Jakarta (ANTARA) - Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI Jakarta Widyastuti menyarankan warga DKI Jakarta memelihara ikan di kolam rumahnya untuk mengantisipasi munculnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) secara alami.

Salah satu jenis ikan yang disarankan Widyastuti adalah ikan cupang. Selain karena jenis ini sedang diminati sehingga banyak di pasaran, juga karena pakan favorit ikan jenis ini adalah jentik nyamuk.

"Sekarang kan lagi musim ikan cupang. Nah. Ikan cupang rakus jentik nyamuk, jadi ayo silahkan pelihara ikan cupang yang sedang tren," tutur Widyastuti di Balai Kota Jakarta, Kamis.

Widyastuti juga meminta kepada generasi muda untuk menjadi garda terdepan dalam mengentaskan penyakit DBD ini dengan menjadi kader juru pemantau jentik (jumantik).

Menurut Widyastuti, generasi muda bisa berperan aktif membantu menyelesaikan masalah yang ada di lingkungan seperti DBD ini dan menambah kekuatan kelompok jumantik yang sebagian besar merupakan ibu-ibu.

Terkait dengan kasus DBD di Jakarta, Widyastuti mengakui memang ada temuan kasus penyakit DBD yang menyerang warga ibu kota, namun jumlahnya tidak mengkhawatirkan yang masih diambang batas normal.

Baca juga: Jelang musim penghujan, Pemkot Jakarta Pusat siaga cegah DBD
Baca juga: Dinkes DKI sedang melakukan pemetaan sekolah rawan DBD
Pengunjung melihat ikan cupang pada pameran "Holly Betta Fish" di Blok M Square, Jakarta, Jumat (18/12/2020). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.
Tak dipungkiri demam berdarah sering kali terjadi saat musim hujan. Selama hujan turun terdapat banyak genangan air di lingkungan sekitar rumah.

"Belum terlihat ada peningkatan yang signifikan," kata Widyastuti.

Meski demikian, Widyastuti menyangkal bila pihaknya menutup-nutupi kasus DBD di Jakarta terkait dengan kasus COVID-19 di DKI. Menurut dia Dinkes DKI memiliki forum informasi tentang penyakit melalui sistem dinkesdki.net

Laman Dinkes DKI itu memperlihatkan pergerakan kasus penyakit yang terjadi di Jakarta bukan hanya DBD, penyakit menular Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti penyakit diare, cacar dan campak bisa dipantau dalam sistem tersebut.

"Kalau ada kasus yang berpotensi menjadikan KLB harus lapor secara sistem dalam kurun waktu 24 jam," tutur Widyastuti.