Ombudsman RI sebut kesadaran pengelolaan limbah medis belum merata
4 Februari 2021 16:05 WIB
Tangkapan layar - Anggota Ombudsman Republik Indonesia (RI) Alvin Lie (kiri) dalam konferensi pers virtual hasil tinjauan Ombudsman RI terkait pengelolaan limbah medis, dipantau dari Jakarta pada Kamis (4/2/2021) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Anggota Ombudsman Republik Indonesia (RI) Alvin Lie mengatakan kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah medis di Indonesia masih belum merata, bahkan masih ada daerah yang belum memiliki aturan terkait pengelolaannya.
"Kesadaran tentang pengelolaan limbah medis ini belum merata di Indonesia. Kalaupun pemerintah daerah sudah mengetahui, pengawasannya yang masih lemah, itulah yang terjadi," kata Alvin dalam konferensi pers virtual hasil tinjauan Ombudsman RI terkait pengelolaan limbah medis, dipantau dari Jakarta, Kamis.
Baca juga: Ombudsman dorong peningkatan kualitas pengelolaan limbah medis
Baca juga: Ombudsman RI soroti masalah pengelolaan limbah medis semasa pandemi
Hal itu dia utarakan setelah tinjauan Ombudsman RI menemukan masih ada pemerintah daerah yang tidak memiliki peraturan daerah terkait pengelolaan limbah medis. Selain itu, juga ditemukan masih ada ketidaksepahaman unsur pemda terkait pengelolaan limbah medis.
Hasil tinjauan yang dilakukan di beberapa provinsi itu juga menemukan masih terdapat daerah yang tidak memiliki fasilitas pengangkut, sehingga limbah medis yang masuk kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) berhenti sampai tahap penyimpanan.
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah juga terkadang masih kurang ketat, yang diatribusikan akibat keterbatasan anggaran, sumber daya manusia dan kewenangan.
Ombudsman menemukan bahwa pemerintah daerah juga tidak memiliki data faktual terkait timbulan limbah medis, jumlah yang telah dihasilkan, diangkut, dan yang sudah diolah.
Mereka juga menemukan bahwa beberapa pemerintah daerah tidak menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan COVID-19.
Baca juga: RSUDAM catat volume limbah medis COVID-19 hampir 5 ton/bulan
Baca juga: LSM minta pemerintah awasi pengelolaan limbah medis selama COVID-19
Alvin mengakui bahwa biaya pengelolaan limbah medis tidaklah kecil, maka diperlukan keseimbangan antara keamanan lingkungan, kemudahan dan biaya. Kendala biaya itulah yang menjadi salah satu isu dalam pengelolaan lingkungan, dengan keterbatasan dapat mendorong pengambil jalan pintas dengan membuang limbah yang masuk kategori infeksius itu.
"Tadi kami juga bahas dengan kementerian-kementerian terkait, kita perlu segera merespons kondisi ini agar tidak berkembang lebih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran yang dapat membahayakan kita di masa depan," ujarnya.
"Kesadaran tentang pengelolaan limbah medis ini belum merata di Indonesia. Kalaupun pemerintah daerah sudah mengetahui, pengawasannya yang masih lemah, itulah yang terjadi," kata Alvin dalam konferensi pers virtual hasil tinjauan Ombudsman RI terkait pengelolaan limbah medis, dipantau dari Jakarta, Kamis.
Baca juga: Ombudsman dorong peningkatan kualitas pengelolaan limbah medis
Baca juga: Ombudsman RI soroti masalah pengelolaan limbah medis semasa pandemi
Hal itu dia utarakan setelah tinjauan Ombudsman RI menemukan masih ada pemerintah daerah yang tidak memiliki peraturan daerah terkait pengelolaan limbah medis. Selain itu, juga ditemukan masih ada ketidaksepahaman unsur pemda terkait pengelolaan limbah medis.
Hasil tinjauan yang dilakukan di beberapa provinsi itu juga menemukan masih terdapat daerah yang tidak memiliki fasilitas pengangkut, sehingga limbah medis yang masuk kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) berhenti sampai tahap penyimpanan.
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah juga terkadang masih kurang ketat, yang diatribusikan akibat keterbatasan anggaran, sumber daya manusia dan kewenangan.
Ombudsman menemukan bahwa pemerintah daerah juga tidak memiliki data faktual terkait timbulan limbah medis, jumlah yang telah dihasilkan, diangkut, dan yang sudah diolah.
Mereka juga menemukan bahwa beberapa pemerintah daerah tidak menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan COVID-19.
Baca juga: RSUDAM catat volume limbah medis COVID-19 hampir 5 ton/bulan
Baca juga: LSM minta pemerintah awasi pengelolaan limbah medis selama COVID-19
Alvin mengakui bahwa biaya pengelolaan limbah medis tidaklah kecil, maka diperlukan keseimbangan antara keamanan lingkungan, kemudahan dan biaya. Kendala biaya itulah yang menjadi salah satu isu dalam pengelolaan lingkungan, dengan keterbatasan dapat mendorong pengambil jalan pintas dengan membuang limbah yang masuk kategori infeksius itu.
"Tadi kami juga bahas dengan kementerian-kementerian terkait, kita perlu segera merespons kondisi ini agar tidak berkembang lebih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran yang dapat membahayakan kita di masa depan," ujarnya.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021
Tags: