Menristek sebut industri vaksin Indonesia harusnya kuat dan mandiri
22 Januari 2021 21:17 WIB
Dokumentasi - Menristek/Badan Ristek dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc/pri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan industri vaksin di Indonesia seharusnya tumbuh kuat dan mandiri untuk memenuhi kebutuhan berbagai macam vaksin di masa depan.
"Tantangan yang harus kita hadapi di sisi lain juga peluang. Artinya bahwa sebenarnya industri vaksin di Indonesia harusnya tumbuh kuat, mandiri dan prospektif dari sudut pandang ekonomi dan bisnis," katanya dalam webinar Tantangan dan Kebijakan Pengembangan Vaksin Merah Putih untuk Percepatan Penanganan Pandemi COVID-19, Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan industri vaksin di Indonesia dapat memiliki masa depan prospektif karena Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah penduduk saat ini 270 juta orang sehingga merupakan pasar untuk penjualan vaksin.
"Pengembangan vaksin ini tidak akan pernah berhenti dan untuk memenuhi kebutuhan 270 juta penduduk, apalagi kalau kita arahnya 'preventive medicine', mau tidak mau industri vaksinnya harus kuat, jadi tidak hanya sisi penelitian tapi juga sisi industrinya," katanya.
Vaksin yang dibutuhkan, kata dia, juga bukan hanya vaksin untuk COVID-19 tapi juga vaksin untuk penyakit lain.
"Di luar kebutuhan untuk pandemi kita juga butuh untuk keperluan misalkan kesehatan masyarakat dari sejak anak-anak mendapatkan imunisasi yang sesuai dan imunisasinya sekarang juga kan semakin beragam," kata Bambang PS Brodjonegoro.
Oleh karena itu, Menristek mengatakan pihaknya telah mengajak industri swasta selain BUMN untuk melakukan penelitian dan pengembangan vaksin untuk mewujudkan kemandirian Indonesia terhadap vaksin.
Baca juga: Menristek: Vaksin Merah Putih menjaga keberlanjutan "herd immunity"
Baca juga: Indonesia importir terbesar vaksin buatan China
Baca juga: MPR dorong kerja sama Indonesia-AS pengadaan vaksin COVID-19
Baca juga: PB IDI minta KIPI vaksin COVID-19 diantisipasi
"Tantangan yang harus kita hadapi di sisi lain juga peluang. Artinya bahwa sebenarnya industri vaksin di Indonesia harusnya tumbuh kuat, mandiri dan prospektif dari sudut pandang ekonomi dan bisnis," katanya dalam webinar Tantangan dan Kebijakan Pengembangan Vaksin Merah Putih untuk Percepatan Penanganan Pandemi COVID-19, Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan industri vaksin di Indonesia dapat memiliki masa depan prospektif karena Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah penduduk saat ini 270 juta orang sehingga merupakan pasar untuk penjualan vaksin.
"Pengembangan vaksin ini tidak akan pernah berhenti dan untuk memenuhi kebutuhan 270 juta penduduk, apalagi kalau kita arahnya 'preventive medicine', mau tidak mau industri vaksinnya harus kuat, jadi tidak hanya sisi penelitian tapi juga sisi industrinya," katanya.
Vaksin yang dibutuhkan, kata dia, juga bukan hanya vaksin untuk COVID-19 tapi juga vaksin untuk penyakit lain.
"Di luar kebutuhan untuk pandemi kita juga butuh untuk keperluan misalkan kesehatan masyarakat dari sejak anak-anak mendapatkan imunisasi yang sesuai dan imunisasinya sekarang juga kan semakin beragam," kata Bambang PS Brodjonegoro.
Oleh karena itu, Menristek mengatakan pihaknya telah mengajak industri swasta selain BUMN untuk melakukan penelitian dan pengembangan vaksin untuk mewujudkan kemandirian Indonesia terhadap vaksin.
Baca juga: Menristek: Vaksin Merah Putih menjaga keberlanjutan "herd immunity"
Baca juga: Indonesia importir terbesar vaksin buatan China
Baca juga: MPR dorong kerja sama Indonesia-AS pengadaan vaksin COVID-19
Baca juga: PB IDI minta KIPI vaksin COVID-19 diantisipasi
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021
Tags: