Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi mengatakan penetapan fatwa halal vaksin Sinovac oleh Majelis Ulama Indonesia merupakan bentuk ketaatan terhadap regulasi sehingga publik agar menghentikan polemik terkait kehalalan dan wewenang MUI.

"MUI sudah menetapkan kehalalan vaksin Sinovac. Saya harap masyarakat menghentikan polemik tentang halal dan haram vaksin ini," kata Zainut kepada wartawan di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan Komisi Fatwa MUI yang telah menyelesaikan seluruh prosedur dan tahapan pemeriksaan vaksin hingga sampai pada penetapan halal dan suci. Hal tersebut sudah seharusnya diapresiasi karena tidak ada lagi polemik soal simpang siurnya kehalalan vaksin.

Undang-undang No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), kata dia, mengatur penetapan kehalalan produk dilakukan MUI melalui pelaksanaan Sidang Fatwa Halal. Ketentuan yang sama ditegaskan juga dalam pasal 33 UU Cipta Kerja, bahwa penetapan kehalalan produk dikeluarkan oleh MUI melalui Sidang Fatwa Halal.

Baca juga: Wapres apresiasi kolaborasi BPOM dan MUI uji vaksin COVID-19

Baca juga: Wapres: Meski telah divaksin, protokol kesehatan tetap harus dipatuhi


Menurut dia, tugas MUI dalam penetapan fatwa tersebut sudah sesuai regulasi yang ada.

Wamenag mengatakan proses sertifikasi halal berjalan di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Ada tujuh proses yang harus dilalui, yaitu permohonan, pemeriksaan, penetapan, pengujian, pengecekan, fatwa, terakhir yakni penerbitan sertifikasi halal.

"Setelah ada keputusan BPOM terkait aspek penggunaan, MUI mengeluarkan penetapan kehalalan produk. Penetapan itu akan dijadikan dasar BPJPH mengeluarkan Sertifikat Halal," kata dia.

BPJPH berperan dalam menerbitkan sertifikat berdasarkan keputusan penetapan kehalalan produk yang ditetapkan MUI, ujarnya.*

Baca juga: Wapres: Fatwa halal Sinovac membuat masyarakat tenang untuk divaksin

Baca juga: Belum tetapkan fatwa, MUI: Sinovac suci dan halal