Komisi II DPRA: Segera lakukan reboisasi atasi kerusakan hutan
14 Desember 2020 17:46 WIB
Polisi melewati tumpukan kayu diduga hasil penebangan ilegal di kawasan Gunung Seulawah, Gampong Lamteuba, Aceh Besar, Sabtu (26/9/2020). ANCARA/M Haris SA.
Banda Aceh (ANTARA) - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mendesak Pemerintah Aceh melakukan reboisasi untuk mengatasi kerusakan hutan yang menyebabkan banjir di sejumlah daerah di provinsi tersebut beberapa waktu lalu.
"Banjir yang terjadi di Aceh Utara, Aceh Timur, maupun Aceh Tenggara, pekan lalu, merupakan dampak kerusakan hutan akibat penebangan yang tidak terkontrol," kata Anggota Komisi II DPRA Yahdi Hasan Banda Aceh, Senin.
Menurut Yahdi Hasan, reboisasi tersebut untuk mencegah terulangnya bencana banjir yang menimbulkan banyak kerugian masyarakat dan kerusakan fasilitas publik yang dibangun pemerintah.
Politisi Partai Aceh itu menambahkan kerusakan hutan menyebabkan sejumlah wilayah menjadi langganan banjir. Banjir di wilayah tersebut terjadi ketika hujan dengan intensitas tinggi.
Baca juga: 5.000 Ha hutan lindung di Nagan Raya rusak akibat tambang ilegal
Baca juga: 18 persen dari 3 juta ha hutan bakau di Indonesia rusak, sebut KLHK
"Bencana banjir memang tidak bisa ditolak, tetapi bisa dicegah. Pencegahannya dengan mereboisasi hutan. Kalau hutan terus dirusak, masyarakat Aceh akan terus menderita karena banjir," kata Yahdi Hasan.
Selain reboisasi, Yahdi Hasan juga mendesak pemerintah maupun pemerintah daerah serta penegak hukum menertibkan penebangan hutan ilegal. Penertiban untuk mencegah kerusakan hutan yang lebih parah lagi.
Menurut Yahdi Hasan, penebangan hutan ilegal telah menyebabkan tidak ada lagi kawasan penyangga air ketika hujan turun, sehingga terjadi banjir. Banjir menyebabkan kerusakan rumah penduduk, rumah ibadah, serta fasilitas publik yang dibangun pemerintah.
"Berapa banyak kerugian yang dialami masyarakat maupun pemerintah. Banjir seperti sudah menjadi langganan bagi sebagian masyarakat Aceh. Karena itu, butuh aksi menertibkan penebangan hutan ilegal," kata Yahdi Hasan.
Dia sudah menyampaikan permasalahan reboisasi dan penegakan hukum bagi perusak hutan kepada Gubernur Aceh maupun dinas terkait.
"Jika reboisasi dan penegakan hukum bagi pembalakan hutan tidak dilakukan, maka banjir akan selalu terjadi. Anggaran pemerintah akan habis hanya untuk membangun ulang fasilitas publik yang rusak akibat banjir," kata Yahdi Hasan.*
Baca juga: 200 Ribu Hektare Hutan Aceh Rusak
Baca juga: BNPB: Pengungsi banjir mesti dipisahkan guna cegah COVID-19
Baca juga: BPBA: Lima warga Aceh Utara meninggal dunia akibat banjir
"Banjir yang terjadi di Aceh Utara, Aceh Timur, maupun Aceh Tenggara, pekan lalu, merupakan dampak kerusakan hutan akibat penebangan yang tidak terkontrol," kata Anggota Komisi II DPRA Yahdi Hasan Banda Aceh, Senin.
Menurut Yahdi Hasan, reboisasi tersebut untuk mencegah terulangnya bencana banjir yang menimbulkan banyak kerugian masyarakat dan kerusakan fasilitas publik yang dibangun pemerintah.
Politisi Partai Aceh itu menambahkan kerusakan hutan menyebabkan sejumlah wilayah menjadi langganan banjir. Banjir di wilayah tersebut terjadi ketika hujan dengan intensitas tinggi.
Baca juga: 5.000 Ha hutan lindung di Nagan Raya rusak akibat tambang ilegal
Baca juga: 18 persen dari 3 juta ha hutan bakau di Indonesia rusak, sebut KLHK
"Bencana banjir memang tidak bisa ditolak, tetapi bisa dicegah. Pencegahannya dengan mereboisasi hutan. Kalau hutan terus dirusak, masyarakat Aceh akan terus menderita karena banjir," kata Yahdi Hasan.
Selain reboisasi, Yahdi Hasan juga mendesak pemerintah maupun pemerintah daerah serta penegak hukum menertibkan penebangan hutan ilegal. Penertiban untuk mencegah kerusakan hutan yang lebih parah lagi.
Menurut Yahdi Hasan, penebangan hutan ilegal telah menyebabkan tidak ada lagi kawasan penyangga air ketika hujan turun, sehingga terjadi banjir. Banjir menyebabkan kerusakan rumah penduduk, rumah ibadah, serta fasilitas publik yang dibangun pemerintah.
"Berapa banyak kerugian yang dialami masyarakat maupun pemerintah. Banjir seperti sudah menjadi langganan bagi sebagian masyarakat Aceh. Karena itu, butuh aksi menertibkan penebangan hutan ilegal," kata Yahdi Hasan.
Dia sudah menyampaikan permasalahan reboisasi dan penegakan hukum bagi perusak hutan kepada Gubernur Aceh maupun dinas terkait.
"Jika reboisasi dan penegakan hukum bagi pembalakan hutan tidak dilakukan, maka banjir akan selalu terjadi. Anggaran pemerintah akan habis hanya untuk membangun ulang fasilitas publik yang rusak akibat banjir," kata Yahdi Hasan.*
Baca juga: 200 Ribu Hektare Hutan Aceh Rusak
Baca juga: BNPB: Pengungsi banjir mesti dipisahkan guna cegah COVID-19
Baca juga: BPBA: Lima warga Aceh Utara meninggal dunia akibat banjir
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: