Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan pengendalian pemanfaatan ruang diperlukan agar tercipta ketertiban dengan memastikan bahwa pemanfaatan ruang sejauh mungkin sesuai dengan rencana tata ruang.

Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian ATR/BPN Wisnubroto Sarosa di Jakarta, Senin mengungkapkan permasalahan tata ruang muncul karena ketersediaan lahan relatif tetap, sedangkan jumlah penduduk dan aktivitasnya terus bertambah.

"Dalam situasi mekanisme pasar yang sangat dominan sehingga pemilik kapital dapat sangat menentukan pembentukan pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang berfungsi sebagai garda pengawal kepentingan publik dan penjaga terciptanya keadilan sosial," ujarnya melalui keterangan tertulis.

Dikatakannya, ketidaksesuaian antara kondisi tata ruang saat ini dengan rencana tata ruangnya tidak selalu merupakan sebuah pelanggaran. Kemungkinan sebuah pola peruntukan ruang tidak sama dengan rencana tata ruangnya karena memang pola ruang tersebut belum terwujud sebagaimana yang direncanakan.

Wisnu mencontohkan bentuk pelanggaran dapat juga berupa pembangunan yang berada pada kawasan-kawasan yang dinyatakan mempunyai fungsi lindung atau secara ekologis dapat mengganggu keseimbangan lingkungan seperti vila-vila atau perumahan yang dibangun di kawasan hutan lindung, hutan konservasi atau kelerengan terjal.

"Pelanggaran semacam ini akan ditindaklanjuti oleh Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang dengan melakukan audit tata ruang dan meneliti mengapa pelanggaran tersebut terjadi, apakah bangunan tersebut memiliki izin atau tidak, dan kalau ada izin pejabat siapa yang mengeluarkan izin, dan seterusnya," katanya.

Terkait pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan-kawasan proyek strategis, Wisnu menyatakan pihaknya siap memberikan bantuan teknis kepada pemerintah daerah dalam penyusunan Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang (Insdal).

Instrumen tersebut, lanjutnya, disusun untuk kawasan-kawasan strategis yang diperkirakan akan cepat berkembang atau yang dikategorikan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), seperti kawasan di sekitar Pelabuhan Patimban di Subang, sekitar bandara (YIA di Kulon Progo, SHIA di Tangerang).

Kemudian Kawasan Ekonomi Khusus (KEK Bitung, Sei Mangke, Mandalika), gerbang-gerbang tol di pulau Jawa, serta sepanjang kabel transmisi saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET CWT di Jawa Tengah).

"Insdal juga disusun karena pertimbangan keseimbangan ekologis pada kawasan sekitar situ, danau, embung dan waduk (SDEW) yang ada di berbagai wilayah di Indonesia," katanya.

Selain itu, ujar Wisnu, pihaknya juga mengembangkan sebuah sistem informasi tentang peruntukan lahan atau zona-zona yang tertuang dalam rencana detail tata ruang yang sekaligus menyediakan saluran pengaduan bila terdapat ketidaksesuaian pemanfaatan ruang yang disebut Sistem Pantau dan Kontrol Penataan Ruang (Patrol Taru) yang dapat diunduh ke dalam smartphone.

"Melalui Patrol Taru ini diharapkan banyak masyarakat yang akan melihat rencana detail tata ruang terlebih dahulu sebelum melakukan pembangunan pada zona tertentu dengan cara yang mudah dan disesuaikan dengan yang diperuntukannya," katanya.

Sebaliknya, tambahnya, Patrol Taru dibuat agar masyarakat turut membantu melaporkan kepada pemerintah daerah setempat apabila pembangunan yang tidak sesuai dengan peruntukan atau persyaratan teknis di suatu zona tertentu.

Baca juga: Menteri Agraria sebut UU Cipta Kerja percepat penyusunan tata ruang
Baca juga: Perubahan Perda Tata Ruang Jakarta beri dampak positif bagi investor
Baca juga: IPB University usulkan tata ruang berbasis mitigasi bencana