Banda Aceh (ANTARA) - Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPR) Aceh dr Purnama meminta kepada Pemerintah Aceh agar segera membentuk Badan Pengelola Jaminan Kesehatan Aceh (BPJKA) pada tahun 2021.

Usul pembentukan BPJKA itu terkait ketersediaan anggaran kesehatan gratis yang dikucurkan Pemerintah Aceh melalui Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun 2021 sebesar Rp1,1 Triliun lebih dengan jumlah calon penerima manfaat 2,1 juta jiwa penduduk.

“Tujuan pendirian BPJKA ini untuk memudahkan masyarakat Aceh dalam mendapatkan layanan kesehatan secara gratis dan lebih mudah,” ucap anggota komisi bidang Kesejahteraan dan Kesehatan DPR Aceh itu i Banda Aceh, Senin.

Menurutnya, BPJKA tersebut nantinya bisa bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sebagai provider layanan kesehatan milik pemerintah, sehingga diharapkan layanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat Aceh diharapkan lebih baik dan maksimal.

Dokter Purnama menegaskan pada tahun 2020 Pemerintah Aceh telah mengalokasikan anggaran sebesar hampir Rp1 Triliun dari dana APBA, untuk membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) kepada BPJS Kesehatan.
Baca juga: Pengamat: Qanun KTR Aceh untuk tingkatkan derajat kesehatan masyarakat

Namun, jumlah masyarakat yang ikut menerima dana layanan kesehatan secara gratis tersebut dinilai belum jelas, karena data calon penerima bantuan dari Pemerintah Aceh tersebut tidak memiliki data yang valid.

Dengan adanya pembentukan Badan Pengelolan Jaminan Kesehatan Aceh (BPJKA) oleh Pemerintah Aceh, kata dia, maka pengelolaan anggaran kesehatan secara gratis bagi masyarakat Aceh diharapkan akan lebih mudah dan transparan.

“Kalau selama ini pengelolaan dana kesehatan gratis yang telah dikucurkan oleh Pemerintah Aceh dinilai kurang transparan, karena dana tersebut langsung diberikan kepada BPJS Kesehatan. Tapi jika sudah ada BPJKA, maka kita (Pemerintah Aceh) tetap bisa berintegrasi dengan BJPS Kesehatan atau rumah sakit secara langsung,” kata dr Purnama menjelaskan.

Ia juga mencontohkan, selama ini persoalan terlambatnya pembayaran klaim terhadap sejumlah rumah sakit di Aceh oleh BPJS Kesehatan telah menyebabkan berbagai persoalan di masyarakat, termasuk operasional rumah sakit di Aceh.

Sehingga hal ini berdampak terhadap layanan kesehatan masyarakat dan operasional rumah sakit.

Dengan adanya BPJKA tersebut, kata dr Purnama, maka lembaga tersebut bisa membayarkan klaim kepada rumah sakit sesuai dengan jumlah warga Aceh yang sakit atau berobat di rumah sakit.
Baca juga: Wali Kota targetkan Banda Aceh jadi kota sehat di Indonesia

Bahkan warga Aceh yang sakit juga bisa dirujuk ke rumah sakit di luar negeri, serta keluarga pendamping pasien juga bisa diberikan dana pendamping untuk memenuhi kebutuhan pasien dan pendamping selama berobat di luar negeri, katanya.

“Kalau dana kesehatan ini kita kelola sendiri, maka jika suatu saat terjadi krisis keuangan seperti yang terjadi selama ini, maka Aceh tidak akan terdampak. Karena kita sudah memiliki lembaga resmi yang mengurus layanan kesehatan masyarakat Aceh secara mandiri,” katanya menegaskan.

Untuk itu, DPRA pada awal tahun 2021 mendatang akan memanggil Pemerintah Aceh bersama BPJS Kesehatan untuk membicarakan persoalan tersebut.

Karena menurutnya, sesuai dengan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006 dengan jelas disebutkan, apabila ada penggunaan uang diatas Rp2 miliar maka harus ada persetujuan DPRA untuk melakukan kerjasama atau pengelolaannya.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Aceh Hanif yang dikonfirmasi terpisah mengatakan pihaknya belum mengetahui rencana DPR Aceh untuk mendorong adanya pembentukan Badan Pengelola Jaminan Kesehatan Aceh (BPJKA) pada tahun 2021.

“Saya belum tahu, masih menunggu kebijakan gubernur,” kata Hanif singkat.
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan pastikan pelayanan kesehatan maksimal di Aceh