Epidemiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada dr Riris Andono Ahmad daalm keterangan pers di Jakarta, Senin, mengatakan kewaspadaan tinggi seharusnya bisa meminimalisir penyebaran virus, namun seiring berjalannya waktu kewaspadaan cenderung menurun.
Baca juga: Ahli: Perlu penegakan protokol kesehatan selama PPKM
Riris mengibaratkan dengan hujan, ketika sudah sangat deras, maka orang yang menggunakan payung pun akan basah. Maka, katanya, jangan keluar agar tidak basah.
Menurut dia, protokol kesehatan 3M menjadi tidak memadai ketika kasus positif COVID-19 sedang tinggi-tingginya. Masyarakat wajib mengurangi mobilitas agar terhindar dari virus.
Baca juga: Dokter Paru: Patuhi protokol kesehatan saat PPKM
"Sense of crisis tentu menjadi hal utama yang harus dimiliki oleh masyarakat mengingat kondisi pandemi yang belum berakhir, bahkan bisa dikatakan memburuk dengan semakin bertambahnya beban fasilitas pelayanan kesehatan dalam menangani pasien COVID-19," kata Ardiansyah.
Dia berpendapat, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) adalah upaya untuk mengurangi mobilisasi masyarakat.
Baca juga: Kominfo ingatkan disiplin protokol kesehatan meski ada vaksin
"Tentunya harus didukung oleh kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan," kata Ardiansyah.
Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menyarankan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sedang atau berat untuk mengendalikan kasus COVID-19.
Di berbagai daerah kata dia perlu ada check point, sehingga masyarakat yang keluar-masuk melalui pemeriksaan. Dia juga mengusulkan agar denda bagi pelanggar protokol kesehatan diperberat.
#satgascovid19
#ingatpesanibujagajarak
#vaksincovid19