Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia naik mendekati level tertinggi sepanjang masa hari Senin, karena kekhawatiran atas meningkatnya kasus COVID-19 dan penundaan pasokan vaksin diimbangi optimisme rencana stimulus fiskal senilai 1,9 triliun dolar AS untuk membantu menghidupkan kembali ekonomi AS.

Sentimen di kawasan Asia juga didorong oleh laporan bahwa China telah melampaui Amerika Serikat (AS) untuk menjadi penerima investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) terbesar pada tahun lalu dengan aliran modal masuk mencapai 163 miliar dolar AS.

Pasar berjangka juga menunjukkan awal yang lebih kuat di tempat lain. Indeks berjangka E-mini untuk S&P 500 naik 0,37 persen, indeks berjangka Eurostoxx 50 serta FTSE London masing-masing naik 0,3 persen sementara untuk DAX Jerman naik 0,4 persen.

“Laporan FDI telah mengangkat China dan tetangga dekatnya hari ini, menarik pemulihan ekonomi pasar yang berdekatan secara geografis,” kata Analis Pasar OANDA yang berbasis di Singapura, Jeffery Halley.

"Ke depan, ekuitas akan menemukan reaksi yang lebih berarti dari kemajuan atau bukan dari paket stimulus Biden, dan tingkat dovish yang ditunjukkan oleh Federal Reserve (Fed) pada pertemuan FOMC mereka minggu ini."

Baca juga: IHSG ditutup jatuh, tertekan kekhawatiran meluasnya kasus COVID-19

Pasar ekuitas global telah mencapai rekor tertinggi dalam beberapa hari terakhir karena spekulasi vaksin COVID-19 akan mulai mengurangi tingkat infeksi di seluruh dunia dan pada pemulihan ekonomi AS yang lebih kuat di bawah Presiden Joe Biden.

Namun, investor juga khawatir tentang penilaian yang terlalu tinggi di tengah pertanyaan tentang efisiensi vaksin dalam mengekang pandemi dan ketika anggota parlemen AS terus memperdebatkan paket bantuan Virus Corona.

Indeks MSCI dari saham-saham Asia Pasifik di luar Jepang naik menjadi 726,46, dalam jarak yang dekat dari rekor tertinggi minggu lalu di 727,31.

Indeks acuan MSCI melonjak hampir 9,0 persen sejauh bulan ini, di jalur untuk kenaikan bulanan keempat berturut-turut.

Nikkei Jepang rebound dari penurunan di awal perdagangan menjadi naik 0,7 persen.

Saham-saham Australia naik 0,4 persen setelah regulator obat negara itu menyetujui vaksin Pfizer/BioNTech COVID-19 dengan kemungkinan peluncuran bertahap akhir bulan depan.

Baca juga: Saham Korea Selatan berakhir naik, Indeks KOSPI melambung 2,18 persen

Saham China naik, dengan indeks blue-chips CSI300 naik 1,1 persen. Indeks Hang Seng Hong Kong melonjak hampir 2,0 persen dipimpin oleh saham teknologi.

Semua mata tertuju pada Washington DC ketika anggota parlemen AS setuju bahwa memberikan vaksin COVID-19 ke warga Amerika harus menjadi prioritas bahkan ketika mereka terbelas atas ukuran paket bantuan pandemi AS.

Pasar-pasar keuangan telah mengincar paket besar-besaran meskipun ketidaksepakatan berarti berbulan-bulan keragu-raguan di negara yang menderita lebih dari 175.000 kasus COVID-19 per hari dengan jutaan orang kehilangan pekerjaan.


Kasus COVID-19 global mendekati 100 juta dengan lebih dari dua orang meninggal.

Hong Kong mengunci wilayah di semenanjung Kowloon pada Sabtu (23/1/2021), tindakan pertama yang diambil kota itu sejak pandemi dimulai.

Laporan bahwa varian COVID Inggris yang baru tidak hanya sangat menular tetapi mungkin lebih mematikan daripada jenis aslinya juga menambah kekhawatiran.

Di Uni Eropa, para pemimpin politik menyatakan kekecewaan yang meluas atas penundaan yang dilakukan oleh AstraZeneca dan Pfizer Inc dalam memberikan dosis yang dijanjikan, dengan perdana menteri Italia mengecam pemasok vaksin, mengatakan penundaan merupakan pelanggaran serius terhadap kewajiban kontrak.

Baca juga: Saham Filipina bangkit dari rugi beruntun, Indeks PSE naik 0,36 persen

Pada Jumat (22/1/2021) Indeks Dow turun 0,57 persen, Indeks S&P 500 kehilangan 0,30 persen, dan Indeks Nasdaq bertambah 0,09 persen. Tiga indeks utama AS ditutup lebih tinggi untuk minggu lalu, dengan Nasdaq melonjak lebih dari 4,0 persen.

Analis Jefferies mengatakan pasar saham AS tampak dinilai terlalu tinggi meskipun masih tetap bullish. "Agar pasar saham benar-benar melepaskan hal sangat buruk, bukan hanya koreksi pasar yang naik, perlu ada katalisator," kata Analis Christopher Wood.

"Itu berarti penurunan ekonomi atau pengetatan (bersifat) material dalam kebijakan-kebijakan Fed," kata Wood, menambahkan tidak ada yang mungkin terjadi dengan segera.

Dalam mata uang, pasangan mata uang utama terjebak dalam kisaran yang ketat karena pasar menunggu pertemuan Fed pada Rabu (27/1/2021).

Indeks dolar turun menjadi 90,073, dengan euro pada 1,2181 dolar, sementara sterling terakhir sedikit menguat pada 1,3721 dolar. Yen Jepang melemah di 103,69 per dolar.

Dalam komoditas, Brent menghapus kerugian awal menjadi datar terakhir di 55,41 dolar per barel dan minyak mentah AS naik tiga sen menjadi 52,30 dolar per barel.

Emas datar di 1.852,90 dolar per ounce.

Baca juga: Saham Australia ditutup naik, terkerek lonjakan tambang dan teknologi