Artikel
Rahasia di balik kesuksesan Netflix
Oleh Hanni Sofia
10 Januari 2021 17:44 WIB
Buku berjudul No Rules Rules ditulis oleh co-Founder dan co-CEO Netflix Reed Hastings menceritakan kisah sukses Netflik dan budaya perusahaannya yang unik (Tangkapan layar)
Jakarta (ANTARA) - Ketika itu tahun 2000, Reed Hastings salah seorang pendiri Netflix membulatkan tekadnya untuk ke Dallas, Texas.
Dengan gemetar ia meminta waktu untuk bertemu dengan CEO Blockbuster, perusahaan raksasa senilai 6 miliar dolar AS yang memiliki 9.000 cabang di seantero dunia.
Ukurannya nyaris 1.000 kali lipat Netflix, perusahaan rintisan Hastings yang terasa seperti tak ada artinya dibanding raksasa provider home movie dan layanan game rental itu.
Hastings dan rekannya melakukan promosi kepada CEO Blockbuster dan menawarkan kepadanya untuk membeli Netflix seharga 50 juta dolar AS dan untuk itu ia akan membiarkan mereka menjalankan situs web Blockbuster sebagai layanan persewaan video online. Sang CEO dengan tegas menolak.
Langkah CEO nyatanya terbukti salah. Sepuluh tahun kemudian, Blockbuster bangkrut karena tidak dapat mengimbangi inovasi Netflix, yang saat itu telah memiliki 167 juta pelanggan di seluruh dunia dan memproduksi film dan acara TV sendiri yang bahkan mampu memenangkan sejumlah penghargaan bergengsi.
Bagaimana Netflix dapat melakukan gebrakan dengan gesit hingga mencapai titik keberhasilan justru ketika raksasa Blockbuster gagal? Ternyata jawabannya mudah saja.
Pesan utamanya di sini adalah Netflix sukses karena budaya perusahaannya yang unik. Budaya Netflix yakni selalu menghargai orang, mengutamakan inovasi, dan memiliki sedikit mungkin mekanisme kontrol.
Dengan fondasi ini, Netflix telah membangun value yang sangat besar, tumbuh 300 kali lebih cepat daripada indeks saham NASDAQ selama 17 tahun. Terlebih lagi, survei pada 2018 memberinya peringkat tempat kerja teratas di Silicon Valley.
Mungkin yang paling mengesankan, responsnya dengan gesit terhadap empat pergeseran industri seismik.
Netflix dimulai sebagai layanan langganan DVD-by-mail, kemudian dialihkan ke streaming. Dari sana, Netflix mulai melisensikan konten asli yang diproduksi oleh studio lain, dan akhirnya, mulai memproduksi film dan acara TV sendiri.
Hastings percaya bahwa semua ini bermula dari fakta bahwa di Netflix, karyawannya menikmati lebih banyak kebebasan dari pada perusahaan lain yang dia kenal. Kebebasan itu menginspirasi mereka untuk membuat keputusan yang lebih baik. Ini juga memudahkan untuk meminta pertanggungjawaban mereka.
Sukses Netflix dibagikan oleh Hasting dalam bukunya yang berjudul No Rules Rules ditulis pada 2020 yang mengisahkan perjalanan Netflix yang seperti dongeng dan budaya reinvensinya.
Hastings sebagai co-Founder dan co-CEO Netflix sekaligus software developer bersama Erin Meyer, Profesor di INSEAD dan penulis buku The Culture Map menulis buku berjudul No Rules Rules.
Kisah Dongeng
Sukses Netflik yang mengawali bisnisnya sebagai startup dan kini bermetamorfosis sebagai perusahaan skala raksasa itu ibarat kisah dongeng inspiratif yang bisa menjadi rujukan bagi siapa saja yang ingin memulai dan mengembangkan usaha.
Maka buku berjudul No Rules Rules akan sangat cocok untuk dibaca oleh mereka yang bekerja di start up, penggemar film The Social Network, dan mereka yang mewaspadai peningkatan dominansi Silicon Valley.
