Mendag optimalkan perjanjian internasional, dongkrak pemulihan ekonomi
9 Februari 2021 14:33 WIB
Dokumentasi - Menteri Perdagangan Muhamad Luthfi, menyampaikan sambutan perpisahan di depan sejumlah pegawai Kementerian Perdagangan di Jakarta, Senin (13/10/2014). ANTARA FOTO/Ismar Patrizki/mes/am.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupaya meningkatkan ekspor nonmigas untuk mendorong pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19, yang salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan perjanjian perdagangan internasional.
“Untuk mencapai target pertumbuhan ekspor nonmigas, kita harus membuka pasar Indonesia dan berkolaborasi dengan berbagai negara melalui perjanjian dagang yang sudah ada. Hal itu sekaligus sebagai upaya meningkatkan nilai tambah masing-masing produk yang diekspor,” ujar Mendag lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Selasa.
Hal itu dikatakan Mendag saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional Indonesia Economic Outlook (IEO) 2021 secara virtual yang diselenggarakan oleh Kajian Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (Kanopi) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia.
Baca juga: Kemenlu sampaikan implementasi perjanjian perdagangan masa pandemi
Sejumlah perjanjian perdagangan yaitu Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA), Indonesia-Pakistan (IP-PTA), dan Indonesia-Australia.
Neraca perdagangan Indonesia pada 2020 mencatatkan surplus sebesar 21,7 miliar dolar AS dan menjadi yang tertinggi sejak 2012. Namun, hal ini perlu diwaspadai karena surplus disebabkan penurunan impor yang lebih tajam. Ekspor selama 2020 hanya turun 2,6 persen (YoY), sementara impor turun hingga 17,3 persen (YoY).
Mendag Lutfi mengungkapkan ada tiga negara yang menjadi sumber surplus neraca perdagangan terbesar Indonesia, yaitu dengan Amerika Serikat (surplus 11,13 miliar dolar AS), India (6,47 miliar dolar AS), dan Filipina (5,26 miliar dolar AS).
Baca juga: DPR minta perjanjian dagang lindungi industri domestik
Adapun lima produk ekspor dengan pertumbuhan positif tertinggi pada 2020/2019 (YoY) adalah besi baja sebesar 46,84 persen, perhiasan 24,21 persen, minyak sawit mentah (crude palm oil per CPO) 17,5 persen, furnitur 11,64 persen, dan alas kaki 8,97 persen.
Selain itu, untuk memastikan ekspor terus berjalan, pemerintah akan terus mengawal dan memastikan pengamanan perdagangan produk-produk Indonesia di luar negeri dengan diplomasi perdagangan. "Selama pandemi COVID-19, tercatat ada 37 kasus pengamanan perdagangan dari 14 negara, terdiri dari 24 kasus antidumping dan 13 kasus safeguard. Pemerintah juga berkomitmen menjalani proses baku penyelesaian sengketa di WTO terkait bahan mentah Indonesia dan hambatan perdagangan produk biodiesel berbahan baku minyak sawit oleh Uni Eropa," kata Mendag.
Baca juga: Perjanjian perdagangan internasional harus perkuat kedaulatan NKRI
“Untuk mencapai target pertumbuhan ekspor nonmigas, kita harus membuka pasar Indonesia dan berkolaborasi dengan berbagai negara melalui perjanjian dagang yang sudah ada. Hal itu sekaligus sebagai upaya meningkatkan nilai tambah masing-masing produk yang diekspor,” ujar Mendag lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Selasa.
Hal itu dikatakan Mendag saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional Indonesia Economic Outlook (IEO) 2021 secara virtual yang diselenggarakan oleh Kajian Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (Kanopi) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia.
Baca juga: Kemenlu sampaikan implementasi perjanjian perdagangan masa pandemi
Sejumlah perjanjian perdagangan yaitu Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA), Indonesia-Pakistan (IP-PTA), dan Indonesia-Australia.
Neraca perdagangan Indonesia pada 2020 mencatatkan surplus sebesar 21,7 miliar dolar AS dan menjadi yang tertinggi sejak 2012. Namun, hal ini perlu diwaspadai karena surplus disebabkan penurunan impor yang lebih tajam. Ekspor selama 2020 hanya turun 2,6 persen (YoY), sementara impor turun hingga 17,3 persen (YoY).
Mendag Lutfi mengungkapkan ada tiga negara yang menjadi sumber surplus neraca perdagangan terbesar Indonesia, yaitu dengan Amerika Serikat (surplus 11,13 miliar dolar AS), India (6,47 miliar dolar AS), dan Filipina (5,26 miliar dolar AS).
Baca juga: DPR minta perjanjian dagang lindungi industri domestik
Adapun lima produk ekspor dengan pertumbuhan positif tertinggi pada 2020/2019 (YoY) adalah besi baja sebesar 46,84 persen, perhiasan 24,21 persen, minyak sawit mentah (crude palm oil per CPO) 17,5 persen, furnitur 11,64 persen, dan alas kaki 8,97 persen.
Selain itu, untuk memastikan ekspor terus berjalan, pemerintah akan terus mengawal dan memastikan pengamanan perdagangan produk-produk Indonesia di luar negeri dengan diplomasi perdagangan. "Selama pandemi COVID-19, tercatat ada 37 kasus pengamanan perdagangan dari 14 negara, terdiri dari 24 kasus antidumping dan 13 kasus safeguard. Pemerintah juga berkomitmen menjalani proses baku penyelesaian sengketa di WTO terkait bahan mentah Indonesia dan hambatan perdagangan produk biodiesel berbahan baku minyak sawit oleh Uni Eropa," kata Mendag.
Baca juga: Perjanjian perdagangan internasional harus perkuat kedaulatan NKRI
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021
Tags: