Timika (ANTARA) - Wakil Bupati Mimika, Johannes Rettob, mengimbau warga di wilayahnya tidak terprovokasi dengan adanya kasus rasisme yang menimpa mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai oleh kader Partai Hanura, Ambroncius Nababan.

"Rasisme dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan. Perbedaan agama, budaya, adat-istiadat, ras dan warna kulit tidak boleh menjadi alasan untuk mendiskreditkan sesama. Karena itu kami mendukung pelaku rasisme harus diproses hukum," kata Rettob, di Timika, Sabtu.

Belajar dari pengalaman tahun 2019 saat terjadi kasus serupa yang menimpa para mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang hingga memicu tindak kekerasan di sejumlah kota di Papua, termasuk Timika, dia berharap hal itu tidak terjadi lagi di Papua termasuk di Mimika.

Baca juga: KNPI laporkan Abu Janda ke Bareskrim

"Masyarakat diharapkan tetap tenang, tidak usah terprovokasi. Kita serahkan sepenuhnya penanganan masalah itu kepada pihak berwajib. Pelakunya sekarang sudah ditahan. Mari kita kawal proses hukum selanjutnya agar benar-benar transparan dan berkeadilan," kata dia.

Nababan yang juga ketua umum kelompok pendukung suatu pihak sebagai pelaku yang menghina Pigai saat ini telah ditahan penyidik Bareskrim Polri.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Slamet Uliandi, mengatakan, Nababan ditahan agar tidak melarikan diri dan tidak menghilangkan barang bukti.

Baca juga: Ambroncius Nababan ditahan di Rutan Bareskrim sampai 15 Februari

Nababan dijerat pasal berlapis, yaitu pasal 45A ayat (2) juncto pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kemudian pasal 16 juncto pasal 4 huruf b ayat (2) UU Nomor 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Pasal 156 KUHP dengan ancaman di atas lima tahun penjara.

Baca juga: LPSK siap lindungi korban dan saksi kasus rasis menimpa Natalius Pigai

Sebelum ditetapkan menjadi tersangka, Nababanmeminta maaf kepada warga Papua dan dia menegaskan tidak bermaksud menghina masyarakat Papua.

Konten foto kolase Pigai dan primata diunggah Nababan ke Facebook semula dimaksudkan untuk menyikapi pernyataan Pigai yang menyebut masyarakat memiliki hak untuk menolak vaksin Covid-19.

Baca juga: Dewan Adat Papua: Hukum berat pelaku kasus rasisme