, JPU memandang ada kekeliruan dalam pertimbangan putusan hakim tersebut, terutama dalam hal jumlah nilai dari uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa Rahardjo.
"Alasan dan dalil selengkapnya akan JPU uraikan dalam memori kasasi yang akan segera diserahkan kepada MA (Mahkamah Agung) melalui Pengadilan Tipikor Jakarta," ucap Ali.
Baca juga: Terbukti korupsi pengadaan Bakamla, pengusaha divonis 5 tahun penjara
Sebelumnya, PT DKI Jakarta memutus terdakwa Rahardjo dengan amar sebagai berikut.
Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
Menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun dikurangi selama menjalani masa penahanan dan denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selanjutnya, menjatuhkan pidana untuk membayar uang pengganti atas kerugian keuangan negara sebesar Rp15.014.122.595 selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Jika dalam jangka waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap dan jika dalam jangka waktu tersebut tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan dalam hal tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun," demikian bunyi amar putusan PT DKI Jakarta.
Pada tingkat pertama, Pengadilan Tipikor Jakarta pada 16 Oktober 2020 menjatuhkan vonis terhadap Rahardjo selama 5 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi proyek di Badan Keamanan Laut (Bakamla) Tahun Anggaran 2016.
Proyek tersebut adalah pengadaan "Backbone Coastal Surveillance System" (BCSS) yang terintegrasi dengan "Bakamla Integrated Information System" (BIIS) yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp63,829 miliar.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang menuntut agar Rahardjo divonis 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Rahardjo juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp15,14 miliar sesuai dengan keuntungan yang ia terima.
Putusan uang pengganti itu jauh lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Rahardjo membayar uang pengganti Rp60,32 miliar.
Baca juga: KPK menahan dua tersangka kasus korupsi proyek di Bakamla
Baca juga: Korupsi di Bakamla, Dirut PT CMI Teknologi dituntut 7 tahun penjara
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021
Tags: