Imigrasi tahan paspor 18 kru kapal pesiar asing di Aceh
8 Februari 2021 19:58 WIB
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh Heni Yuwono (tengah) memperlihatkan paspor 18 warga asing kru kapal pesiar yang masuk wilayah Indonesia tanpa izin di Banda Aceh, Senin (8/2/2021). Antara Aceh/M Haris SA
Banda Aceh (ANTARA) - Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh menahan 18 paspor kru kapal pesiar asing berbendera Kepulauan Cayman dengan nama La Datcha karena masuk wilayah Indonesia tanpa izin atau ilegal.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh Heni Yuwono di Banda Aceh, Senin, mengatakan penahanan paspor tersebut guna penyelidikan lebih lanjut.
"Berdasarkan pemeriksaan awal, 18 kru kapal La Datcha tidak memiliki izin keimigrasian dan masuk ke wilayah Indonesia tanpa pemeriksaan imigrasi. Selain itu, mereka juga tidak menyertakan surat bebas COVID-19," kata Heni Yuwono.
Didampingi Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh Sjachril dan Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh Telmaizul Syatri, Heni Yuwono mengatakan saat ini kru kapal tersebut belum bisa diperiksa.
Baca juga: COVID-19 terdeteksi di kapal pesiar Singapura
Baca juga: CDC AS imbau semua orang hindari perjalanan kapal pesiar karena COVID
Baca juga: Singapura luncurkan kapal pesiar pertama rute "tak ke mana-mana"
Sebelumnya, kapal pesiar asing tersebut berlabuh di perairan Pulau Rusa, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar. Kemudian ditarik ke perairan Ujung Pancu, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar, atau 3 mil laut dari Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh.
Kru dan kapal saat ini dalam penjagaan ketat TNI AL. Mereka belum bisa diperiksa karena harus menjalani uji usap untuk memastikan apakah positif COVID-19 atau tidak, kata Heni Yuwono.
"Paspor kru kapal pesiar yang ditahan tersebut terdiri sembilan orang warga negara Inggris, empat orang warga negara Belanda, serta warga negara Spanyol, Filipina, Jerman, Kanada, dan Belarusia, masing-masing satu orang. Kapal dengan kapten warga Jerman," kata Heni Yuwono.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh itu menyebutkan jika dari penyelidikan nanti ditemukan ada bukti pelanggaran, maka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Menurut Heni Yuwono, ancaman hukuman pelanggaran undang-undang keimigrasian tersebut paling lama satu tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp100 juta.
Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh Sjachril mengatakan kapal pesiar tersebut berada di perairan Pulau Rusa, Aceh Besar sejak Jumat (5/2).
"Keberadaan kapal pesiar tersebut dari rangkaian informasi intelijen. Dari informasi awal, kapal berangkat dari Maladewa pada 29 Januari 2021 tujuan Singapura," kata Sjachril.
Selain masuk tanpa pemeriksaan imigrasi, kapal pesiar tersebut juga tidak menyalakan sinyal posisi, tidak mengibarkan bendera merah putih saat masuk wilayah Republik Indonesia.
"Pengungkapan kapal asing ini merupakan kerja sama Kementerian Hukum dan HAM Aceh, TNI AL, Polda Aceh, Bea Cukai Aceh, serta pihak terkait lainnya," kata Sjachril.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh Heni Yuwono di Banda Aceh, Senin, mengatakan penahanan paspor tersebut guna penyelidikan lebih lanjut.
"Berdasarkan pemeriksaan awal, 18 kru kapal La Datcha tidak memiliki izin keimigrasian dan masuk ke wilayah Indonesia tanpa pemeriksaan imigrasi. Selain itu, mereka juga tidak menyertakan surat bebas COVID-19," kata Heni Yuwono.
Didampingi Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh Sjachril dan Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh Telmaizul Syatri, Heni Yuwono mengatakan saat ini kru kapal tersebut belum bisa diperiksa.
Baca juga: COVID-19 terdeteksi di kapal pesiar Singapura
Baca juga: CDC AS imbau semua orang hindari perjalanan kapal pesiar karena COVID
Baca juga: Singapura luncurkan kapal pesiar pertama rute "tak ke mana-mana"
Sebelumnya, kapal pesiar asing tersebut berlabuh di perairan Pulau Rusa, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar. Kemudian ditarik ke perairan Ujung Pancu, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar, atau 3 mil laut dari Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh.
Kru dan kapal saat ini dalam penjagaan ketat TNI AL. Mereka belum bisa diperiksa karena harus menjalani uji usap untuk memastikan apakah positif COVID-19 atau tidak, kata Heni Yuwono.
"Paspor kru kapal pesiar yang ditahan tersebut terdiri sembilan orang warga negara Inggris, empat orang warga negara Belanda, serta warga negara Spanyol, Filipina, Jerman, Kanada, dan Belarusia, masing-masing satu orang. Kapal dengan kapten warga Jerman," kata Heni Yuwono.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh itu menyebutkan jika dari penyelidikan nanti ditemukan ada bukti pelanggaran, maka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Menurut Heni Yuwono, ancaman hukuman pelanggaran undang-undang keimigrasian tersebut paling lama satu tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp100 juta.
Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh Sjachril mengatakan kapal pesiar tersebut berada di perairan Pulau Rusa, Aceh Besar sejak Jumat (5/2).
"Keberadaan kapal pesiar tersebut dari rangkaian informasi intelijen. Dari informasi awal, kapal berangkat dari Maladewa pada 29 Januari 2021 tujuan Singapura," kata Sjachril.
Selain masuk tanpa pemeriksaan imigrasi, kapal pesiar tersebut juga tidak menyalakan sinyal posisi, tidak mengibarkan bendera merah putih saat masuk wilayah Republik Indonesia.
"Pengungkapan kapal asing ini merupakan kerja sama Kementerian Hukum dan HAM Aceh, TNI AL, Polda Aceh, Bea Cukai Aceh, serta pihak terkait lainnya," kata Sjachril.
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021
Tags: