Jakarta (ANTARA) - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan penipuan internasional dengan modus business email compromise (BEC) dan berhasil menyita uang Rp141 miliar sebagai barang bukti kasus tersebut.

"Total kerugian yang ditimbulkan dari rangkaian kegiatan mereka adalah kurang lebih sebesar Rp276 miliar dan saat ini kami sita Rp141 miliar," kata Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan dalam kasus ini para tersangka mengirim email atau surel palsu terkait perubahan nomor rekening kepada perusahaan asal Belanda PT Mediphos Medical Supplier B.V (MMS) dengan mengaku sebagai perusahaan Korea atas nama SD Biosensor.

Surel tersebut berisi perubahan nomor rekening pembayaran peralatan rapid test COVID-19 yang dipesan oleh PT MMS sebesar Rp52,3 miliar.

Dalam menjalankan aksinya, tersangka Udeze Celestine Nnaemeka bin Udeze alias Emeka (napi WNA) meminta tersangka Hafiz melalui tersangka Herman untuk membuat dokumen dan rekening perusahaan fiktif bernama CV. SD Biosensor Inc Indonesia.

Dana hasil penipuan tersebut akhirnya ditarik oleh tersangka Belen Adhiwijaya alias Dani bekerja sama dengan tersangka Iren.

Tersangka Emeka merupakan narapidana yang ditahan di Rutan Serang atas kasus serupa dan menjalankan aksinya dengan melakukan koordinasi dari dalam penjara.

"Di dalam rutan, yang bersangkutan terus melakukan kejahatannya dengan bekerja sama dengan kelompoknya yang ada di Nigeria dan kelompok-kelompok baru di Indonesia," ungkap Sigit.

Atas kejahatan tersebut, Bareskrim Polri berhasil menangkap tersangka Hafiz dan Dani. Sementara Herman dan Iren masih buron.

"Tersangka atas nama Udeze alias Emeka dan tersangka lain berhasil diamankan," ujarnya.

Polri juga menyita barang bukti berupa dokumen perusahaan dan rekening fiktif perusahaan CV. SD Biosensor Inc sebagai penerima dana di Indonesia dan uang hasil kejahatan sejumlah Rp27 miliar.

"Kami bisa menyita dokumen perusahaan fiktif dari perusahaan tersebut dan uang hasil kejahatan sejumlah Rp27 miliar," ucap-nya.

Dari pengembangan kasus, ternyata kelompok ini sudah empat kali melakukan penipuan dengan modus serupa dengan para korban yang merupakan warga negara dari Argentina, Yunani, Italia, dan Jerman.

"Saudara Emeka dan Herman ini sudah beberapa kali melakukan kejahatan dengan modus yang sama," kata mantan Kadiv Propam Polri ini.

Dari kejahatan yang mereka lakukan, tercatat jumlah kerugian yang dialami WN Argentina sebesar Rp43 miliar, WN Yunani Rp113 miliar, WN Italia Rp58 miliar, dan WN Jerman Rp10 miliar.

"Tersangka memanfaatkan hasil kejahatan tersebut untuk membeli valas, aset-aset tanah, mobil, rumah dan lain-lain," tutur-nya.

Kasus penipuan dengan korban WN Argentina dan WN Yunani sudah divonis oleh pengadilan sementara kasus dengan korban WN Italia dalam proses penyidikan dan kasus dengan korban WN Jerman dalam proses penyelidikan.

Kasus ini bersama dengan kasus dengan korban WN Italia dan WN Jerman berkaitan dengan pembelian peralatan penanggulangan COVID-19.

"Kelompok ini memanfaatkan situasi ini dengan memanfaatkan celah-celah dimana negara-negara sedang mencari alat-alat terkait dengan masalah pencegahan COVID-19," katanya.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan dengan pasal 378 KUHP atau pasal 263 KUHP atau pasal 85 UU No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan atau pasal 45A ayat (1) jo pasal 28 ayat (1) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo pasal 55 KUHP atau pasal 56 KUHP dan pasal 3 dan atau pasal 4 dan atau pasal 5 dan atau pasal 6 dan atau pasal 10 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.