Kinerja industri oleokimia diprediksi meningkat pada 2021
23 Desember 2020 09:39 WIB
Sinar Mas Cepsa Bangun Pabrik Oleokimia Sejumlah karyawan mengontrol kilang baru di lokasi pabrik alkohol lemak berbasis nabati milik PT. Energi Sejahtera Mas di Kawasan Berikat Lubuk Gaung kota Dumai, Dumai, Riau, Kamis (14/9/2017). PT. Energi Sejahtera Mas anak perusahaan Sinar Mas Cespa membangun pabrik oleokimia pertama di Indonesia yang akan memproduksi alkohol lemak berbasis nabati. Pabrik senilai Rp4,77 triliun itu produksinya untuk memenuhi pangsa pasar Asia, Eropa Timur dan Eropa Barat. (ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid)
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) memprediksi kinerja industri oleokimia dalam negeri akan semakin meningkat pada 2021seiring dengan dukungan pemerintah melalui serangkaian kebijakan yang dirasakan manfaatnya pada 2020.
Menurut Ketua Umum APOLIN Rapolo Hutabarat industri oleokimia Indonesia sepanjang 2020 tumbuh dengan positif, sejalan dengan kebijakan pemerintah yang sangat responsif pada Maret lalu melalui Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) setelah ada pandemi Covid-19.
"Dengan adanya IOMKI tersebut maka pasokan bahan baku, proses produksi, logistik dan pengiriman ke pasar ekspor dan pasar di dalam negeri berjalan dengan lancar," katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Kemenko Perekonomian: RI perlu bangun simpati pasar global soal sawit
Di pasar domestik, tahun ini konsumsi produk oleokimia sekitar 150 ribu ton per bulan, sehingga sepanjang 2020 berkisar 1,8 juta-2 juta ton.
Tren positif juga terlihat dalam perdagangan ekspor oleokimia Indonesia sepanjang 2020 yang mana dari Januari-November mencapai 3,5 juta ton, senilai 2,4 miliar dolar AS.
Capaian ini lebih tinggi dibandingkan periode sama 2019 masing-masing volume ekspor 3 juta ton dengan nilai 1,9 miliar dolar AS.
“Hingga akhir tahun 2020, volume ekspor diproyeksikan sebesar 3,87 juta ton. Sementara nilai ekspornya sebesar 2,6 miliar dolar,” jelas Rapolo.
Baca juga: Aprobi: PMK 191/2020 perkuat program hilirisasi industri sawit
Sementara itu Apolin memproyeksikan ekspor oleokimia 2021 akan tumbuh berkisar 17-22 persen atau rata-rata 364 ribu - 379 ribu ton per bulan sehingga berada di kisaran 4,3 - 4,6 juta ton tahun depan.
Permintaan pasar domestik tahun depan diperkirakan tumbuh 10-12 persen atau sekitar 165-168 ribu ton per bulan.
"Permintaan global dan domestik tentu sangat dipengaruhi seberapa cepat pemulihan ekonomi di berbagai negara akibat pandemi Covid-19," ujar Rapolo.
Terkait kendala 2021 Rapolo menjelaskan industri oleokimia akan menghadapi sejumlah tantangan yang berkaitan seberapa cepat pemulihan ekonomi dari negara-negara tujuan ekspor utama produk oleokimia Indonesia, seperti India, Tiongkok, Eropa, Pakistan, dan lain-lain.
Kalau pemulihan ekonomi negara-negara utama tujuan ekspor tersebut dapat segera pulih, tambahnya, maka ada harapan yang positif atau permintaan produk oleokimia Indonesia akan tetap tumbuh positif.
"Untuk menghadapi tantangan tersebut, perlu bersinergi dengan pemangku kepentingan lain termasuk pemerintah," katanya.
Dukungan dari pemerintah terhadap sektor oleokimia dan industri hilir pada umumnya, lanjutnya sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja sektor ini tahun depan.
Selain itu pihaknya juga mengharapkan dukungan dari pemerintah berupa konsistensi regulasi baik dari sisi pungutan ekspor, tax holiday dan tax allowance serta harga gas industri 6 dolar AS per MMBTU di halaman industri.
"Konsistensi berbagai regulasi tersebut akan memberikan kepastian bagi investor untuk menanamkan modalnya di sektor hilir kelapa sawit di Indonesia," katanya.
Menurut Ketua Umum APOLIN Rapolo Hutabarat industri oleokimia Indonesia sepanjang 2020 tumbuh dengan positif, sejalan dengan kebijakan pemerintah yang sangat responsif pada Maret lalu melalui Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) setelah ada pandemi Covid-19.
"Dengan adanya IOMKI tersebut maka pasokan bahan baku, proses produksi, logistik dan pengiriman ke pasar ekspor dan pasar di dalam negeri berjalan dengan lancar," katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Kemenko Perekonomian: RI perlu bangun simpati pasar global soal sawit
Di pasar domestik, tahun ini konsumsi produk oleokimia sekitar 150 ribu ton per bulan, sehingga sepanjang 2020 berkisar 1,8 juta-2 juta ton.
Tren positif juga terlihat dalam perdagangan ekspor oleokimia Indonesia sepanjang 2020 yang mana dari Januari-November mencapai 3,5 juta ton, senilai 2,4 miliar dolar AS.
Capaian ini lebih tinggi dibandingkan periode sama 2019 masing-masing volume ekspor 3 juta ton dengan nilai 1,9 miliar dolar AS.
“Hingga akhir tahun 2020, volume ekspor diproyeksikan sebesar 3,87 juta ton. Sementara nilai ekspornya sebesar 2,6 miliar dolar,” jelas Rapolo.
Baca juga: Aprobi: PMK 191/2020 perkuat program hilirisasi industri sawit
Sementara itu Apolin memproyeksikan ekspor oleokimia 2021 akan tumbuh berkisar 17-22 persen atau rata-rata 364 ribu - 379 ribu ton per bulan sehingga berada di kisaran 4,3 - 4,6 juta ton tahun depan.
Permintaan pasar domestik tahun depan diperkirakan tumbuh 10-12 persen atau sekitar 165-168 ribu ton per bulan.
"Permintaan global dan domestik tentu sangat dipengaruhi seberapa cepat pemulihan ekonomi di berbagai negara akibat pandemi Covid-19," ujar Rapolo.
Terkait kendala 2021 Rapolo menjelaskan industri oleokimia akan menghadapi sejumlah tantangan yang berkaitan seberapa cepat pemulihan ekonomi dari negara-negara tujuan ekspor utama produk oleokimia Indonesia, seperti India, Tiongkok, Eropa, Pakistan, dan lain-lain.
Kalau pemulihan ekonomi negara-negara utama tujuan ekspor tersebut dapat segera pulih, tambahnya, maka ada harapan yang positif atau permintaan produk oleokimia Indonesia akan tetap tumbuh positif.
"Untuk menghadapi tantangan tersebut, perlu bersinergi dengan pemangku kepentingan lain termasuk pemerintah," katanya.
Dukungan dari pemerintah terhadap sektor oleokimia dan industri hilir pada umumnya, lanjutnya sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja sektor ini tahun depan.
Selain itu pihaknya juga mengharapkan dukungan dari pemerintah berupa konsistensi regulasi baik dari sisi pungutan ekspor, tax holiday dan tax allowance serta harga gas industri 6 dolar AS per MMBTU di halaman industri.
"Konsistensi berbagai regulasi tersebut akan memberikan kepastian bagi investor untuk menanamkan modalnya di sektor hilir kelapa sawit di Indonesia," katanya.
Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020
Tags: