BPS: Komunikasi dan jasa kesehatan topang ekonomi RI sepanjang 2020
5 Februari 2021 11:20 WIB
Dokumentasi - Kepala BPS Suhariyanto dalam wawancara bersama ANTARA terkait sensus penduduk 2020 dan dampak pandemi COVID-19 di Jakarta, Selasa (7/9/2020) ANTARA/Dewa Wiguna/pri.
Jakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan sektor informasi dan komunikasi serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial menjadi penopang perekonomian Indonesia yang masih mengalami kontraksi pada 2020.
Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat, mengatakan sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh tinggi yaitu 10,58 persen pada 2020 seiring dengan kenaikan permintaan dari masyarakat.
"Sektor ini tumbuh lebih tinggi karena adanya permintaan konsumen akibat WFH (Work From Home). Pertumbuhan 10,58 persen ini lebih kuat dari 2019 yang tumbuh 9,42 persen," katanya.
Sedangkan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, lanjut dia, juga tercatat tumbuh 11,6 persen pada 2020 dibandingkan 2019 sebesar 8,69 persen karena adanya pencairan pembayaran COVID-19 untuk tenaga kesehatan.
Baca juga: BPS: IHPB sektor pertambangan dan galian naik paling tinggi
"Selain itu pertumbuhan ini didukung peningkatan pendapatan rumah sakit, klinik dan laboratorium kesehatan untuk pelayanan COVID-19," kata Suhariyanto.
Sektor lapangan usaha lainnya yang ikut tercatat positif selama 2020 serta ikut membantu perekonomian adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan yang tumbuh 1,75 persen, jasa keuangan dan asuransi 3,25 persen, jasa pendidikan 2,63 persen, real estat 2,32 persen, dan pengadaan air 4,94 persen.
"Sektor pertanian tumbuh 1,75 persen, didorong oleh produksi palawija yang naik untuk ubi kayu 1,72 persen dan kacang hijau 5,45 persen. Kemudian juga produksi hortikultura yang naik untuk pisang 8,38 persen, mangga 2,86 persen dan cabai rawit 12,33 persen," ujarnya.
Meski demikian lapangan usaha yang menyumbang PDB terbesar masih mengalami kontraksi dan tumbuh negatif pada 2020 yaitu industri pengolahan minus 2,93 persen, perdagangan minus 3,72 persen, konstruksi minus 3,26 persen, dan pertambangan dan penggalian minus 1,95 persen.
Baca juga: BPS: Waspadai banjir di beberapa daerah, bakal pengaruhi inflasi
"Industri pengolahan masih terdampak dari turunnya produksi LNG yang minus 6,63 persen, mobil minus 46,37 persen, sepeda motor minus 40,21 persen, dan semen minus 9,26 persen. Perdagangan juga terpengaruh turunnya penjualan mobil minus 48,35 persen, sepeda motor minus 43,57 persen, suku cadang minus 23 persen, dan ritel minus 12,03 persen," kata Suhariyanto.
Selama periode ini lapangan usaha yang mengalami kontraksi paling dalam adalah sektor transportasi dan perdagangan yang tumbuh negatif 15,04 persen serta akomodasi dan makan minum yang minus 10,22 persen.
Menurut Suhariyanto, penyebab terjadinya kontraksi tinggi pada sektor akomodasi dan makan minum adalah tingkat penghunian hotel yang menurun 39,75 persen, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang menurun 75,03 persen dan tutupnya hotel serta restoran selama masa pandemi COVID-19.
Baca juga: BPS catat ekonomi Indonesia pada 2020 terkontraksi 2,07 persen
Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat, mengatakan sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh tinggi yaitu 10,58 persen pada 2020 seiring dengan kenaikan permintaan dari masyarakat.
"Sektor ini tumbuh lebih tinggi karena adanya permintaan konsumen akibat WFH (Work From Home). Pertumbuhan 10,58 persen ini lebih kuat dari 2019 yang tumbuh 9,42 persen," katanya.
Sedangkan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, lanjut dia, juga tercatat tumbuh 11,6 persen pada 2020 dibandingkan 2019 sebesar 8,69 persen karena adanya pencairan pembayaran COVID-19 untuk tenaga kesehatan.
Baca juga: BPS: IHPB sektor pertambangan dan galian naik paling tinggi
"Selain itu pertumbuhan ini didukung peningkatan pendapatan rumah sakit, klinik dan laboratorium kesehatan untuk pelayanan COVID-19," kata Suhariyanto.
Sektor lapangan usaha lainnya yang ikut tercatat positif selama 2020 serta ikut membantu perekonomian adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan yang tumbuh 1,75 persen, jasa keuangan dan asuransi 3,25 persen, jasa pendidikan 2,63 persen, real estat 2,32 persen, dan pengadaan air 4,94 persen.
"Sektor pertanian tumbuh 1,75 persen, didorong oleh produksi palawija yang naik untuk ubi kayu 1,72 persen dan kacang hijau 5,45 persen. Kemudian juga produksi hortikultura yang naik untuk pisang 8,38 persen, mangga 2,86 persen dan cabai rawit 12,33 persen," ujarnya.
Meski demikian lapangan usaha yang menyumbang PDB terbesar masih mengalami kontraksi dan tumbuh negatif pada 2020 yaitu industri pengolahan minus 2,93 persen, perdagangan minus 3,72 persen, konstruksi minus 3,26 persen, dan pertambangan dan penggalian minus 1,95 persen.
Baca juga: BPS: Waspadai banjir di beberapa daerah, bakal pengaruhi inflasi
"Industri pengolahan masih terdampak dari turunnya produksi LNG yang minus 6,63 persen, mobil minus 46,37 persen, sepeda motor minus 40,21 persen, dan semen minus 9,26 persen. Perdagangan juga terpengaruh turunnya penjualan mobil minus 48,35 persen, sepeda motor minus 43,57 persen, suku cadang minus 23 persen, dan ritel minus 12,03 persen," kata Suhariyanto.
Selama periode ini lapangan usaha yang mengalami kontraksi paling dalam adalah sektor transportasi dan perdagangan yang tumbuh negatif 15,04 persen serta akomodasi dan makan minum yang minus 10,22 persen.
Menurut Suhariyanto, penyebab terjadinya kontraksi tinggi pada sektor akomodasi dan makan minum adalah tingkat penghunian hotel yang menurun 39,75 persen, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang menurun 75,03 persen dan tutupnya hotel serta restoran selama masa pandemi COVID-19.
Baca juga: BPS catat ekonomi Indonesia pada 2020 terkontraksi 2,07 persen
Pewarta: Satyagraha
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021
Tags: