Kemenko Perekonomian: RI perlu bangun simpati pasar global soal sawit
17 Desember 2020 14:38 WIB
Pekerja memanen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, di Petajen, Batanghari, Jambi, Jumat (11/12/2020). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/hp.
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Mahmud menyampaikan Indonesia perlu membangun simpati pasar global terkait tuduhan bersentimen negatif dari Uni Eropa (UE) terhadap kelapa sawit asal Indonesia.
"Kalau saya, bagaimana membangun semangat dari dalam ataupun membangun simpati dari pasar global bahwa kelapa sawit di Indonesia adalah kelapa sawit yang sudah dikelola secara berkelanjutan," katanya dalam seminar web bertajuk "Masa Depan Sawit Indonesia di Pasar Uni Eropa PascaCOVID-19" di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Oktober 2020, Gapki catat ekspor produk sawit naik 9,5 persen
Musdhalifah mengatakan terdapat 18 juta tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada kelapa sawit. Tumbuhan itu juga mampu merintis pembangunan-pembangunan ekonomi di wilayah-wilayah terpencil di Indonesia, yang secara perekonomian masih jauh tertinggal.
Menurut dia, masih banyak sekali daerah di Indonesia yang belum mendapat akses ekonomi, pendidikan, hingga kesehatan, sehingga perekonomiannya perlu diangkat, yang satunya dengan memberdayakan hasil dari kelapa sawit.
"Ini yang mungkin bagaimana membangun tagline agar dalam menggambarkan kelapa sawit kita bukan dengan sesuatu yang glamor ataupun eksklusif. Tapi, sesuatu yang betul-betul ini adalah kebutuhan negara kita untuk rakyat," ungkap Musdhalifah.
UE merupakan pasar penting dan stabil bagi ekspor sawit Indonesia sampai sekarang walau ada tren yang menurun.
Hingga Oktober 2020, pasar Uni Eropa menyerap 24 persen atau 1,40 miliar dolar AS dari total ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia.
Total ekspor minyak sawit mentah Indonesia hingga Oktober 2020 mencapai 5,85 miliar dolar AS.
Hal ini terlepas dari berbagai hambatan yang diterapkan oleh EU. Namun demikian adanya Renewable Energy Directive (RED) II, tuduhan subsidi, dan dumping telah memberikan dampak bagi ekspor biofuel sawit, walau dikompensasi dengan ekspor untuk keperluan pangan dan industri.
Tidak hanya produk minyak sawit mentah, Uni Eropa menjadi pasar bagi produk inti minyak kelapa sawit.
Uni Eropa juga menjadi pasar bagi produk sawit lainnya. Pra-2020, ekspor minyak inti kelapa sawit (crude oil of palm kernel) ke negara Uni Eropa memiliki kontribusi sebesar 33,9 persen dari total ekspor produk tersebut atau sebesar 72 juta dolar AS.
Baca juga: Menko Airlangga: Harga CPO bakal naik hingga 668 dolar/ton tahun depan
Baca juga: Menlu RI desak EU perlakukan minyak kelapa sawit secara adil
"Kalau saya, bagaimana membangun semangat dari dalam ataupun membangun simpati dari pasar global bahwa kelapa sawit di Indonesia adalah kelapa sawit yang sudah dikelola secara berkelanjutan," katanya dalam seminar web bertajuk "Masa Depan Sawit Indonesia di Pasar Uni Eropa PascaCOVID-19" di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Oktober 2020, Gapki catat ekspor produk sawit naik 9,5 persen
Musdhalifah mengatakan terdapat 18 juta tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada kelapa sawit. Tumbuhan itu juga mampu merintis pembangunan-pembangunan ekonomi di wilayah-wilayah terpencil di Indonesia, yang secara perekonomian masih jauh tertinggal.
Menurut dia, masih banyak sekali daerah di Indonesia yang belum mendapat akses ekonomi, pendidikan, hingga kesehatan, sehingga perekonomiannya perlu diangkat, yang satunya dengan memberdayakan hasil dari kelapa sawit.
"Ini yang mungkin bagaimana membangun tagline agar dalam menggambarkan kelapa sawit kita bukan dengan sesuatu yang glamor ataupun eksklusif. Tapi, sesuatu yang betul-betul ini adalah kebutuhan negara kita untuk rakyat," ungkap Musdhalifah.
UE merupakan pasar penting dan stabil bagi ekspor sawit Indonesia sampai sekarang walau ada tren yang menurun.
Hingga Oktober 2020, pasar Uni Eropa menyerap 24 persen atau 1,40 miliar dolar AS dari total ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia.
Total ekspor minyak sawit mentah Indonesia hingga Oktober 2020 mencapai 5,85 miliar dolar AS.
Hal ini terlepas dari berbagai hambatan yang diterapkan oleh EU. Namun demikian adanya Renewable Energy Directive (RED) II, tuduhan subsidi, dan dumping telah memberikan dampak bagi ekspor biofuel sawit, walau dikompensasi dengan ekspor untuk keperluan pangan dan industri.
Tidak hanya produk minyak sawit mentah, Uni Eropa menjadi pasar bagi produk inti minyak kelapa sawit.
Uni Eropa juga menjadi pasar bagi produk sawit lainnya. Pra-2020, ekspor minyak inti kelapa sawit (crude oil of palm kernel) ke negara Uni Eropa memiliki kontribusi sebesar 33,9 persen dari total ekspor produk tersebut atau sebesar 72 juta dolar AS.
Baca juga: Menko Airlangga: Harga CPO bakal naik hingga 668 dolar/ton tahun depan
Baca juga: Menlu RI desak EU perlakukan minyak kelapa sawit secara adil
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: