Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan bahwa Sertifikat Standar yang diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perizinan Berbasis Risiko dan Tata Cara Pengawasan merupakan bentuk komitmen pelaku usaha untuk melaksanakan kegiatan sesuai standar yang telah ditetapkan.

"Sertifikat Standar adalah bentuk komitmen pelaku usaha untuk melaksanakan kegiatan usaha sesuai standar yang telah ditetapkan pemerintah," ujar Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Kemenko Perekonomian Lestari Indah dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, dalam RPP Perizinan Berbasis Risiko dan Tata Cara Pengawasan sebagai regulasi turunan dari UU Cipta Kerja, seluruh kegiatan usaha dengan basis Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2020 dilakukan analisis risikonya.

Baca juga: Kemenko Perekonomian susun strategi nasional ekonomi digital

Hasil analisis risikonya kemudian ditetapkan jenis perizinan usaha, di mana jika untuk usaha risiko rendah cukup Nomor Induk Berusaha (NIB), kemudian risiko menengah dengan NIB dan Sertifikat Standar, dan risiko tinggi NIB serta izin.

Dari tiga produk perizinan berusaha berbasis risiko, mungkin yang belum terbiasa adalah Sertifikat Standar, dan sudah ditetapkan bahwa Sertifikat Standar merupakan nomenklatur untuk usaha risiko menengah.

"Maksudnya apa? Pemerintah ingin pelaku usaha dimudahkan dalam perizinan, pemerintah memberikan kepercayaan kepada pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha langsung," kata Lestari Indah.

Baca juga: LPEI dorong pelaku usaha optimistis dapat pulih di 2021

Dia menjelaskan bahwa cara untuk bisa memantau pelaku usaha adalah dengan memberikan standar, misalnya untuk bisnis restoran maka pemerintah memberikan standar untuk usaha restoran.

"Ini memang suatu hal yang baru dan tentunya memerlukan pemahaman bersama," ujarnya.

Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Kemenko Perekonomian tersebut juga menambahkan, saat ini RPP Perizinan Berbasis Risiko dan Tata Cara Pengawasan dalam proses final legal drafting karena bahannya sudah ada, namun menurut Sekretariat Kabinet serta Kementerian Hukum dan HAM masih perlu penyederhanaan.