Dalam sebuah pernyataan, para ilmuwan -termasuk lima orang penerima penghargaan Nobel- mengingatkan adanya kegagalan dalam merespon risiko-risiko iklim, saat pemerintahan negara-negara berupaya menggerakkan kembali ekonomi mereka dari dampak virus corona, akan membawa konsekuensi serius, terutama bagi mereka yang paling miskin.
"Apabila kita tidak meningkatkan upaya dan beradaptasi sekarang, akibatnya akan terjadi kemiskinan yang meningkat, kekurangan air, hilangnya pertanian, dan lonjakan migrasi dengan banyak korban jiwa manusia," kata para ilmuwan dari hampir 120 negara dalam tulisan yang dikeluarkan sebelum pertemuan tingkat tinggi global terkait adaptasi, pekan depan.
Iklim yang berubah, termasuk banjir dan kekeringan yang lebih parah, dapat menekan pertumbuhan produksi pangan global hingga 30 persen pada 2050, sementara meningginya permukaan laut dan badai yang lebih besar dapat menghancurkan ekonomi perkotaan dan memaksa ratusan juta penduduk pesisir keluar dari rumahnya, papar para ilmuwan itu.
Guna menghindari akibat itu, upaya-upaya besar yang baru untuk melestarikan alam, termasuk hutan-hutan, lahan basah, dan terumbu karang, perlu dilakukan. Upaya besar untuk membuat kota-kota, transportasi, energi dan infrastruktur lebih aman dari guncangan iklim juga perlu dilakukan.
Edukasi yang lebih baik, terutama bagi perempuan, dan pemindahan sumber daya keuangan dunia yang ada akan memungkinkan adaptasi dalam skala besar yang diperlukan, tambahnya.
"Kita harus mengingat bahwa tak ada vaksin untuk iklim kita yang berubah," kata mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon, yang mengetuai Pusat Adaptasi Global (GCA), yang menyelenggarakan KTT tersebut pada 25-26 Januari, bersama pemerintah Belanda.
"Membangun ketahanan terhadap dampak iklim bukanlah sebuah opsi... itu adalah sesuatu yang harus dimiliki untuk hidup di dunia yang berkelanjutan dan aman," ujar Ban kepada para wartawan.
Di samping krisis COVID-19, peningkatan panas bumi, kekeringan yang semakin parah, kebakaran hutan yang merajalela, juga turut mewarnai tahun 2020. Dia menambahkan bahwa pandemi mungkin dapat dihindari apabila dunia mengambil langkah lebih awal untuk melindungi alam dan mencegah perubahan iklim.
Meski tahun 2021 akan ditentukan dengan upaya-upaya pemulihan dari pandemi COVID-19, "abad-abad ke depan" akan ditentukan dengan hijaunya upaya pemulihan tersebut, kata Ban.
Namun sebuah laporan GCA yang menilai progres terkait adaptasi, yang dikeluarkan pada Jumat, mengutip riset yang menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan stimulus pandemi pemerintah yang berpihak pada minyak fosil dan aktivitas tinggi karbon empat kali lebih besar dibandingkan dengan inisiatif-inisiatif hijau.
Laporan itu juga menggarisbawahi estimasi baru dari Inisiatif Kebijakan Iklim (CPI) bahwa pendanaan untuk adaptasi kemungkinan telah menurun - meski kurang dari 10 persen- pada 2020, saat pandemi membawa dampak berat bagi anggaran.
Sebuah laporan dari PBB pada pekan lalu mengatakan bahwa pendanaan telah berada di tingkat yang jauh dibawah biaya yang dibutuhkan sebelum krisi COVID-19 melanda, dengan rata-rata tahunan sebesar 30 miliar dolar AS dapat digunakan untuk adaptasi pada tahun 2017-2018.
Estimasi dana yang dibutuhkan untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim berbeda-beda, namun CPI dan GCA mengatakan bahwa pembiayaan untuk adaptasi perlu ditingkatkan sebanyak lima hingga 10 kali lipat dari sekarang.
Hanya sekitar lima persen dari semua pendanaan iklim yang disalurkan ke langkah adaptasi terhadap cuaca ekstrem dan peningkatan permukaan laut. Sekjen PBB dan sejumlah pihak lain telah menyerukan agar jumlah itu ditingkatkan setengahnya, terutama untuk dukungan pendanaan bagi negara-negara miskin.
Pemikiran ulang Pendanaan
Patrick Verkooijen, Direktur GCA yang berbasis di Rotterdam, mendeskrepsikan adaptasi terhadap perubahan iklim sebagai "korban" dari pandemi.
"Adaptasi perlu dipercepat, namun akselerasi ini tidak terjadi. Bahkan, ini justru melambat," terangnya.
Tahun lalu, bank-bank pengembangan yang merupakan sumber besar bagi pendanaan iklim, memprioritaskan paket-paket penyelamatan dari virus corona yang membantu negara-negara berkembang untuk menghadapi tekanan terhadap layanan kesehatan serta penurunan ekonomi, menurut laporan GCA.
Sementara itu, pandemi telah mengerem banyak proyek adaptasi saat berbagai pekerjaan konstruksi terhenti oleh karantina wilayah dan gangguan terhadap rantai pasokan menghambat pengiriman kebutuhan seperti benih, alat-alat, dan keahlian teknis.
Verkooijen mengatakan bahwa kekurangan dalam tindakan dan pendanaan untuk adaptasi dapat berbalik jika para pembuat keputusan memastikan triliunan yang mereka siapkan untuk meningkatkan ekonomi juga ditujukan untuk membangun ketahanan iklim.
"Sekarang adalah waktunya untuk melakukan perubahan langkah pada investasi untuk adaptasi," katanya kepada Thomson Reuters Foundation.
Pusat Adaptasi Global dan pernyataan dari para ilmuwan menyerukan pemikiran ulang menyeluruh tentang insentif keuangan dan bisnis, yang saat ini sebagian besar gagal untuk mencerminkan risiko jangka panjang.
Mereka mengatakan potensi manfaat sosial dan ekonomi dari mengelola ancaman dengan lebih baik juga perlu mendapat perhatian lebih.
Laporan GCA pada tahun 2019 memperkirakan bahwa investasi 1,8 triliun dolar AS dalam sistem peringatan dini cuaca, infrastruktur tahan iklim, peningkatan pertanian lahan kering, perlindungan bakau, dan keamanan air dapat menghasilkan total keuntungan bersih sebesar 7,1 triliun dolar AS.
Verkooijen menekankan bahwa cara terbaik untuk melindungi orang-orang dari memburuknya cuaca ekstrem dan naiknya air laut adalah dengan memangkas emisi yang memanaskan iklim guna memenuhi batas pemanasan yang disepakati secara global dalam Perjanjian Paris 2015.
Tetapi bahkan jika pemerintah dan bisnis meningkatkan energi terbarukan dan efisiensi energi dengan cukup cepat untuk memotong emisi itu, "kami masih memiliki kebutuhan investasi besar-besaran dalam adaptasi", katanya, kala dampak perubahan iklim yang tidak dapat dihindari mulai terungkap.
Baca juga: Biden tanda tangani 15 tindakan eksekutif terkait pandemi, iklim