Batam (ANTARA) - Air sedang surut sore itu. Pemandangan laut berganti dengan tanah lumpur yang membentang dari ujung pantai di Mentarau, Kota Batam, hingga ke daratan Singapura.

Pemandangan sore itu membuat seakan-akan jarak antardua negara semakin dekat. Rasanya bisa berjalan kaki dari Batam ke Singapura.

Dulu, warga Batam bisa saja memutuskan untuk sekedar makan Yong Tau Fu di restoran favorit di Singapura, dan kembali ke rumah untuk makan malam.

Tapi kini, jarak yang sempit itu seakan beratus-ratus mil jauhnya. Perbatasan ditutup akibat COVID-19. Pelayaran menuju Negara Singa dari Batam masih ada, namun hanya untuk orang-orang tertentu dengan tujuan perjalanan terbatas.

Baca juga: Warga Batam positif COVID-19 tambah 13 jadi 4.879 kasus

Mimpi buruk

Sebagai kota perbatasan yang berhadapan dengan Singapura dan Malaysia, Batam selalu bersiap atas berbagai perubahan di dunia internasional.

Batam lebih bersigap mengantisipasi apa pun yang berkembang di Singapura dan dunia global, dibanding daerah lain di Indonesia.

Bagaimana tidak, Batam dan kabupaten kota lain di Kepulauan Riau adalah penyumbang angka kunjungan wisman ke Indonesia.Setiap bulannya, pada masa-masa normal, sekitar 300.000 pelancong dari berbagai negara datang ke Batam, sebagian besar melalui Singapura, dan sedikit lainnya dari Malaysia.

Batam memiliki setidaknya lima pelabuhan internasional sebagai pintu masuk wisman. Karenanya Batam lebih sensitif dengan isu-isu internasional, termasuk peredaran virus.

Jauh sebelum SARS-CoV-2 melanda dunia, pelabuhan-pelabuhan Batam sudah dipersiapkan menghadapi segala ancaman virus. Mesin thermal scanner terpasang untuk mengetahui suhu tubuh para pendatang, sebagai indikator awal seseorang menderita penyakit.

Pertengahan Januari 2020, pintu masuk di pelabuhan-pelabuhan diperketat. Meski saat itu, belum ada kasus COVID-19 di Indonesia.

"Semua thermal scanner di semua pelabuhan diaktifkan. Itu sudah kami lakukan sejak sepekan lalu," kata Kepala Dinas Kesehatan Kepri Tjetjep Yudiana, Sabtu (19/1).

Pihaknya juga menyiapkan ruang isolasi di rumah sakit, sebagai langkah antisipatif.

"Ini penting sekali di Kepri, karena Kepri adalah wilayah perbatasan, paling dekat dengan Singapura," kata dia.

Waktu itu, informasi mengenai COVID-19 masih sangat terbatas. Berita-berita bohong bertebaran, membuat ketakutan dan kepanikan masyarakat.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmarjadi langsung memberikan pemahaman tentang virus kepada petugas medis di puskesmas, agar dapat memberikan penjelasan yang benar kepada masyarakat.

Menurut dia, pemahaman yang benar mengenai virus harus dikuasai petugas kesehatan agar tidak salah saat menanganinya.

"Soal virus corona ini langsung saya informasikan ke kepala-kepala Puskesmas. Supaya pahami gejala dan penanganan awalnya," kata dia, 24 Januari 2020.

Penerbangan langsung Batam ke kota-kota di China pun dihentikan pada akhir Januari 2020. Padahal sebelumnya, dalam sepekan terdapat tiga penerbangan dari dan ke Negeri Tirai Bambu. Perusahaan perjalanan yang sengaja menyewa pesawat untuk mendatangkan para turis.

Di akhir bulan itu pula, sejumlah warga menjadi terduga COVID-19. Namun, kemudian berdasarkan tes usap, dinyatakan negatif terpapar SARS-CoV-2.

Baca juga: Total 4.321 warga Batam sembuh dari COVID-19
Sejumlah WNI dari Wuhan menuju pesawat yang akan membawa mereka ke Natuna, saat transit di Bandara Hang Nadim Batam, Februari 2020. (ANTARA/Naim)


WNI Wuhan

Sementara di Jakarta, pemerintah memutuskan untuk memulangkan sekitar 200 orang WNI dari Wuhan China. Sebelum kembali ke daerah masing-masing mereka harus menjalani karantina, agar tidak menularkan virus ke kampung halamannya.

Maka dipilihlah Bandara Internasional Hang Nadim di Batam sebagai lokasi transit.

Pemerintah pusat bergerak dengan cepat dan relatif senyap. Saat gonjang-ganjing penolakan warga atas isu Batam sebagai lokasi karantina WNI dari Wuhan, ternyata pemerintah telah menyiapkan lokasi yang lebih aman dan jauh, yaitu di Natuna, masih di Provinsi Kepulauan Riau.

Maka, pada Ahad (2/2), pesawat Batik Air yang membawa sekitar 200 orang WNI mendarat di Bandara Hang Nadim Batam.

Usai pemeriksaan suhu tubuh dan penyemprotan disinfektan, seluruh WNI langsung berpindah ke tiga pesawat lainnya yang disiapkan TNI AU, menuju Lanud Raden Sadjad Ranai, Natuna.

Selama 14 hari, WNI yang umumnya mahasiswa itu menjalani observasi dan karantina di lingkungan Lanud Raden Sadjad. Dan sepanjang itu juga, seluruhnya dinyatakan sehat dan siap kembali ke daerah masing-masing.

Meski awalnya sempat menentang, namun, keberangkatan 200-an WNI itu dilepas dengan suka cita, dan haru biru oleh masyarakat Penagi, Natuna.

Puluhan warga malah melepas langsung penerbangan di sekitar Lanud Raden Sadjad.

"Ini pengalaman bagi kami. Nama Natuna jadi dikenal banyak orang," kata warga Kota Tua Penagi, Lia, pada 15 Februari 2020.

Baca juga: 4.855 warga Batam positif COVID-19
Proses pembangunan RSKI COVID-19 Pulau Galang. (ANTARA/Naim)


RSKI Galang

Maret 2020 masih mencatatkan dukungan Batam, Natuna, dan kabupaten kota lain di Kepri demi kesehatan dan keselamatan Indonesia.

Pemerintah memutuskan untuk membangun rumah sakit khusus yang ditujukan sebagai lokasi observasi, karantina, dan isolasi bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Dari berbagai usulan lokasi pembangunan rumah sakit, pemerintah menyetujui ide mendirikannya di Pulau Galang di Kota Batam.

Pulau Galang merupakan pulau penyangga di Kota Batam, yang terhubung dengan enam jembatan. Jadi untuk mencapai pulau itu tidak dibutuhkan perjalanan laut dari Batam.

Daerah terpencil, namun mudah dijangkau. Apalagi Bandara Hang Nadim Batam memiliki dukungan infrastruktur lengkap.

Terlebih lagi, meskipun pulau penyangga, namun di sana sudah terdapat infrastruktur relatif lengkap, karena pernah menjadi lokasi kamp pengungsi Vietnam.

Paket keunggulan komplit itu yang membuat pemerintah menetapkan membangun rumah sakit di Pulau Galang.

Awalnya masyarakat sekitar menolak, karena khawatir tertular COVID-19. Namun dengan penjelasan dan pendekatan yang baik, masyarakat pun menerima keputusan yang serba cepat itu.

Sekitar satu bulan kemudian, pada 6 April 2020, RSKI COVID-19 Pulau Galang resmi beroperasi.

Peresmian dilakukan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (kala itu) Laksamana Madya TNI Yudho Margono. Saat itu, RS diprioritaskan untuk merawat pekerja migran yang kembali ke Indonesia.

Baca juga: 125 orang sembuh, satu kecamatan di Batam jadi zona merah muda
Warga Batam menjalani pemeriksaan tes cepat COVID-19, beberapa waktu lalu. (Naim)


Kondisi Batam
​​​​​​​

Sementara itu, di luar gonjang-ganjing pemulangan WNI Wuhan dan pendirian RSKI Galang, Pemerintah Kota setempat terus melakukan antisipasi penyebaran COVID-19 berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan Pemerintah Singapura.

Setiap ada kabar WN Singapura positif COVID-19 yang baru pulang dari Singapura, pemerintah langsung melakukan penelusuran ke daerah dan warga yang melakukan kontak selama di kota kepulauan.

Pada 16 Oktober 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Batam Kepulauan Riau memutuskan untuk meniadakan aktivitas massal, selama 14 hari, termasuk kegiatan belajar-mengajar di sekolah.

Pemerintah Kota Batam, waktu itu, membuat keputusan menyiapkan dana sekitar Rp4 miliar untuk digunakan dalam penanganan pencegahan penularan COVID-19.

Dana itu, diambil dari posting anggaran tidak terduga, kata Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad.

Pada 20 Februari 2020, Gugus Tugas mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Batam. Pemerintah langsung melakukan penelusuran terhadap kontak erat pasien yang baru saja dari perjalanan luar kota.

Pemerintah membuat pemetaan dengan rinci, demi memutus mata rantai penularan COVID-19.

Demi memastikan masyarakat tidak terdampak secara ekonomi, pemerintah kota, bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas membagi-bagikan sembako.

Tidak hanya pemerintah, organisasi masyarakat pun berlomba-lomba mengumpulkan donasi untuk masyarakat terdampak COVID-19.

Bantuan juga datang bertubi-tubi dari Singapura, baik pemerintahnya, maupun yayasan Temasek Singapura dan perkumpulan warga Singapura di Batam juga turut memberikan bantuan.

Bantuan yang diberikan di antaranya alat pelindung diri, perlengkapan dan peralatan medis di rumah sakit, masker, dan cairan pembersih tangan.

Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Batam bergegas, berupaya menghentikan penyebaran COVID-19, termasuk yang terjadi di lingkungan kawasan industri, bekerja sama dengan pengusaha.

Hingga kini, 27 Desember 2020, Satuan Tugas COVID-19 Batam telah melakukan pemeriksaan 20.953 tes usap PCR, sebanyak 15.985 di antaranya negatif, 4.892 positif, dan 76 masih dalam proses.

Satuan Tugas juga mencatat, dari total 4.892 yang positif, sebanyak 2.515 di antaranya konfirmasi bergejala, 1.468 konfirmasi tanpa gejala, dan 909 lainnya konfirmasi dengan pasien terpapar lainnya.

Masih dalam catatan Satuan Tugas, hingga Ahad (27/12) 130 orang meninggal dan 402 orang lainnya dalam perawatan.*

Baca juga: 4.741 warga Batam positif COVID-19