Indonesia berpeluang terima 110 juta dolar AS dari REDD+ di Kaltim
15 Desember 2020 17:29 WIB
Plt Kepala P3SEKPI Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Choirul Achmad menjelaskan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan plus (REDD+) Bank Dunia di Kalimantan Timur (Kaltim) melalui daring diakses di Jakarta, Selasa (15/12/2020). ANTARA/HO-Webinar KLHK/aa.
Jakarta (ANTARA) - Indonesia berpeluang menerima pembayaran berbasis hasil hingga 110 juta dolar AS atau sekitar Rp1,5 triliun dari program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan plus (REDD+) Bank Dunia di Kalimantan Timur (Kaltim).
Plt Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan perubahan Iklim (P3SEKPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Choirul Achmad dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa, mengatakan Indonesia siap mengimplementasikan program pembayaran berbasis kinerja hasil pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan melalui Program Forest Carbon Partnership Facilities-Carbon Fund (FCPF-CF) Bank Dunia.
Melalui program itu, Indonesia berpeluang menerima pembayaran berbasis hasil (Results Based Payment/RBP) hingga 110 juta dolar AS untuk mengurangi 22 juta ton emisi karbondioksida (CO2) di Provinsi Kalimantan Timur.
Kesiapan tahap implementasi itu merupakan tindak lanjut dari penandatangan dokumen Emission Reduction Payment Agreement m (ERPA) secara elektronik antara KLHK yang diwakili Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono dengan Country Director World Bank Wilayah Indonesia–Timor Leste Satu Kahkonen pada tanggal 27 November 2020.
Choirul mengatakan FCPF Readiness Grant telah berlangsung sangat panjang dan telah melalui proses perjalanan sejak 2011. Pada 2015, telah dipilih Provinsi Kaltim sebagai lokasi Pilot Project FCPF Carbon Fund dan sampai dengan 2020 telah melewati berbagai tahap pemenuhan persyaratan sangat ketat yang diminta oleh Bank Dunia.
Baca juga: Norwegia bayar Rp812,86 M ke Indonesia karena berhasil turunkan emisi
Baca juga: Tahap selanjutnya LoI Norwegia-Indonesia dibahas Menteri LHK
Kegiatan implementasi program penurunan emisi dilaksanakan dengan pendekatan nasional dan implementasi di tingkat sub-nasional (Provinsi Kalimantan Timur), sementara Sekretaris Jenderal KLHK berperan sebagai Program Entity atau Penanggung Jawab Program FCPF Carbon Fund.
“Telah banyak capaian dan kesiapan di tingkat Nasional dan di Provinsi Kaltim selama fase FCPF Readiness Fund untuk melaksanakan fase implementasi FCPF Carbon Fund 2020-2024. Capaian-capaian selama FCPF Readiness Grant dan fase implementasi FCPF Carbon Fund 2020-2024 berbasis yurisdiksi Provinsi Kaltim nantinya dapat dijadikan 'Role Model' bagi provinsi-provinsi lainnya di Indonesia dalam melaksanakan implementasi penurunan emisi dalam kerangka REDD+ dengan pendekatan di tingkat Nasional,” kata Choirul.
Selama fase FCPF Readiness Fund, Pemerintah Indonesia dalam hal ini KLHK dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menyerahkan dokumen Emission Reduction Program Document (ERPD) dan mendapatkan persetujuan pada Februari 2019. Selain itu, berbagai penyiapan perangkat REDD+ telah dilakukan di Provinsi Kaltim seperti MMR/Measurement, Monitoring and Reporting, safeguards dan benefit sharing mechanism, peningkatan kapasitas, penguatan kelembagaan serta penyiapan pengelolaan implementasi.
Penandatangan kesepakatan dokumen ERPA antara KLHK dan Bank Dunia menjadi milestones pencapaian fase persiapan. Pembayaran akan diterima secara bertahap sesuai target penurunan emisi yang berhasil dicapai.
Pada 2021, target penurunan emisi sebesar lima juta ton CO2 atau setara 25 juta dolar AS, tahun 2023 sebesar delapan juta ton CO2 atau setara 40 juta dolar AS, dan tahun 2025 sebesar sembilan juta ton CO2 atau setara 45 juta dolar AS, sehingga total mencapai 110 juta dolar AS.
Project Management Unit FCPF I Wayan Susi Dharmawan mengatakan keberhasilan itu perlu didukung dengan komitmen dan konsistensi baik pemerintah Provinsi Kaltim maupun pemerintah pusat yaitu KLHK yang mendampingi.
Kegiatan itu diharapkan dapat memberikan insentif atau benefit kepada para pelaksana di Kaltim yang dinilai berdasarkan agregasi prestasi atau kerjasama tim satu provinsi dari unsur pemerintah, masyarakat, swasta, akademisi dan mitra pembangunan.
“Capaian tanda tangan ERPA ini merupakan hasil dari peran semua pihak yang terlibat. Hal ini merupakan contoh nyata bahwa kalau kita mau mewujudkan pembangunan lingkungan yang sustainable, kita bisa melaksanakan jika bersama-sama,” kata Wayan.
Baca juga: Deforestasi turun, Indonesia terima 103,8 dolar juta dari GCF
Baca juga: Menteri LHK paparkan prestasi Indonesia dalam REDD+
Kepala Bagian Produksi Daerah Biro Perekonomian Setda Provinsi Kaltim Muhammad Arnains mengatakan bahwa pemerintah Provinsi Kaltim telah mempersiapkan kelembagaan untuk mengawal pelaksanaan program FCPF sampai 2025.
