Menkes diharapkan memimpin pengendalian tembakau
4 Februari 2021 21:14 WIB
Pemerintah diminta meninjau kembali kebijakan tata cara tarif cukai hasil tembakau yang diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37 Tahun 2017 karena dinilai bertentangan dengan kebijakan pengendalian konsumsi rokok di Indonesia (ANTARA FOTO/Eric Ireng)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin diharapkan menjadi pemimpin dalam pengendalian tembakau dengan segera merevisi Peraturan Pemerintah No.109/2012 guna melindungi kesehatan anak Indonesia.
"Kami harapkan Menkes tidak mengabaikan persoalan kesehatan lainnya yang bertujuan melindungi kesehatan anak Indonesia dengan segera merevisi PP109/2012 dan mengharapkan Menkes menjadi leader pengendalian tembakau," kata Ketua Lentera Anak Lisda Sundari dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dalam diskusi daring Alinea Forum bertajuk Harapan Baru Penurunan Prevalensi Perokok Anak bersama Menkes, Lisda mengatakan Indonesia sudah memiliki PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau Bagi Kesehatan, namun implementasinya dinilai gagal melindungi anak dari rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak.
Dia mengatakan, semua pihak harus berupaya secara optimal agar anak sebagai kelompok rentan tetap mendapatkan perlindungan selama pandemi COVID-19. Pada kenyataannya, kondisi mereka sangat rentan selama pandemi karena paparan asap rokok dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang merokok di rumah.
Baca juga: Kemenko PMK: Pemerintah fokus kendalikan tembakau
Baca juga: Peneliti: Penggunaan rokok elektronik meningkat karena promosi
Berdasarkan data Perki (2018) sebanyak 40 juta anak di bawah lima tahun merupakan perokok pasif. Sedangkan berdasar survei Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, sebanyak 57,8 persen anak Indonesia terpapar asap rokok di rumah.
Karena itu revisi PP 109/2012 menjadi sangat penting untuk melindungi anak dari adiksi rokok dan mencapai target penurunan prevalensi perokok anak seperti yang diamanahkan RPJMN 2020-2024.
Proses revisi PP 109/2012 seharusnya dilakukan pada 2018 atau sesuai Keppres No. 9/2018. Namun, penyelesaian revisi PP yang menjadi tanggung jawab Kemenkes itu tertunda lebih dari dua tahun menjadikan para pegiat pengendalian tembakau yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK) kecewa.
Karena itu beberapa organisasi antara lain KOMPAK, yang diwakili Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak (YLA), Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak melayangkan Surat Peringatan Somasi kesatu kepada Kemenkes RI pada 12 November 2020 yang isinya mendesak Kemenkes menyelesaikan revisi PP109/2012.
Kemudian disusul somasi kedua, namun tidak juga mendapat tanggapan dari Kemenkes. Karena itulah KOMPAK akhirnya melaporkan Menkes Terawan Agus Putranto kepada Ombudsman Republik Indonesia pada 3 Desember 2020. Namun, sebelum proses selesai, Menkes Terawan diganti oleh Budi Gunadi Sadikin.
Terpilihnya Menkes yang baru, Budi Gunadi Sadikin, membawa secercah harapan terkait komitmen Pemerintah melindungi kesehatan seluruh masyarakat dalam seluruh aspek, termasuk upaya perlindungan anak dari bahaya rokok dan dari target pemasaran industri rokok.
Pada kesempatan itu, Lisda juga mengharapkan kesiapan masyarakat sipil untuk mendukung kebijakan dan implementasi kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia.
Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Nancy Dian Anggraeni mengakui, ada kendala dalam pembahasan revisi PP tersebut.
"Kalau mau dibilang, semua yang terlibat di dalamnya belum satu suara. Karena banyak kepentingan di dalamnya, dan memang butuh upaya yang cukup kuat," kata Nancy.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat-Ditjen Kesmas Imran Agus Nurali, menegaskan, Menkes Budi Gunadi Sadikin memiliki komitmen tinggi terhadap upaya penurunan prevalensi perokok anak.
Dia menjelaskan penyebab lambatnya draf revisi PP 109/2012 yang saat ini tengah dibahas di Biro Hukum dan Organisasi (Biro Hukor) Kemenkes, salah satunya, banyak isu baru muncul, sehingga memerlukan peninjauan ulang, misalnya dari segi nomenklatur.
Isu terbaru lainnya yang diklaim menghambat revisi PP 109/2012 adalah peringatan kesehatan bergambar, rokok elektronik, hingga iklan media digital.
Di sisi lain, konsentrasi Kemenkes teralihkan ke penanganan pandemi COVID-19. Misalnya, terkait mengurus program vaksinasi.*
Baca juga: ITB AD sambut baik kenaikan cukai rokok
Baca juga: Keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok dipuji kalangan kesehatan
"Kami harapkan Menkes tidak mengabaikan persoalan kesehatan lainnya yang bertujuan melindungi kesehatan anak Indonesia dengan segera merevisi PP109/2012 dan mengharapkan Menkes menjadi leader pengendalian tembakau," kata Ketua Lentera Anak Lisda Sundari dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dalam diskusi daring Alinea Forum bertajuk Harapan Baru Penurunan Prevalensi Perokok Anak bersama Menkes, Lisda mengatakan Indonesia sudah memiliki PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau Bagi Kesehatan, namun implementasinya dinilai gagal melindungi anak dari rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak.
Dia mengatakan, semua pihak harus berupaya secara optimal agar anak sebagai kelompok rentan tetap mendapatkan perlindungan selama pandemi COVID-19. Pada kenyataannya, kondisi mereka sangat rentan selama pandemi karena paparan asap rokok dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang merokok di rumah.
Baca juga: Kemenko PMK: Pemerintah fokus kendalikan tembakau
Baca juga: Peneliti: Penggunaan rokok elektronik meningkat karena promosi
Berdasarkan data Perki (2018) sebanyak 40 juta anak di bawah lima tahun merupakan perokok pasif. Sedangkan berdasar survei Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, sebanyak 57,8 persen anak Indonesia terpapar asap rokok di rumah.
Karena itu revisi PP 109/2012 menjadi sangat penting untuk melindungi anak dari adiksi rokok dan mencapai target penurunan prevalensi perokok anak seperti yang diamanahkan RPJMN 2020-2024.
Proses revisi PP 109/2012 seharusnya dilakukan pada 2018 atau sesuai Keppres No. 9/2018. Namun, penyelesaian revisi PP yang menjadi tanggung jawab Kemenkes itu tertunda lebih dari dua tahun menjadikan para pegiat pengendalian tembakau yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK) kecewa.
Karena itu beberapa organisasi antara lain KOMPAK, yang diwakili Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak (YLA), Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak melayangkan Surat Peringatan Somasi kesatu kepada Kemenkes RI pada 12 November 2020 yang isinya mendesak Kemenkes menyelesaikan revisi PP109/2012.
Kemudian disusul somasi kedua, namun tidak juga mendapat tanggapan dari Kemenkes. Karena itulah KOMPAK akhirnya melaporkan Menkes Terawan Agus Putranto kepada Ombudsman Republik Indonesia pada 3 Desember 2020. Namun, sebelum proses selesai, Menkes Terawan diganti oleh Budi Gunadi Sadikin.
Terpilihnya Menkes yang baru, Budi Gunadi Sadikin, membawa secercah harapan terkait komitmen Pemerintah melindungi kesehatan seluruh masyarakat dalam seluruh aspek, termasuk upaya perlindungan anak dari bahaya rokok dan dari target pemasaran industri rokok.
Pada kesempatan itu, Lisda juga mengharapkan kesiapan masyarakat sipil untuk mendukung kebijakan dan implementasi kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia.
Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Nancy Dian Anggraeni mengakui, ada kendala dalam pembahasan revisi PP tersebut.
"Kalau mau dibilang, semua yang terlibat di dalamnya belum satu suara. Karena banyak kepentingan di dalamnya, dan memang butuh upaya yang cukup kuat," kata Nancy.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat-Ditjen Kesmas Imran Agus Nurali, menegaskan, Menkes Budi Gunadi Sadikin memiliki komitmen tinggi terhadap upaya penurunan prevalensi perokok anak.
Dia menjelaskan penyebab lambatnya draf revisi PP 109/2012 yang saat ini tengah dibahas di Biro Hukum dan Organisasi (Biro Hukor) Kemenkes, salah satunya, banyak isu baru muncul, sehingga memerlukan peninjauan ulang, misalnya dari segi nomenklatur.
Isu terbaru lainnya yang diklaim menghambat revisi PP 109/2012 adalah peringatan kesehatan bergambar, rokok elektronik, hingga iklan media digital.
Di sisi lain, konsentrasi Kemenkes teralihkan ke penanganan pandemi COVID-19. Misalnya, terkait mengurus program vaksinasi.*
Baca juga: ITB AD sambut baik kenaikan cukai rokok
Baca juga: Keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok dipuji kalangan kesehatan
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021
Tags: