KPAI : Sekolah negeri harus menjadi contoh keragaman
8 Februari 2021 18:20 WIB
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti dalam webinar yang dipantau di Jakarta, Senin (8/2). (ANTARA/Indriani)
Jakarta (ANTARA) - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan sekolah negeri harus dapat menjadi contoh keragaman dan kemajemukan di Tanah Air.
“Sekolah tidak bisa menyeragamkan pakaian dengan atribut agama tertentu, saya meyakini sekolah negeri dapat menjadi model dan contoh keragaman dan kemajemukan,” ujar Retno dalam webinar yang dipantau di Jakarta, Senin.
Dia menambahkan di sekolah menjadi ruang pertemuan bagi siswa dari berbagai latar belakang agama, ekonomi dan budaya. Di sekolah pula, siswa dapat belajar tentang toleransi, menyemai keragaman dan nilai-nilai kebangsaan.
Baca juga: Komnas Perempuan sebut kebijakan seragam perpanjangan kebijakan daerah
Baca juga: Komnas HAM tegaskan penggunaan atribut keagamaan hak siswa
Ia menyambut baik SKB Tiga Menteri mengenai seragam sekolah itu. Menurut dia, penggunaan atribut sekolah merupakan hak anak dan tidak boleh dipaksa.
Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tersebut tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Dalam SKB tersebut dijelaskan, Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Pemda dan kepala sekolah juga wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama itu ditetapkan.
Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan itu, ada sanksi yang akan diberikan, yakni Pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan atau tenaga kependidikan, gubernur memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota, Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur, dan Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya.
“Meski demikian, kami kurang setuju dengan sanksi yang diberikan, karena nantinya akan merugikan siswa dan juga sekolah jika sanksi diberlakukan,” imbuh dia.
Menurut Retno, Kemendikbud harus memikirkan dampak pemberian sanksi tersebut pada anak. Dalam kesempatan itu, dia mengatakan bahwa masalah toleransi bukan hanya soal jilbab, tetapi juga dalam banyak hal seperti intervensi pemilihan Ketua Osis.
Baca juga: FSGI: SKB 3 menteri soal seragam sekolah harus disosialisasikan masif
“Begitu juga pada pelajaran agama, siswa minoritas tidak mendapatkan perhatian yang layak karena mereka terpaksa belajar di perpustakaan atau di selasar kelas. Seharusnya hal itu mendapatkan perhatian lebih,” tuturnya.
“Sekolah tidak bisa menyeragamkan pakaian dengan atribut agama tertentu, saya meyakini sekolah negeri dapat menjadi model dan contoh keragaman dan kemajemukan,” ujar Retno dalam webinar yang dipantau di Jakarta, Senin.
Dia menambahkan di sekolah menjadi ruang pertemuan bagi siswa dari berbagai latar belakang agama, ekonomi dan budaya. Di sekolah pula, siswa dapat belajar tentang toleransi, menyemai keragaman dan nilai-nilai kebangsaan.
Baca juga: Komnas Perempuan sebut kebijakan seragam perpanjangan kebijakan daerah
Baca juga: Komnas HAM tegaskan penggunaan atribut keagamaan hak siswa
Ia menyambut baik SKB Tiga Menteri mengenai seragam sekolah itu. Menurut dia, penggunaan atribut sekolah merupakan hak anak dan tidak boleh dipaksa.
Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tersebut tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Dalam SKB tersebut dijelaskan, Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Pemda dan kepala sekolah juga wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama itu ditetapkan.
Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan itu, ada sanksi yang akan diberikan, yakni Pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan atau tenaga kependidikan, gubernur memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota, Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur, dan Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya.
“Meski demikian, kami kurang setuju dengan sanksi yang diberikan, karena nantinya akan merugikan siswa dan juga sekolah jika sanksi diberlakukan,” imbuh dia.
Menurut Retno, Kemendikbud harus memikirkan dampak pemberian sanksi tersebut pada anak. Dalam kesempatan itu, dia mengatakan bahwa masalah toleransi bukan hanya soal jilbab, tetapi juga dalam banyak hal seperti intervensi pemilihan Ketua Osis.
Baca juga: FSGI: SKB 3 menteri soal seragam sekolah harus disosialisasikan masif
“Begitu juga pada pelajaran agama, siswa minoritas tidak mendapatkan perhatian yang layak karena mereka terpaksa belajar di perpustakaan atau di selasar kelas. Seharusnya hal itu mendapatkan perhatian lebih,” tuturnya.
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021
Tags: