Bonus demografi perlu dioptimalkan untuk regenerasi sektor pertanian
8 Februari 2021 08:31 WIB
Petani mengecek pertumbuhan sayur selada di Dusun Kambangan, Gebog, Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (23/1/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/rwa.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto mengingatkan bahwa bonus demografi yang sedang dialami Indonesia perlu untuk lebih dioptimalkan dalam rangka mengatasi permasalahan regenerasi tenaga kerja yang mumpuni di sektor pertanian.
"Kondisi (bonus demografi) ini harus dikelola sebaik-baiknya. Jangan sampai kita kehilangan momentum yang sangat baik ini," kata Hermanto dalam rilis di Jakarta, Senin.
Seperti diketahui, bonus demografi terjadi bila suatu negara memiliki jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk usia nonproduktif.
Hermanto juga mengingatkan bahwa pada masa pandemi COVID-19 sekarang ini, sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif sementara sektor lain mengalami pertumbuhan negatif.
Baca juga: Pemerintah jalankan lima strategi untuk memanfaatkan bonus demografi
"Saat ini, sektor pertanian menunjukkan keunggulan dibandingkan sektor lain," ujar Hermanto.
Untuk itu, ujar dia, kalangan milenial atau generasi muda diharapkan agar tidak ragu untuk kembali menekuni sektor pertanian.
Ia berpendapat bahwa bila ditekuni dengan serius, maka sektor pertanian bisa mendatangkan penghasilan yang tidak kalah dengan sektor lain.
"Ada milenial yang menekuni bisnis pertanian, penghasilannya ratusan juta sebulan," ucap Hermanto.
Baca juga: Hipmi sebut UU Cipta Kerja jadi kunci serap bonus demografi
Sebelumnya, akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Asna Mustofa mengingatkan regenerasi petani sangat penting dilakukan guna mendukung program pertanian berkelanjutan.
"Regenerasi petani memang diperlukan guna mendukung program pertanian berkelanjutan dan mendukung program ketahanan pangan," katanya.
Asna yang merupakan dosen Fakultas Pertanian Unsoed tersebut mengatakan perlu dibuat berbagai program yang inovatif guna menarik minat petani muda atau milenial.
Selain itu, kata dia, teknologi pertanian juga dapat mendukung peningkatan produksi dan efisiensi.
"Teknologi tidak harus canggih, tetapi yang sepadan. Dalam arti teknologi yang sesuai kebutuhan. Teknologi yang terlalu tinggi akan butuh biaya yang tinggi, sehingga harus disesuaikan juga dengan lahan yang akan digarap," katanya.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian mencatat petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang atau sekitar 8 persen dari total jumlah petani di Indonesia.
Melalui data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2019, jumlah petani muda tercatat terjadi penurunan 415.789 orang dari periode 2017 ke 2018.
"Kondisi (bonus demografi) ini harus dikelola sebaik-baiknya. Jangan sampai kita kehilangan momentum yang sangat baik ini," kata Hermanto dalam rilis di Jakarta, Senin.
Seperti diketahui, bonus demografi terjadi bila suatu negara memiliki jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk usia nonproduktif.
Hermanto juga mengingatkan bahwa pada masa pandemi COVID-19 sekarang ini, sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif sementara sektor lain mengalami pertumbuhan negatif.
Baca juga: Pemerintah jalankan lima strategi untuk memanfaatkan bonus demografi
"Saat ini, sektor pertanian menunjukkan keunggulan dibandingkan sektor lain," ujar Hermanto.
Untuk itu, ujar dia, kalangan milenial atau generasi muda diharapkan agar tidak ragu untuk kembali menekuni sektor pertanian.
Ia berpendapat bahwa bila ditekuni dengan serius, maka sektor pertanian bisa mendatangkan penghasilan yang tidak kalah dengan sektor lain.
"Ada milenial yang menekuni bisnis pertanian, penghasilannya ratusan juta sebulan," ucap Hermanto.
Baca juga: Hipmi sebut UU Cipta Kerja jadi kunci serap bonus demografi
Sebelumnya, akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Asna Mustofa mengingatkan regenerasi petani sangat penting dilakukan guna mendukung program pertanian berkelanjutan.
"Regenerasi petani memang diperlukan guna mendukung program pertanian berkelanjutan dan mendukung program ketahanan pangan," katanya.
Asna yang merupakan dosen Fakultas Pertanian Unsoed tersebut mengatakan perlu dibuat berbagai program yang inovatif guna menarik minat petani muda atau milenial.
Selain itu, kata dia, teknologi pertanian juga dapat mendukung peningkatan produksi dan efisiensi.
"Teknologi tidak harus canggih, tetapi yang sepadan. Dalam arti teknologi yang sesuai kebutuhan. Teknologi yang terlalu tinggi akan butuh biaya yang tinggi, sehingga harus disesuaikan juga dengan lahan yang akan digarap," katanya.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian mencatat petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang atau sekitar 8 persen dari total jumlah petani di Indonesia.
Melalui data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2019, jumlah petani muda tercatat terjadi penurunan 415.789 orang dari periode 2017 ke 2018.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: