Duo Etnicholic UB Malang sabet penghargaan di Italia
25 Desember 2020 18:09 WIB
Duo Etnicholic Universitas Brawijaya (UB), Redy Eko Prastyo (pemain dawai cempluk, vocal) dan Anggar Syaf'iah Gusti ( lead vocal) menyabet penghargaan Sopravista International Festivals di Italia. (FOTO ANTARA/HO-UB/End)
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Duo Etnicholic Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, yang membawakan lagu Hijau Lestari dan instrumen Dawai Cempluk menyabet penghargaan Sopravista International Festivals yang diumumkan di Italia pada 23 Desember lalu.
Duo Etnicholic ini digawangi oleh Redy Eko Prastyo (pemain dawai cempluk, vocal) dan Anggar Syaf'iah Gusti ( lead vocal).
"Awalnya, kami pada 7 November 2020 mengunggah video klip dengan lagu berjudul Hijau Lestari dalam program di Youtube iRL Gigs, sebuah kanal yang berisi karya musik 'non-mainstream' dari Malang," kata Redy Eko Prasetyo di Malang, Jumat.
Duo Etnicholic ini merupakan group dengan formasi baru, yang sebetulnya formasi besarnya bernama etnicholic project.
Redy yang juga manager UB Radio ini sekaligus pimpinan etnicholic ini menggagas duo ini untuk kebutuhan program IRL Gigs.
Kemudian Redy mengajak Anggar, salah satu vokalis dari etnicholic project. Pada latihan awal mereka melakukan "braind storming" bersama menyusun karya dengan model jam session.
Anggar yang merupakan guru kesenian di SMA BSS Universitas Brawijaya ini bertugas membuat lagu dan lirik agar bisa masuk ke telinga para milineal.
"Kami juga getol menyemangati para pegiat kampung di Tanah Air, karena domisili kami juga berada di sebuah kampung lingkar kampus, yaitu Kampung Cempluk. Di situ keinginan kami untuk mengangkat entitas instrument musik berbasis kampung, bukan berbasis suku atau etnis," kata Redy.
Kebetulan, katanya, di Kampung Cempluk ada seorang warga, yakni Budi Ayin yang dalam satu tahun terakhir ini bersama-sama membuat sebuah instrumen musik berbasis dawai, yakni Dawai Cempluk.
Dalam membuat instrumen ini dia banyak belajar dari Youtube. "Jadi otodidak dengan peralatan sederhana, di antaranya badik, gergaji, palu, dan alat cokel, tidak ada peralatan modern, semua buatan tangan secara manual," katanya.
Sekitar 30-an instrumen Dawai Cempluk yang sudah dibuat dengan berbagai macam bentuk, bahkan pada 28 Desember 2020 sampai 1 januari 2021,
Budi Ayin akan mengikuti Pasar Seni di Dewan Kesenian Malang (DKM) dan instrumentasinya akan dipamerkan di ajang tersebut serta menerima pesanan jika ada yang tertarik.
Redy sebagai "creator music" dan "music composer" sangat jeli melihat potensi warga kampung. Ia punya misi bagaimana instrumen ini menjadi sebuah entitas/asset dari potensi kampung yang berbasis kreatif.
Salah satunya dangan memainkan dawai-dawai Cempluk ini di setiap karyanya dan sudah mulai enggan memainkan instrumen tradis.
Dawai Cempluk kemudian dimainkan dalam komposisi duo etnicholic dan pada November akhir dari video iRL Gigs ini diikutkan dalam sebuah ajang festival internasional, yaitu Sopravista International Festivals di Italia. Karya tersebut dimasukkan ke panitia di Italia.
"Pada awal-awal di 'submit', kami tidak punya ekspetasi besar untuk masuk nominasi, apalagi menang dalam nominasi yang dipilih, yaitu dalam vokal solo dan instrument. Dilihat dari website https://www.sopravista.com/ ternyata banyak pesertanya dengan ragam nominasi yang dipilih dan dari beberapa negara," katanya.
Pada tanggal 23 Desember 2020, lanjutnya, seorang kawan yang juga orang Italia mengirim pesan dan mengirim tangkapan layar pengumuman kalau Duo Etnicholic menang dalam ajang tersebut sebagai 1 Defree Lateate Nominasi Mixed Vocal dan Instrumen.
Dari perjalanan ini, Redy dan Anggar mendapat kesempatan untuk datang ke Italia mengikuti ajang tersebut tahun 2021 sekaligus memromosikan instrumen musik berbasis kampung, yaitu dawai.
Baca juga: PSLD Universitas Brawijaya raih penghargaan internasional Zero Project
Baca juga: Tim peneliti UB Malang ciptakan aplikasi "Bromo Siaga"
Baca juga: Pengaman mobil rental bawa mahasiswa UB Malang raih medali di Thailand
Baca juga: Mahasiswa UB ciptakan plastik berbahan kulit pisang
Duo Etnicholic ini digawangi oleh Redy Eko Prastyo (pemain dawai cempluk, vocal) dan Anggar Syaf'iah Gusti ( lead vocal).
"Awalnya, kami pada 7 November 2020 mengunggah video klip dengan lagu berjudul Hijau Lestari dalam program di Youtube iRL Gigs, sebuah kanal yang berisi karya musik 'non-mainstream' dari Malang," kata Redy Eko Prasetyo di Malang, Jumat.
Duo Etnicholic ini merupakan group dengan formasi baru, yang sebetulnya formasi besarnya bernama etnicholic project.
Redy yang juga manager UB Radio ini sekaligus pimpinan etnicholic ini menggagas duo ini untuk kebutuhan program IRL Gigs.
Kemudian Redy mengajak Anggar, salah satu vokalis dari etnicholic project. Pada latihan awal mereka melakukan "braind storming" bersama menyusun karya dengan model jam session.
Anggar yang merupakan guru kesenian di SMA BSS Universitas Brawijaya ini bertugas membuat lagu dan lirik agar bisa masuk ke telinga para milineal.
"Kami juga getol menyemangati para pegiat kampung di Tanah Air, karena domisili kami juga berada di sebuah kampung lingkar kampus, yaitu Kampung Cempluk. Di situ keinginan kami untuk mengangkat entitas instrument musik berbasis kampung, bukan berbasis suku atau etnis," kata Redy.
Kebetulan, katanya, di Kampung Cempluk ada seorang warga, yakni Budi Ayin yang dalam satu tahun terakhir ini bersama-sama membuat sebuah instrumen musik berbasis dawai, yakni Dawai Cempluk.
Dalam membuat instrumen ini dia banyak belajar dari Youtube. "Jadi otodidak dengan peralatan sederhana, di antaranya badik, gergaji, palu, dan alat cokel, tidak ada peralatan modern, semua buatan tangan secara manual," katanya.
Sekitar 30-an instrumen Dawai Cempluk yang sudah dibuat dengan berbagai macam bentuk, bahkan pada 28 Desember 2020 sampai 1 januari 2021,
Budi Ayin akan mengikuti Pasar Seni di Dewan Kesenian Malang (DKM) dan instrumentasinya akan dipamerkan di ajang tersebut serta menerima pesanan jika ada yang tertarik.
Redy sebagai "creator music" dan "music composer" sangat jeli melihat potensi warga kampung. Ia punya misi bagaimana instrumen ini menjadi sebuah entitas/asset dari potensi kampung yang berbasis kreatif.
Salah satunya dangan memainkan dawai-dawai Cempluk ini di setiap karyanya dan sudah mulai enggan memainkan instrumen tradis.
Dawai Cempluk kemudian dimainkan dalam komposisi duo etnicholic dan pada November akhir dari video iRL Gigs ini diikutkan dalam sebuah ajang festival internasional, yaitu Sopravista International Festivals di Italia. Karya tersebut dimasukkan ke panitia di Italia.
"Pada awal-awal di 'submit', kami tidak punya ekspetasi besar untuk masuk nominasi, apalagi menang dalam nominasi yang dipilih, yaitu dalam vokal solo dan instrument. Dilihat dari website https://www.sopravista.com/ ternyata banyak pesertanya dengan ragam nominasi yang dipilih dan dari beberapa negara," katanya.
Pada tanggal 23 Desember 2020, lanjutnya, seorang kawan yang juga orang Italia mengirim pesan dan mengirim tangkapan layar pengumuman kalau Duo Etnicholic menang dalam ajang tersebut sebagai 1 Defree Lateate Nominasi Mixed Vocal dan Instrumen.
Dari perjalanan ini, Redy dan Anggar mendapat kesempatan untuk datang ke Italia mengikuti ajang tersebut tahun 2021 sekaligus memromosikan instrumen musik berbasis kampung, yaitu dawai.
Baca juga: PSLD Universitas Brawijaya raih penghargaan internasional Zero Project
Baca juga: Tim peneliti UB Malang ciptakan aplikasi "Bromo Siaga"
Baca juga: Pengaman mobil rental bawa mahasiswa UB Malang raih medali di Thailand
Baca juga: Mahasiswa UB ciptakan plastik berbahan kulit pisang
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020
Tags: