Pengamat: Pemerintah perlu petakan ormas intoleran
21 Desember 2020 19:20 WIB
Ilustrasi - Pasukan Unit Kimia, Biologi, dan Radio Aktif (KBR) Brimob Mabes Polri melakukan penyisiran ketika terjadi serangan kimia saat simulasi penanganan ancaman bom dan serangan terorisme di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus, Jakarta, Rabu (16-12-2020). Simulasi tersebut dilakukan sebagai langkah antisipasi dan mitigasi jika kejadian sungguhan terjadi. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pras.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat terorisme Al Chaidar Abdurrahman Puteh menilai pemerintah perlu memetakan mana ormas yang intoleran dan berpotensi menyimpang dari konstitusi dan mana yang masih di jalur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Bahkan, pemerintah harus membuat daftar organisasi teroris dan juga daftar organisasi intoleran," kata Chaidar di Jakarta, Senin.
Apabila perlu, kata dia, bisa dibikin daftar organisasi fundamentalis dan juga organisasi radikal.
Selain itu, Chaidar juga menilai pemerintah perlu memperketat perizinan sebuah organisasi untuk mengantisipasi ormas intoleran.
Baca juga: Pengamat: Perpres perlu atur batas TNI tangani terorisme secara detail
Sementara itu, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi menilai pemerintah sangat perlu mengevaluasi ormas yang berbasis intoleran, termasuk yang belum terlembagakan dalam ormas.
"Bukan hanya ormas sebenarnya, melainkan pada tataran-tataran yang sifatnya tafsir-tafsir agama, kelompok-kelompok kajian, maupun juga gerakan-gerakan tersembunyi melalui lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga intelektual. Itu memang harus lebih dicermati, lebih cermat lagi oleh Pemerintah," ujar Islah.
Menurut dia, banyak sekali tafsir-tafsir agama yang bersifat eksklusivisme yang mengarah pada intoleran pada akhirnya, seperti mengharamkan musik dan menganggap semua transaksi keuangan di bank itu riba.
"Seperti inilah yang memang harus dikikis habis oleh Pemerintah, apalagi yang sudah jadi lembaga, menjadi entitas seperti ormas," katanya.
Menurut dia, hal itu harus ditelisik jauh lebih dalam lagi kalau memang sudah mengarah pada intoleran.
"Satu dua kali gerakan intoleransi, saya kira memang pemerintah harus membekukan izinnya paling tidak, atau memberikan surat peringatan," katanya.
Baca juga: Pengamat: Waspada ancaman perang siber 2021
Ia mengingatkan pada akhirnya suatu gerakan-gerakan ideologis yang bersifat kelembagaan semacam itu akan membahayakan.
Islah mencontohkan sejarah Revolusi Bolshevik di Rusia yang awalnya hanya beranggotakan enam orang. Namun, jumlah mereka menggelembung besar karena dibiarkan.
"Ini satu contoh saja, artinya memang Pemerintah tidak boleh diam terhadap ormas-ormas yang melembagakan dirinya, lalu menggunakan gerakan-gerakan yang katanya amar makruf tetapi dengan cara-cara yang munkar," katanya.
"Bahkan, pemerintah harus membuat daftar organisasi teroris dan juga daftar organisasi intoleran," kata Chaidar di Jakarta, Senin.
Apabila perlu, kata dia, bisa dibikin daftar organisasi fundamentalis dan juga organisasi radikal.
Selain itu, Chaidar juga menilai pemerintah perlu memperketat perizinan sebuah organisasi untuk mengantisipasi ormas intoleran.
Baca juga: Pengamat: Perpres perlu atur batas TNI tangani terorisme secara detail
Sementara itu, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi menilai pemerintah sangat perlu mengevaluasi ormas yang berbasis intoleran, termasuk yang belum terlembagakan dalam ormas.
"Bukan hanya ormas sebenarnya, melainkan pada tataran-tataran yang sifatnya tafsir-tafsir agama, kelompok-kelompok kajian, maupun juga gerakan-gerakan tersembunyi melalui lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga intelektual. Itu memang harus lebih dicermati, lebih cermat lagi oleh Pemerintah," ujar Islah.
Menurut dia, banyak sekali tafsir-tafsir agama yang bersifat eksklusivisme yang mengarah pada intoleran pada akhirnya, seperti mengharamkan musik dan menganggap semua transaksi keuangan di bank itu riba.
"Seperti inilah yang memang harus dikikis habis oleh Pemerintah, apalagi yang sudah jadi lembaga, menjadi entitas seperti ormas," katanya.
Menurut dia, hal itu harus ditelisik jauh lebih dalam lagi kalau memang sudah mengarah pada intoleran.
"Satu dua kali gerakan intoleransi, saya kira memang pemerintah harus membekukan izinnya paling tidak, atau memberikan surat peringatan," katanya.
Baca juga: Pengamat: Waspada ancaman perang siber 2021
Ia mengingatkan pada akhirnya suatu gerakan-gerakan ideologis yang bersifat kelembagaan semacam itu akan membahayakan.
Islah mencontohkan sejarah Revolusi Bolshevik di Rusia yang awalnya hanya beranggotakan enam orang. Namun, jumlah mereka menggelembung besar karena dibiarkan.
"Ini satu contoh saja, artinya memang Pemerintah tidak boleh diam terhadap ormas-ormas yang melembagakan dirinya, lalu menggunakan gerakan-gerakan yang katanya amar makruf tetapi dengan cara-cara yang munkar," katanya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: