Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi diminta untuk mendiskualifikasi pasangan calon kepala daerah nomor urut 02 Dahlan-Aswin yang juga merupakan bupati petahana karena melakukan pelanggaran dan kecurangan pilkada.

"Terhadap semua pelanggaran dan kecurangan sejak proses pilkada hingga hari ini, layak dan beralasan hukum bagi Mahkamah untuk mendiskualifikasi paslon 02 Dahlan-Aswin sebagai paslon dalam Pilkada Kabupaten Mandailing Natal 2020," kata Kuasa hukum Paslon 01 (Sukhairi-Atika) Adi Mansar di Jakarta, Selasa.


Adi Mansar menyeburkan, sesuai aturan yang berlaku, bupati petahana pada Pilkada 2020 dilarang melakukan mutasi pejabat enam bulan sebelum penetapan paslon karena bertentangan dengan dengan ketentuan UU Nomor10 Tahun 2016 tentang Pilkada
Pasal 71 ayat 2 menyatakan kepala daerah dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.

Baca juga: Petahana Mandailing Natal curang tersistematis dan masif digugat ke MK
Namun, katanya, Bupati Mandailing Natal Dahlan Nasution melakukan mutasi beberapa pejabat, termasuk Ahmad Rijal Efendi pada 5 Agustus 2020 tanpa izin menteri, secara sepihak dengan melawan hukum serta menguntungkan pribadi pada Pilkada 2020.

Tindakan bupati petahana melakukan mutasi tanpa izin menteri dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku itu dijelaskan dalam Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 800/270/OTDA.

Menteri Dalam Negeri kata dia menjelaskan lahirnya surat Nomor 800/270/OTDA pada 14 Januari 2021 itu untuk menjawab surat Bawaslu-Prov.SU-11/PM.05.02/XII/2020 perihal mohon penegasan dan penjelasan tentang surat Bupati Mandailing Natal Nomor 820/0537/K/2020 yang memberhentikan Ahmad Rijal Efendi sebagai pejabat.

Namun, kata dia Bawaslu Mandailing Natal pada saat menerima laporan dari paslon nomor urut 01 malah langsung membuat jawaban tidak terpenuhi unsur pelanggaran tanpa melakukan analisis yang jelas.

Tetapi kemudian, Bawaslu menyatakan ada temuan bahwa terjadi Mutasi pejabat dengan melanggar Pasal 71 ayat 2 UU 10 Tahun 2016.

Baca juga: MK registrasi 132 perkara sengketa hasil pilkada
"Sikap Bawaslu yang tidak konsisten seperti ini menunjukkan tidak profesional dan tidak imparsial sebagai penyelenggara dan sangat melanggar etik penyelenggara pemilu," katanya.

Setelah Bawaslu mendapat surat penjelasan dari Menteri Dalam Negeri, baru Bawaslu segera melakukan tindakan diskualifikasi terhadap bupati petahana Dahlan Hasan Nasution.

Menurut dia atas sikap lembaga Bawaslu yang secara lex spesialis dalam pilkada cenderung menghindar. Bawaslu terkesan tidak berani bertindak sesuai undang-undang yang ada.

"Maka Mahkamah Konstitusi satu-satunya lembaga yang dapat menegakkan hukum atas pelanggaran dan kecurangan yang terjadi sejak proses pilkada hingga adanya laporan di Bawaslu atas dugaan pelanggaran akibat kecurangan," kata dia.