Militer CAR, yang didukung oleh pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rusia dan Rwanda, sedang memerangi pemberontak yang berupaya membatalkan pemilu 27 Desember. Pada pemilihan itu, Presiden Faustin-Archange Touadera ditetapkan sebagai pemenang.
Status darurat, yang akan berlangsung selama 15 hari, memungkinkan otoritas mempercepat penangkapan dengan mengizinkan militer menangkapi para tersangka tanpa melalui jaksa, kata juru bicara pemerintah Albert Yaloke melalui pernyataan.
Eskalasi terjadi saat utusan PBB Mankeur Ndiaye meminta Dewan Keamanan PBB agar menambah jumlah penjaga perdamaian guna memberikan mobilitas yang lebih besar di lapangan.
Negara itu "sangat berisiko mengalami kemunduran keamanan dan implementasi perdamaian," kata Ndiaye saat berpidato di hadapan dewan pada Kamis.
Sebanyak tujuh penjaga perdamaian gugur sejak pemberontak meluncurkan serangan bulan lalu. Pertempuran itu memaksa hampir 60.000 orang di negara tersebut mengungsi, sehingga menambah krisis pengungsi yang sebelumnya sudah mengerikan.
Menurut Ndiaye, sejumlah besar pasukan CAR melakukan desersi akibat pelatihan dan sumber daya yang tidak memadai.
Sumber: Reuters
Baca juga: Touadera terpilih lagi sebagai presiden Republik Afrika Tengah
Baca juga: Republik Afrika Tengah jalani pemilu di bawah ancaman kekerasan
Baca juga: Afrika waspadai peningkatan buruh anak di tengah pandemi corona