Provinsi Kaltim telah membentuk empat kelompok kerja (pokja) yang masing-masing akan bergerak sesuai tugas dan pelaksanaannya dipayungi oleh Gubernur dengan SK sehingga memiliki payung hukum.
Plt Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan perubahan Iklim (P3SEKPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Choirul Achmad dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa, mengatakan Indonesia siap mengimplementasikan program pembayaran berbasis kinerja hasil pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan melalui Program Forest Carbon Partnership Facilities-Carbon Fund (FCPF-CF) Bank Dunia.
Melalui program itu, Indonesia berpeluang menerima pembayaran berbasis hasil (Results Based Payment/RBP) hingga 110 juta dolar AS untuk mengurangi 22 juta ton emisi karbondioksida (CO2) di Provinsi Kalimantan Timur.
Kesiapan tahap implementasi itu merupakan tindak lanjut dari penandatangan dokumen Emission Reduction Payment Agreement m (ERPA) secara elektronik antara KLHK yang diwakili Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono dengan Country Director World Bank Wilayah Indonesia–Timor Leste Satu Kahkonen pada tanggal 27 November 2020.
Choirul mengatakan FCPF Readiness Grant telah berlangsung sangat panjang dan telah melalui proses perjalanan sejak 2011. Pada 2015, telah dipilih Provinsi Kaltim sebagai lokasi Pilot Project FCPF Carbon Fund dan sampai dengan 2020 telah melewati berbagai tahap pemenuhan persyaratan sangat ketat yang diminta oleh Bank Dunia.
Baca juga: Norwegia bayar Rp812,86 M ke Indonesia karena berhasil turunkan emisi
Baca juga: Tahap selanjutnya LoI Norwegia-Indonesia dibahas Menteri LHK
Kegiatan implementasi program penurunan emisi dilaksanakan dengan pendekatan nasional dan implementasi di tingkat sub-nasional (Provinsi Kalimantan Timur), sementara Sekretaris Jenderal KLHK berperan sebagai Program Entity atau Penanggung Jawab Program FCPF Carbon Fund.
“Telah banyak capaian dan kesiapan di tingkat Nasional dan di Provinsi Kaltim selama fase FCPF Readiness Fund untuk melaksanakan fase implementasi FCPF Carbon Fund 2020-2024. Capaian-capaian selama FCPF Readiness Grant dan fase implementasi FCPF Carbon Fund 2020-2024 berbasis yurisdiksi Provinsi Kaltim nantinya dapat dijadikan 'Role Model' bagi provinsi-provinsi lainnya di Indonesia dalam melaksanakan implementasi penurunan emisi dalam kerangka REDD+ dengan pendekatan di tingkat Nasional,” kata Choirul.
Selama fase FCPF Readiness Fund, Pemerintah Indonesia dalam hal ini KLHK dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menyerahkan dokumen Emission Reduction Program Document (ERPD) dan mendapatkan persetujuan pada Februari 2019. Selain itu, berbagai penyiapan perangkat REDD+ telah dilakukan di Provinsi Kaltim seperti MMR/Measurement, Monitoring and Reporting, safeguards dan benefit sharing mechanism, peningkatan kapasitas, penguatan kelembagaan serta penyiapan pengelolaan implementasi.
Penandatangan kesepakatan dokumen ERPA antara KLHK dan Bank Dunia menjadi milestones pencapaian fase persiapan. Pembayaran akan diterima secara bertahap sesuai target penurunan emisi yang berhasil dicapai.
Pada 2021, target penurunan emisi sebesar lima juta ton CO2 atau setara 25 juta dolar AS, tahun 2023 sebesar delapan juta ton CO2 atau setara 40 juta dolar AS, dan tahun 2025 sebesar sembilan juta ton CO2 atau setara 45 juta dolar AS, sehingga total mencapai 110 juta dolar AS.
Project Management Unit FCPF I Wayan Susi Dharmawan mengatakan keberhasilan itu perlu didukung dengan komitmen dan konsistensi baik pemerintah Provinsi Kaltim maupun pemerintah pusat yaitu KLHK yang mendampingi.
Kegiatan itu diharapkan dapat memberikan insentif atau benefit kepada para pelaksana di Kaltim yang dinilai berdasarkan agregasi prestasi atau kerjasama tim satu provinsi dari unsur pemerintah, masyarakat, swasta, akademisi dan mitra pembangunan.
“Capaian tanda tangan ERPA ini merupakan hasil dari peran semua pihak yang terlibat. Hal ini merupakan contoh nyata bahwa kalau kita mau mewujudkan pembangunan lingkungan yang sustainable, kita bisa melaksanakan jika bersama-sama,” kata Wayan.
Baca juga: Deforestasi turun, Indonesia terima 103,8 dolar juta dari GCF
Baca juga: Menteri LHK paparkan prestasi Indonesia dalam REDD+
Kepala Bagian Produksi Daerah Biro Perekonomian Setda Provinsi Kaltim Muhammad Arnains mengatakan bahwa pemerintah Provinsi Kaltim telah mempersiapkan kelembagaan untuk mengawal pelaksanaan program FCPF sampai 2025.
Provinsi Kaltim telah membentuk empat kelompok kerja (pokja) yang masing-masing akan bergerak sesuai tugas dan pelaksanaannya dipayungi oleh Gubernur dengan SK sehingga memiliki payung hukum.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020
Tags: