Bangkok (ANTARA) - Pemerintah Thailand mempertahankan strategi vaksin terhadap virus corona, guna membantah kritik oposisi yang menyebut strategi itu terlalu bergantung pada sebuah perusahaan yang dimiliki Maharaja Vajiralongkorn.

Serangan oleh politisi oposisi yang dilarang, Thanathorn Juangroongruangkit dilayangkan ketika Thailand memerangi peningkatan infeksi terbesarnya, dan setelah berbulan-bulan protes yang dipimpin pemuda yang membawa tantangan bagi monarki negara itu.

Di Thailand, mengkritik keluarga kerajaan adalah ilegal.

"Tuduhan tak berdasar dan tidak akurat ini tidak boleh dikaitkan dengan pekerjaan lembaga yang kita hormati dan cintai," kata Direktur Institut Vaksin Nasional Nakorn Premsri, Selasa, merujuk pada kerajaan.

Dia mengatakan bahwa Siam Bioscience yang dimiliki oleh kerajaan telah menjadi pilihan paling jelas dari banyak perusahaan yang dipertimbangkan untuk transfer teknologi dari perusahaan farmasi AstraZeneca, untuk membuat 200 juta dosis vaksin setiap tahun untuk Thailand dan negara lain.

Siam Bioscience dimiliki sepenuhnya oleh anak perusahaan dari Crown Property Bureau, yang mengelola investasi puluhan miliar dolar di bawah kendali pribadi raja.

Thailand telah memesan 61 juta dosis vaksin AstraZeneca, yang akan siap mulai Juni, serta 2 juta dosis dari Sinovac China, untuk diberikan mulai bulan depan.

Sebelumnya, Thanathorn mengunggah komentar di Facebook dalam sebuah acara berjudul "Vaksin Kerajaan: Siapa yang Beruntung dan Siapa yang Tidak?"

Dia tidak membuat tuduhan ketidakwajaran terhadap AstraZeneca tetapi mengatakan bahwa Siam Bioscience tidak memiliki pengalaman membuat vaksin dan pemerintah terlalu mengandalkan perusahaan itu.

Direktur pelaksana Siam Bioscience, Songpon Deechongkit, menolak mengomentari kritik tersebut.

"Kami ingin fokus pada tanggung jawab kami untuk memproduksi vaksin tepat waktu, dengan kualitas, dengan jumlah yang sesuai," kata Songpon kepada Reuters.

Sementara itu, perwakilan AstraZeneca di Thailand tidak dapat dihubungi.

Pada Selasa, tagar yang diterjemahkan sebagai #royalvaccine (vaksin kerajaan--red) menjadi tren di Twitter di Thailand dengan lebih dari 300.000 cuitan.

Terkait vaksin, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengatakan masyarakat harus berhati-hati dalam melaporkan masalah tersebut, dengan mengacu pada kritik itu.

"Itu semua menyimpang dan tidak faktual sama sekali. Saya akan memerintahkan penuntutan atas segala sesuatu yang tidak benar yang dipublikasikan, baik di media atau media sosial," kata dia.

Thailand tidak mengalami dampak pandemi seberat negara-negara lain yang ukurannya hampir sama, meskipun menghadapi gelombang infeksi kedua yang dimulai pada Desember. Negara itu mencatat 12.594 kasus dan 70 kematian akibat COVID-19.


Sumber: Reuters
Baca juga: Thailand terima pengajuan pendaftaran vaksin AstraZeneca, Sinovac
Baca juga: Thailand pesan 35 juta dosis tambahan vaksin AstraZeneca
Baca juga: Thailand harap Vaksin COVID-19 buatan sendiri siap dipakai tahun depan