Meski begitu ide dan inspirasi dalam buku tidak bisa begitu saja diterapkan dalam bisnis secara harafiah misalnya dengan membebaskan karyawan dan berharap bisnis otomatis berjalan sebaik Netflix.
Sebab disebutkan dalam buku tersebut bahwa kebebasan sejati datang dari perencanaan yang matang.
Maka ada setidaknya tiga hal yang diperlukan untuk membuka potensi kebebasan karyawan secara ekstrim atau radikal namun tetap disertai tanggung jawab yang menyertainya.
Pertama, memaksimalkan berkumpulnya bakat-bakat terbaik di perusahaan. Berikutnya, tingkat keterbukaan dan keterusterangan yang tinggi antara karyawan dan manajer. Dan terakhir, keberanian untuk menghilangkan kontrol yang menghabiskan waktu semua orang dan uang perusahaan.
Dalam buku ini, disajikan banyak pelajaran lebih lanjut masing-masing dari ketiga mekanisme ini. Dalam perjalanannya, pembaca juga akan dibawa ke dalam suasana kisah dongeng start-up Netflix, dan bagaimana sebuah perusahaan pemberani menjadi salah satu kata yang paling dikenal di dunia.
Rahasia Netflik pada dasarnya terletak pada hal-hal berikut yakni memaksimalkan sebanyak mungkin bakat terbaik berkumpul dalam perusahaan, menciptakan budaya keterusterangan, dan memimpin berdasarkan konteks, bukan kontrol.
Dari fondasi itulah Netflix telah menjelma menjadi salah satu kisah start-up dongeng di abad kedua puluh satu.
Kisah Netflix yang ditulis dalam buku berbahasa Inggris ini sejatinya bisa menjadi inspirasi yang menumbuhkan lingkungan kebebasan dan tanggung jawab di antara karyawan, yang memberdayakan mereka untuk membuat keputusan paling kreatif dan bekerja pada kemampuan tertinggi mereka.
Kolega Menakjubkan
Momen eureka pertama Hastings muncul dari salah satu poin terendahnya sebagai CEO.
Netflix diluncurkan pada 1998 dan relatif berjalan cukup baik. Setelah tiga tahun, perusahaan itu memiliki 400.000 pelanggan.
Namun, meski Hastings telah mempelajari beberapa pengalamannya dari perusahaan sebelumnya tentang menjalankan perusahaan baru, dia dengan jujur mengakui bahwa Netflix bukanlah tempat yang bagus untuk bekerja.
Kemudian, pada 2001, “bubble” (gelembung) internet pertama meledak yang menyebabkan ratusan perusahaan rintisan Silicon Valley gagal dan harus menghadapi kenyataan dilikuidasi.
Netflix juga tak luput dari dampak tersebut ketika pendanaan dari modal ventura perusahaan terpaksa harus terputus. Akibatnya, Hastings harus merumahkan sepertiga karyawan di perusahaannya.
Itu adalah momen yang memilukan bagi perusahaan, dan Hastings tidak yakin apakah Netflix akan pulih. Tapi nyatanya dia tidak pernah meramalkan apa yang terjadi selanjutnya.
Meski dalam bukunya itu ia mengakui bahwa ternyata upayanya mengumpulkan begitu banyak bakat terbaik di perusahaannya justru mendorong karyawan untuk bisa berinovasi secara efektif dan melakukan yang terbaik.
Anehnya, kinerja Netflix meningkat pesat setelah PHK massal yang dilakukan. Orang-orang memiliki kreativitas dan semangat baru untuk pekerjaan mereka. Mereka tidak hanya menyelesaikan semuanya dengan lebih sedikit orang, mereka melakukan pekerjaan dengan lebih baik.
Pemutusan Hubungan Kerja pada satu sisi mengajarkan Hastings pelajaran penting tentang motivasi karyawan dan tanggung jawab kepemimpinan.
Dia dan timnya menyadari bahwa pengumpulan bakat-bakat terbaik berada di balik peningkatan yang dramatis dan signifikan bagi perusahaannya.
Perusahaan dengan banyak bakat terbaik berkumpul adalah perusahaan yang diinginkan semua orang untuk bekerja karena yang berkinerja tinggi akan berkembang dalam lingkungan dengan perusahaan berkinerja tinggi lainnya.
Ini membuat orang-orang memiliki standar yang lebih tinggi, dan lebih menyenangkan. Ketika semua orang hebat berkumpul maka, kinerja akan meningkat.
Hal ini dibuktikan dalam sebuah studi tentang perilaku menular yang dilakukan di Universitas New South Wales di Australia. Kelompok siswa yang telah disusupi dengan satu orang berperilaku buruk akan cenderung berkinerja lebih buruk dari tim lain sebesar 30 hingga 40 persen.
Tapi apa rahasia menarik dan mempertahankan bakat bintang terbaik? Sebenarnya bukan rahasia sama sekali yakni membayar gaji “pemain bintang” terbaik.
Mengingat bahwa beberapa orang secara ekstrim mengungguli yang lain, lebih masuk akal secara finansial untuk mempekerjakan satu orang yang luar biasa dan membayar mereka dalam jumlah besar daripada beberapa orang biasa dan membayar mereka dengan gaji normal. Menurut Bill Gates, insinyur perangkat lunak terbaik akan menambahkan 100 kali nilai orang biasa.
Jadi mengumpulkan bakat-bakat terbaik ternyata menjadi bagian pertama dari sukses perusahaan. Tetapi bahkan tim yang luar biasa atau "kolega yang menakjubkan" dalam bahasa Netflix membutuhkan mekanisme komunikasi agar efisien dan maksimum.
Netflix memang tak terelakkan adalah contoh nyata dari sebuah upaya membebaskan individu untuk berkarya, berkreasi, dan berinovasi tanpa batas. Untuk itu diperlukan sebuah aturan tanpa aturan, No Rules Rules.
Semua bisa belajar dari Netflix untuk bisa sukses tanpa menerapkan aturan. Tapi hidup tanpa aturan nyatanya memerlukan perencanaan yang amat sangat matang.
Dengan gemetar ia meminta waktu untuk bertemu dengan CEO Blockbuster, perusahaan raksasa senilai 6 miliar dolar AS yang memiliki 9.000 cabang di seantero dunia.
Ukurannya nyaris 1.000 kali lipat Netflix, perusahaan rintisan Hastings yang terasa seperti tak ada artinya dibanding raksasa provider home movie dan layanan game rental itu.
Hastings dan rekannya melakukan promosi kepada CEO Blockbuster dan menawarkan kepadanya untuk membeli Netflix seharga 50 juta dolar AS dan untuk itu ia akan membiarkan mereka menjalankan situs web Blockbuster sebagai layanan persewaan video online. Sang CEO dengan tegas menolak.
Langkah CEO nyatanya terbukti salah. Sepuluh tahun kemudian, Blockbuster bangkrut karena tidak dapat mengimbangi inovasi Netflix, yang saat itu telah memiliki 167 juta pelanggan di seluruh dunia dan memproduksi film dan acara TV sendiri yang bahkan mampu memenangkan sejumlah penghargaan bergengsi.
Bagaimana Netflix dapat melakukan gebrakan dengan gesit hingga mencapai titik keberhasilan justru ketika raksasa Blockbuster gagal? Ternyata jawabannya mudah saja.
Pesan utamanya di sini adalah Netflix sukses karena budaya perusahaannya yang unik. Budaya Netflix yakni selalu menghargai orang, mengutamakan inovasi, dan memiliki sedikit mungkin mekanisme kontrol.
Dengan fondasi ini, Netflix telah membangun value yang sangat besar, tumbuh 300 kali lebih cepat daripada indeks saham NASDAQ selama 17 tahun. Terlebih lagi, survei pada 2018 memberinya peringkat tempat kerja teratas di Silicon Valley.
Mungkin yang paling mengesankan, responsnya dengan gesit terhadap empat pergeseran industri seismik.
Netflix dimulai sebagai layanan langganan DVD-by-mail, kemudian dialihkan ke streaming. Dari sana, Netflix mulai melisensikan konten asli yang diproduksi oleh studio lain, dan akhirnya, mulai memproduksi film dan acara TV sendiri.
Hastings percaya bahwa semua ini bermula dari fakta bahwa di Netflix, karyawannya menikmati lebih banyak kebebasan dari pada perusahaan lain yang dia kenal. Kebebasan itu menginspirasi mereka untuk membuat keputusan yang lebih baik. Ini juga memudahkan untuk meminta pertanggungjawaban mereka.
Sukses Netflix dibagikan oleh Hasting dalam bukunya yang berjudul No Rules Rules ditulis pada 2020 yang mengisahkan perjalanan Netflix yang seperti dongeng dan budaya reinvensinya.
Hastings sebagai co-Founder dan co-CEO Netflix sekaligus software developer bersama Erin Meyer, Profesor di INSEAD dan penulis buku The Culture Map menulis buku berjudul No Rules Rules.
Kisah Dongeng
Sukses Netflik yang mengawali bisnisnya sebagai startup dan kini bermetamorfosis sebagai perusahaan skala raksasa itu ibarat kisah dongeng inspiratif yang bisa menjadi rujukan bagi siapa saja yang ingin memulai dan mengembangkan usaha.
Maka buku berjudul No Rules Rules akan sangat cocok untuk dibaca oleh mereka yang bekerja di start up, penggemar film The Social Network, dan mereka yang mewaspadai peningkatan dominansi Silicon Valley.
Meski begitu ide dan inspirasi dalam buku tidak bisa begitu saja diterapkan dalam bisnis secara harafiah misalnya dengan membebaskan karyawan dan berharap bisnis otomatis berjalan sebaik Netflix.
Sebab disebutkan dalam buku tersebut bahwa kebebasan sejati datang dari perencanaan yang matang.
Maka ada setidaknya tiga hal yang diperlukan untuk membuka potensi kebebasan karyawan secara ekstrim atau radikal namun tetap disertai tanggung jawab yang menyertainya.
Pertama, memaksimalkan berkumpulnya bakat-bakat terbaik di perusahaan. Berikutnya, tingkat keterbukaan dan keterusterangan yang tinggi antara karyawan dan manajer. Dan terakhir, keberanian untuk menghilangkan kontrol yang menghabiskan waktu semua orang dan uang perusahaan.
Dalam buku ini, disajikan banyak pelajaran lebih lanjut masing-masing dari ketiga mekanisme ini. Dalam perjalanannya, pembaca juga akan dibawa ke dalam suasana kisah dongeng start-up Netflix, dan bagaimana sebuah perusahaan pemberani menjadi salah satu kata yang paling dikenal di dunia.
Rahasia Netflik pada dasarnya terletak pada hal-hal berikut yakni memaksimalkan sebanyak mungkin bakat terbaik berkumpul dalam perusahaan, menciptakan budaya keterusterangan, dan memimpin berdasarkan konteks, bukan kontrol.
Dari fondasi itulah Netflix telah menjelma menjadi salah satu kisah start-up dongeng di abad kedua puluh satu.
Kisah Netflix yang ditulis dalam buku berbahasa Inggris ini sejatinya bisa menjadi inspirasi yang menumbuhkan lingkungan kebebasan dan tanggung jawab di antara karyawan, yang memberdayakan mereka untuk membuat keputusan paling kreatif dan bekerja pada kemampuan tertinggi mereka.
Kolega Menakjubkan
Momen eureka pertama Hastings muncul dari salah satu poin terendahnya sebagai CEO.
Netflix diluncurkan pada 1998 dan relatif berjalan cukup baik. Setelah tiga tahun, perusahaan itu memiliki 400.000 pelanggan.
Namun, meski Hastings telah mempelajari beberapa pengalamannya dari perusahaan sebelumnya tentang menjalankan perusahaan baru, dia dengan jujur mengakui bahwa Netflix bukanlah tempat yang bagus untuk bekerja.
Kemudian, pada 2001, “bubble” (gelembung) internet pertama meledak yang menyebabkan ratusan perusahaan rintisan Silicon Valley gagal dan harus menghadapi kenyataan dilikuidasi.
Netflix juga tak luput dari dampak tersebut ketika pendanaan dari modal ventura perusahaan terpaksa harus terputus. Akibatnya, Hastings harus merumahkan sepertiga karyawan di perusahaannya.
Itu adalah momen yang memilukan bagi perusahaan, dan Hastings tidak yakin apakah Netflix akan pulih. Tapi nyatanya dia tidak pernah meramalkan apa yang terjadi selanjutnya.
Meski dalam bukunya itu ia mengakui bahwa ternyata upayanya mengumpulkan begitu banyak bakat terbaik di perusahaannya justru mendorong karyawan untuk bisa berinovasi secara efektif dan melakukan yang terbaik.
Anehnya, kinerja Netflix meningkat pesat setelah PHK massal yang dilakukan. Orang-orang memiliki kreativitas dan semangat baru untuk pekerjaan mereka. Mereka tidak hanya menyelesaikan semuanya dengan lebih sedikit orang, mereka melakukan pekerjaan dengan lebih baik.
Pemutusan Hubungan Kerja pada satu sisi mengajarkan Hastings pelajaran penting tentang motivasi karyawan dan tanggung jawab kepemimpinan.
Dia dan timnya menyadari bahwa pengumpulan bakat-bakat terbaik berada di balik peningkatan yang dramatis dan signifikan bagi perusahaannya.
Perusahaan dengan banyak bakat terbaik berkumpul adalah perusahaan yang diinginkan semua orang untuk bekerja karena yang berkinerja tinggi akan berkembang dalam lingkungan dengan perusahaan berkinerja tinggi lainnya.
Ini membuat orang-orang memiliki standar yang lebih tinggi, dan lebih menyenangkan. Ketika semua orang hebat berkumpul maka, kinerja akan meningkat.
Hal ini dibuktikan dalam sebuah studi tentang perilaku menular yang dilakukan di Universitas New South Wales di Australia. Kelompok siswa yang telah disusupi dengan satu orang berperilaku buruk akan cenderung berkinerja lebih buruk dari tim lain sebesar 30 hingga 40 persen.
Tapi apa rahasia menarik dan mempertahankan bakat bintang terbaik? Sebenarnya bukan rahasia sama sekali yakni membayar gaji “pemain bintang” terbaik.
Mengingat bahwa beberapa orang secara ekstrim mengungguli yang lain, lebih masuk akal secara finansial untuk mempekerjakan satu orang yang luar biasa dan membayar mereka dalam jumlah besar daripada beberapa orang biasa dan membayar mereka dengan gaji normal. Menurut Bill Gates, insinyur perangkat lunak terbaik akan menambahkan 100 kali nilai orang biasa.
Jadi mengumpulkan bakat-bakat terbaik ternyata menjadi bagian pertama dari sukses perusahaan. Tetapi bahkan tim yang luar biasa atau "kolega yang menakjubkan" dalam bahasa Netflix membutuhkan mekanisme komunikasi agar efisien dan maksimum.
Netflix memang tak terelakkan adalah contoh nyata dari sebuah upaya membebaskan individu untuk berkarya, berkreasi, dan berinovasi tanpa batas. Untuk itu diperlukan sebuah aturan tanpa aturan, No Rules Rules.
Semua bisa belajar dari Netflix untuk bisa sukses tanpa menerapkan aturan. Tapi hidup tanpa aturan nyatanya memerlukan perencanaan yang amat sangat matang.
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021
Tags: