Jakarta (ANTARA) - Anggota MPR RI Kurniasih Mufidayati menilai seharusnya 1,2 juta vaksin COVID-19 siap pakai dari perusahaan asal China Sinovac, boleh diedarkan asal sudah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Ini harus benar-benar diperhatikan secara serius sebab pemerintah memang bertanggung jawab memastikan keselamatan dan kesehatan rakyat," kata Kurniasih Mufidayati dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Hal tersebut disampaikannya saat hadir secara virtual pada acara Diskusi Empat Pilar dengan tema "Menanti Sertifikasi Halal Vaksin COVID-19" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/12).

Kurniasih menjelaskan, EUA disepakati berdasarkan ketetapan yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hasil konsultasi dengan beberapa regulator obat dunia seperti FDA (Amerika Serikat) dan EMA (Eropa).

Menurut dia, EUA bisa dikeluarkan saat pandemi jika vaksin bisa memenuhi persyararatan terkait kelengkapan data seperti laporan menyeluruh uji klinik vaksin fase 1 dan 2, analisis interim fase 3, dan data efficacy (efektivitas) vaksin minimum 50 persen.

Baca juga: Ketua DPD minta atlet masuk prioritas vaksin COVID-19 setelah nakes

"Sedangkan sertifkasi halal dikeluarkan jika vaksin tersebut memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan MUI. Izin-izin tersebut sangat penting, sebab akan memberikan rasa aman serta nyaman kepada masyarakat sehingga diharapkan bisa meminimalisir keengganan dan ketakutan rakyat untuk divaksinasi," ujarnya.

Kurniasih menjelaskan Komisi IX DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada tanggal 10 Desember 2020, dihadiri Menteri Kesehatan, Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional, Kepala BPOM dan Dirut Bio Farma terkait vaksin COVID-19.

Menurut dia, dalam RDP tersebut muncul fakta bahwa semua perizinan baik itu EUA dan sertifikasi halal belum bisa dikeluarkan, sebab semuanya masih dalam proses.

"Itu artinya vaksin belum bisa atau belum boleh diedarkan di Indonesia. Sebagai Wakil Rakyat, kita prinsipnya menginginkan dan meminta kepada pemerintah untuk menuntaskan dulu semua proses tahap perizinan dan semua sertifikat-sertifikat yang harus dikeluarkan, utamakan keselamatan rakyat kami akan dukung sepenuhnya," katanya.

Politisi PKS itu juga menekankan, dalam proses pemenuhan semua perizinan tersebut agar transparan dan independen sehingga dirinya mengajak BPOM dan MUI untuk memahami keadaan darurat seperti ini rakyat sangat membutuhkan vaksin agar kehidupan mereka berjalan normal kembali.

Dalam diskusi tersebut, Ketua MUI Pusat Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan bahwa isu keamanan dan kehalalan adalah dua aspek yang memang menjadi komitmen pemerintah dalam upaya awal pencarian dan pengadaan vaksin COVID-19.

Komitmen itu menurut dia dimulai dari tanggal 27 Agustus dengan munculnya inisiasi dari pemerintah melalui Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin saat menerima pimpinan Bio Farma.

Baca juga: MPR: Jangan beri ruang spekulasi jual beli vaksin COVID-19

Saat itu menurut Asrorun, Wapres menjelaskan secara khusus mengenai pentingnya aspek kepatuhan syariah di samping aspek keamanan dari pengadaan vaksin.

"Hal itu, kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan tim teknis untuk percepatan sertifikasi halal vaksin terdiri dari Kementerian BUMN, Kemenkes, BPOM, MUI dan Bio Farma," katanya.

Dia menjelaskan, dalam perjalanannya, Sinovac secara formal mengajukan permohonan sertifikasi halal sehingga tim pun bergerak cepat dengan melakukan pemeriksaan semua dokumen.

"Setelah semua proses kelengkapan dokumen terpenuhi, maka pada tanggal 15 Oktober 2020, Tim LPPOM MUI, Tim Komisi Fatwa MUI, Tim Kementerian Kesehatan dan BPOM kemudian berangkat ke Tiongkok untuk kepentingan proses auditing lapangan untuk dua tujuan tadi yakni audit aspek keamanan dan juga tujuan aspek kehalalan," ujarnya.

Menurut dia, setelah melalui karantina mandiri selama dua pekan, tanggal 2-5 November audit kemudian dilaksanakan di Beijing dan tanggal 12 November kembali ke Jakarta lalu melakukan rapat internal untuk mengkaji temuan audit.

Dia menjelaskan, pada rapat tanggal 14 Desember dikeluarkan hasil audit yaitu masih ada dokumen penting yang harus disediakan Sinovac.

"Posisi terakhir, Tim Auditor masih menunggu dokumen tersebut untuk dilakukan kajian kembali. Pada intinya, MUI sampai detik ini tetap komit memberikan prioritasnya membahas aspek kehalalan vaksin COVID-19," katanya.

Baca juga: Masyarakat yang divaksin akan dikirim SMS dan wajib registrasi ulang