Makassar (ANTARA) - "Sudah jatuh, tertimpa tangga pula" merupakan peribahasa yang seolah menggambarkan kondisi Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota Makassar.

Berdasarkan data Dinas Koperasi Kota Makassar, sedikitnya 13.277 UMKM di Kota Makassar telah merasakan dampak dan kesulitan sejak pandemi. Namun mereka kembali diuji dengan kebijakan pemerintah dalam membatasi jam operasional berdagang.

Pemerintah Kota Makassar memperpanjang Surat Edaran (SE) pembatasan operasional Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) hanya sampai pukul 19.00 Wita. Ini sebagai tanggapan terhadap tingginya kasus COVID-19 di Sulsel, khususnya Kota Makassar.

Padahal, surat edaran serupa juga telah diterbitkan menjelang hari Raya Natal dan libur tahun baru 2021 untuk mengantisipasi lonjakan kasus. Namun faktanya, peningkatan kasus tidak bisa terhindarkan.

Data Satgas COVID-19 Sulsel menunjukkan sedikitnya 300 orang per hari terkonfirmasi positif di Kota Makassar usai pergantian tahun. Karena ini pula, pembatasan operasional berdagang kembali diberlakukan dengan alasan mengurangi penyebaran virus corona di masyarakat.

Penjabat sementara (PJS) Wali Kota Makassar, Prof Rudy Djamaluddin mengurai kebijakan memperpanjang pembatasan jam malam dimaksudkan agar potensi penularan virus corona bisa ditutup, dan yang positif akibat klaster pilkada bisa berangsur-angsur sembuh, hingga akhirnya terjadi pelandaian kasus positif.

"Ini sebagai intervensi pemerintah, potensi penularan setelah perayaan Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 masih belum bisa diprediksi apakah ada kenaikan atau melandai," ujarnya.

Mulai diberlakukan sejak hari ini, Senin 4 Januari hingga 11 Januari, surat edaran itu membatasi tempat-tempat umum, operasional mall, rumah makan, cafe, warung kopi dan restoran yang dinilai bisa memicu kerumunan di malam hari.

Sejak kemunculan kebijakan tersebut, itu lagi-lagi memukul telak perekonomian, khususnya para pedagang mikro kecil menengah Kota Daeng.

Ilustrasi. Produk jagung marning dari salah satu pelaku UKM di Kota Makassar. ANTARA/Handout/aa.
Omzet UMKM menurun

Seorang pelaku UKM, Jumria Yulinda mengaku pendapatan dari produk jagung marning yang dimilikinya semakin terpuruk.

Omzetnya yang telah menurun drastis hingga 70 persen sejak pandemi hadir, kian terpuruk sampai ke angka 80 persen akibat pembatasan operasional berdagang oleh Pemkot Makassar.

Itu karena tidak sedikit dari produk yang dijajakan ke berbagai supermarket harus dikembalikan sebab tidak terjual.

Menurut Linda, demikian sapaannya, pembatasan operasional berdagang seharusnya tidak perlu dilakukan pada malam hari karena tidak ada perbedaan antara waktu siang dan malam.

"Apa bedanya siang dengan malam. Malah lebih banyak berkumpul di siang hari dibanding malam. Pengunjung yang datang malam, mereka datang untuk penuhi kebutuhannya yang susah mereka jangkau di siang harinya," katanya.

Sebelum pandemi, bisa memperoleh omzet senilai 10 juta per bulan yang melibatkan langsung para petani jagung dari Kabupaten Bulukumba dan jasa pengiriman ekspedisi beserta tiga orang karyawan.

Sementara, setelah pandemi muncul harus berhenti tiga orang karyawannya diberhentikan dan mengelola sendiri bisnisnya.

Kesulitan lain juga ditemui perempuan berhijab tersebut. Seperti tersendak dalam hal pengiriman bahan baku karena pembatasan keluar-masuk Makassar."Selain Linda, pelaku UMKM lainnya merasa khawatir terhadap kebijakan Pemkot Makassar. Itu diungkapkan Humas Hotel The Rinra dan Mall Pipo Makassar, Azis.

"Tidak bisa dipungkiri, pemilik tenant sangat khawatir tidak mampu mengembalikan omzet karena pembatasan ini. Namun memang sepertinya kebijakan tersebut juga sepertinya tidak bisa dihindari," katanya.

Azis Kebijakan ini akan sangat berdampak pada jumlah kunjungan masyarakat ke Mall Pipo. Meski ini menjadi upaya pemerintah dengan segala pertimbangan untuk menekan penyebaran virus COVID-19, salah satunya melalui pembatasan jam operasional tempat umum, termasuk mall.

"Langkah kongkret yang layak untuk ditunggu hasilnya. Semoga melalui cara tersebut kasus COVID-19 dapat terus dikurangi hingga benar-benar hilang," jelasnya.

Kaji ulang

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sulawesi Selatan Abdul Malik Faisal menghendaki pembatasan operasional berdagang di Kota Makassar kembali dikaji ulang karena dinilai merugikan pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah).

"Sebaiknya ada kajian sebelum membuat kebijakan agar semua bisa berjalan tanpa ada yang dirugikan," kata Malik Faisal di Makassar.

Tidak sedikit pelaku UMKM yang dirugikan akibat keluarnya kebijakan batasan jam operasional warung makan, restoran, warung kopi, cafe dan mall oleh Pemerintah Kota Makassar.

Malik Faisal mengaku banyak mendapat pertanyaan dari pelaku UMKM yang usahanya baru buka pada sore dan malam hari. Sebab kebanyakan dari mereka yang beroperasi di malam hari, sehingga jika ditutup, maka otomatis tidak ada transaksi, pendapatan dan cash flow (arus kas).

Ada juga penjual yang cuma bisa buka pada malam hari karena mereka numpang di depan toko atau depan kantor- kantor instansi. Diharapkan ada kajian kembali agar ada solusi yang tidak merugikan UMKM.

Padahal saat ini, pelaku UMKM juga baru saja mulai bangun dan pulih atas pembatasan sosial di awal pandemi COVID-19.