Persi NTT minta warga memahami kesulitan penanganan jenazah COVID-19
1 Februari 2021 15:16 WIB
Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Nusa Tenggara Timur dr Yudith Margaretha Kota saat berbicara dalam diskusi virtual yang digelar Ombudsman RI Perwakilan NTT di Kupang, Senin (1/2/2021). ANTARA/Aloysius Lewokeda/am.
Kupang (ANTARA) - Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Nusa Tenggara Timur dr Yudith Margaretha Kota meminta warga di daerah itu agar memahami kesulitan yang dihadapi rumah sakit dalam menangani jenazah pasien yang dinyatakan meninggal karena COVID-19.
"Kami sangat kesulitan terutama ketika ada pasien yang meninggal mendadak, misalnya ketika datang hanya beberapa jam ditangani di UGD namun meninggal dan dinyatakan probable COVID-19," katanya dalam diskusi virtual yang digelar Ombudsman RI Perwakilan NTT di Kupang, Senin.
Baca juga: Kasus positif COVID-19 Kota Sorong bertambah 51
Sering kali terjadi konflik antara keluarga pasien dengan pihak rumah sakit ketika pasien yang meninggal dan dinyatakan probable COVID-19 berdasarkan pemeriksaan penunjang seperti swab antigen, antibodi, maupun PCR, katanya dalam diskusi bertema "Standar Pelayanan Jenazah Pasien COVID-19 di Nusa Tenggara Timur".
Ia mengatakan keluarga pasien menuntut pihak rumah sakit agar mengeluarkan hasil swab PCR pemeriksaan COVID-9 di saat itu juga, padahal fasilitas pemeriksaan terbatas hanya ada di RSUD Johannes Kupang sehingga menunggu dalam waktu tertentu.
"Ini yang membuat kadang keluarga datang dalam jumlah banyak dan memaksa harus membawa pulang jenazah padahal jenazah dinyatakan probable COVID-19," katanya.
Baca juga: Pasien sembuh dari COVID-19 di Sultra 7.933 orang dari 9.477 kasus
Yudith mengatakan kondisi ini berbeda dengan penanganan jenazah pasien COVID-19 yang sebelumnya sudah dirawat selama beberapa hari di rumah sakit.
Pihak rumah sakit maupun dokter yang merawat pasien memiliki kesempatan untuk mengedukasi pihak keluarga bahwa kemungkinan pasien akan meninggal dan harus dimakamkan sesuai protokol pemakaman pasien COVI-19.
Baca juga: Kasus baru COVID-19 bertambah 12.001 jadi 1.078.314
"Biasanya keluarga juga menerima karena kita sudah mengedukasi mereka dengan baik namun yang meninggal mendadak itu yang kami kesulitan apalagi keluarga datang dengan emosional tinggi," katanya.
Ia mengatakan, di sisi lain pihak rumah sakit juga kesulitan ketika Satgas COVID-19 yang mengurus pemakaman tidak segera datang untuk membawa jenazah.
Menurut dia, hal ini dapat dimaklumi karena jumlah anggota satgas terbatas sementara mereka harus mengurus jenazah pada beberapa rumah sakit dalam waktu yang singkat.
"Karena itu kami berharap kita semua memahami kondisi kesulitan ini karena kami pun tidak ada yang sengaja meng-COVID-kan pasien," katanya.
Yudith menambahkan dalam menangani jenazah pasien yang dinyatakan probable COVID-19, rumah sakit harus menerapkan prinsip praduga bersalah agar tidak ada peluang menularkan para tenaga medis, pengurus jenazah, anggota keluarga, dan masyarakat.
"Kami sangat kesulitan terutama ketika ada pasien yang meninggal mendadak, misalnya ketika datang hanya beberapa jam ditangani di UGD namun meninggal dan dinyatakan probable COVID-19," katanya dalam diskusi virtual yang digelar Ombudsman RI Perwakilan NTT di Kupang, Senin.
Baca juga: Kasus positif COVID-19 Kota Sorong bertambah 51
Sering kali terjadi konflik antara keluarga pasien dengan pihak rumah sakit ketika pasien yang meninggal dan dinyatakan probable COVID-19 berdasarkan pemeriksaan penunjang seperti swab antigen, antibodi, maupun PCR, katanya dalam diskusi bertema "Standar Pelayanan Jenazah Pasien COVID-19 di Nusa Tenggara Timur".
Ia mengatakan keluarga pasien menuntut pihak rumah sakit agar mengeluarkan hasil swab PCR pemeriksaan COVID-9 di saat itu juga, padahal fasilitas pemeriksaan terbatas hanya ada di RSUD Johannes Kupang sehingga menunggu dalam waktu tertentu.
"Ini yang membuat kadang keluarga datang dalam jumlah banyak dan memaksa harus membawa pulang jenazah padahal jenazah dinyatakan probable COVID-19," katanya.
Baca juga: Pasien sembuh dari COVID-19 di Sultra 7.933 orang dari 9.477 kasus
Yudith mengatakan kondisi ini berbeda dengan penanganan jenazah pasien COVID-19 yang sebelumnya sudah dirawat selama beberapa hari di rumah sakit.
Pihak rumah sakit maupun dokter yang merawat pasien memiliki kesempatan untuk mengedukasi pihak keluarga bahwa kemungkinan pasien akan meninggal dan harus dimakamkan sesuai protokol pemakaman pasien COVI-19.
Baca juga: Kasus baru COVID-19 bertambah 12.001 jadi 1.078.314
"Biasanya keluarga juga menerima karena kita sudah mengedukasi mereka dengan baik namun yang meninggal mendadak itu yang kami kesulitan apalagi keluarga datang dengan emosional tinggi," katanya.
Ia mengatakan, di sisi lain pihak rumah sakit juga kesulitan ketika Satgas COVID-19 yang mengurus pemakaman tidak segera datang untuk membawa jenazah.
Menurut dia, hal ini dapat dimaklumi karena jumlah anggota satgas terbatas sementara mereka harus mengurus jenazah pada beberapa rumah sakit dalam waktu yang singkat.
"Karena itu kami berharap kita semua memahami kondisi kesulitan ini karena kami pun tidak ada yang sengaja meng-COVID-kan pasien," katanya.
Yudith menambahkan dalam menangani jenazah pasien yang dinyatakan probable COVID-19, rumah sakit harus menerapkan prinsip praduga bersalah agar tidak ada peluang menularkan para tenaga medis, pengurus jenazah, anggota keluarga, dan masyarakat.
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: