Artikel
Menyelamatkan tenaga medis
Oleh Sri Muryono
10 Desember 2020 22:00 WIB
Tenaga medis berjalan di depan Rumah Singgah Karantina COVID-19, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (12/11/2020). Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan melaporkan realisasi belanja kesehatan untuk insentif tenaga kesehatan mencapai Rp2,2 triliun dari total pagu anggaran sebesar Rp5,90 triliun dan telah disalurkan ke 325.665 tenaga kesehatan baik di daerah maupun di pusat. ANTARA FOTO/Fauzan/wsj. (ANTARA FOTO/FAUZAN)
Jakarta (ANTARA) - Virus corona tidak saja memakan korban dari masyarakat, tetapi juga tenaga medis yang merawat pasien-pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, setiap hari jumlah warga yang terpapar virus corona (COVID-19) terus bertambah. Jumlah tenaga medis yang menjadi korban juga bertambah.
Kasus baru konfirmasi positif COVID-19 di Indonesia berdasarkan data Kementerian Kesehatan yang dilaporkan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 pada Kamis hingga pukul 12.00 WIB sebanyak 6.033 kasus. Total sejak awal wabah di Indonesia pada 2 Maret 2020 menjadi 598.933 kasus.
Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19 yang diterima di Jakarta, pasien sembuh per hari ini bertambah 4.530 orang. Total pasien COVID-19 yang berhasil pulih menjadi 491.975 orang.
Sedangkan kasus pasien terkonfirmasi positif COVID-19 yang meninggal dunia hingga bertambah 165 jiwa menjadi total 18.336 kematian.
Pemerintah juga sedang mengawasi 66.463 orang yang dikategorikan sebagai suspek COVID-19 dan dipantau kondisi kesehatannya.
Jumlah tersebut didapatkan dari spesimen yang telah diperiksa bertambah 31.984 spesimen. Total 6.200.252 spesimen yang telah diperiksa.
Tenaga medis
Seperti itulah gambaran perkembangan wabah global tersebut di Indonesia.Terus bertambah pasien menambah beban berat tugas para tenaga medis.
Seperti terjadi di beberapa negara, tak sedikit tenaga medis yang akhirnya meninggal dunia. Mereka terdiri atas dokter ahli, dokter umum maupun perawat.
Baca juga: Wakil Ketua MPR prihatin jumlah dokter wafat karena COVID-19 meningkat
Menurut catatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sebanyak 342 petugas medis yang terdiri dari 192 dokter, 14 dokter gigi dan 136 perawat meninggal dalam tugas akibat terinfeksi COVID-19.
Data itu hingga 5 Desember 2020 dan dikhawatirkan terus bertambah.
Para dokter yang meninggal dunia tersebut terdiri atas 101 dokter umum (empat guru besar) dan 89 dokter spesialis (tujuh guru besar). Selain itu dua residen yang keseluruhannya berasal dari 24 IDI Wilayah (provinsi) dan 85 IDI Cabang (Kota/Kabupaten).
Bagi IDI, apapun informasi yang menyebut COVID-19 adalah hoaks atau hasil konspirasi, kenyataannya adalah virus ini benar-benar nyata dan telah memakan nyawa banyak orang dalam waktu yang cepat.
"Kami berharap jangan mengorbankan keselamatan orang lain dengan ketidakpercayaan tersebut," kata Perwakilan Divisi Advokasi dan Hubungan Eksternal Tim Mitigasi PB IDI, Dr Eka Mulyana.
Tingginya lonjakan pasien COVID-19 serta angka kematian tenaga medis dan tenaga kesehatan menjadi peringatan kepada semua untuk tetap waspada dan mematuhi protokol kesehatan (3M).
Dengan mengabaikan protokol kesehatan, maka tidak hanya mengorbankan keselamatan diri sendiri, namun juga keluarga dan orang terdekat termasuk orang di sekitar.
Waspada
Pandemi COVID-19 akan berlalu dengan kerja sama seluruh pihak.
Tim mitigasi PB IDI secara khusus juga mengingatkan kepada para teman sejawat tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk waspada.
Baca juga: IDI sebut 342 petugas medis gugur akibat terinfeksi COVID-19
Selain itu, juga tetap menjalankan SOP seperti dalam pedoman standar perlindungan dokter di saat melakukan pelayanan dan saat berada di keluarga dan komunitas.
Untuk menjaga dari potensi dan risiko terpapar virus dari Wuhan (China) tersebut, Anggota Tim Pedoman dan Protokol dari Tim Mitigasi PB IDI dr Weny Rinawati SpPK MARS mengingatkan para tenaga kesehatan agar tidak melepaskan kualitas APD yang dikenakan.
Saat ini standar APD yang wajib dikenakan oleh para tenaga kesehatan adalah tingkat (level) tertinggi sesuai dengan resiko tempat melakukan pelayanan.
IDI juga berharap agar pemerintah dan pengelola fasilitas kesehatan menyediakan APD yang layak bagi para tenaga kesehatan.
Bagi para tenaga kesehatan yang berpraktik secara pribadi sebaiknya tetap menggunakan APD sesuai potensi risiko dalam menangani pasien.
Menurut Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah, sekitar 75 persen perawat yang meninggal akibat COVID-19 umumnya bertugas di kamar rawat inap.
Kemungkinan perawat tertular dari pasien sebelum hasil usap (swab) pasien keluar dari lab (laboratorium) atau Orang Tanpa Gejala (OTG).
PPNI menyadari bahwa para tenaga kesehatan dari berbagai divisi sudah kewalahan menangani lonjakan pasien COVID-19 dan hasil "swab" yang harus diperiksa.
Diharapkan adanya dukungan pemerintah dan pengelola fasilitas kesehatan untuk meningkatkan kualitas perlengkapan pemeriksaan kesehatan.
Dengan demikian, bisa diperoleh hasil yang lebih cepat untuk mengurangi angka penularan di fasilitas kesehatan, termasuk pemeriksaan rutin untuk para tenaga kesehatan.
Dibentengi vaksin
Sejak virus tersebut masuk Indonesia, berbagai pihak terkait telah melakukan upaya agar tenaga medis benar-benar terlindungi dari terpapar.
Upaya itu dilakukan mengingat tak sedikit tenaga medis di negara yang menjadi korban.
Baca juga: IDI: Mohon masyarakat tidak perberat situasi COVID-19
Langkah awal yang dilakukan adalah penyediaan APD dalam jumlah memadai. Selanjutnya, standar kualitasnya terjamin aman untuk melindungi dari paparan virus.
Kini harapan untuk membentengi keselamatan dan kesehatan tenaga medis adalah penyediaan vaksin yang sedang dalam tahap uji klinis tahap tiga.
Jika sudah dinyatakan lolos uji klinis dan mulai diedarkan, maka tenaga medis menjadi prioritas.
Menurut Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir, ada tiga juta dosis vaksin COVID-19 yang disiapkan bagi tenaga kesehatan sebagai garda terdepan.
Hal itu sesuai rekomendasi dan kajian Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Vaksinasi untuk tahapan pertama akan diberikan kepada tenaga kesehatan risiko tinggi di tujuh provinsi di Pulau Jawa dan Bali. Kemudian akan diperluas ke tenaga kesehatan non-komorbid di provinsi lainnya.
Bio Farma akan mempersiapkan tiga juta dosis vaksin COVID-19 dari Sinovac (China) dalam bentuk "finish product" yang akan terbagi dalam dua kali pengiriman.
Baca juga: IDI yakin kemampuan BPOM awasi vaksin COVID-19
Untuk tahap awal dikirim sebanyak 1,2 juta dosis dalam bentuk kemasan dosis tunggal pada 6 Desember 2020. Vaksin dikirim langsung dari Beijing ke Jakarta dengan kargo Garuda Indonesia.
Proses pemindahan tujuh peti kemas berpendingin (envirotainer) pengangkut vaksin Sinovac kemasan "finish product" sebanyak 1,2 juta dosis dari Sinovac ke "warehouse" Bio Farma dilakukan pada Senin (7/12). Selanjutnya dilakukan serangkaian pengujian di Bio Farma.
Pemberian vaksin untuk tenaga kesehatan ini, tentu saja diberikan setelah izin penggunaan dalam keadaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
Tenaga kesehatan adalah garda terdepan dalam mengatasi pandemi COVID-19 ini. Itulah urgensi memberikan vaksin kepada para tenaga kesehatan yang berhadapan langsung dengan pasien COVID-19.
Sebagai penolong di garda terdepan dalam menghadapi pagebluk ini, maka tenaga kesehatan tentu harus sehat dengan benteng yang kuat dari risiko terpapar.
Tenaga medis yang tangguh akan menumbuhkan optimisme di masyarakat khususnya para penyintas.
Kalau mereka bertumbangan, siapa pula yang bakal menangani pasien?
Di Indonesia, setiap hari jumlah warga yang terpapar virus corona (COVID-19) terus bertambah. Jumlah tenaga medis yang menjadi korban juga bertambah.
Kasus baru konfirmasi positif COVID-19 di Indonesia berdasarkan data Kementerian Kesehatan yang dilaporkan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 pada Kamis hingga pukul 12.00 WIB sebanyak 6.033 kasus. Total sejak awal wabah di Indonesia pada 2 Maret 2020 menjadi 598.933 kasus.
Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19 yang diterima di Jakarta, pasien sembuh per hari ini bertambah 4.530 orang. Total pasien COVID-19 yang berhasil pulih menjadi 491.975 orang.
Sedangkan kasus pasien terkonfirmasi positif COVID-19 yang meninggal dunia hingga bertambah 165 jiwa menjadi total 18.336 kematian.
Pemerintah juga sedang mengawasi 66.463 orang yang dikategorikan sebagai suspek COVID-19 dan dipantau kondisi kesehatannya.
Jumlah tersebut didapatkan dari spesimen yang telah diperiksa bertambah 31.984 spesimen. Total 6.200.252 spesimen yang telah diperiksa.
Tenaga medis
Seperti itulah gambaran perkembangan wabah global tersebut di Indonesia.Terus bertambah pasien menambah beban berat tugas para tenaga medis.
Seperti terjadi di beberapa negara, tak sedikit tenaga medis yang akhirnya meninggal dunia. Mereka terdiri atas dokter ahli, dokter umum maupun perawat.
Baca juga: Wakil Ketua MPR prihatin jumlah dokter wafat karena COVID-19 meningkat
Menurut catatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sebanyak 342 petugas medis yang terdiri dari 192 dokter, 14 dokter gigi dan 136 perawat meninggal dalam tugas akibat terinfeksi COVID-19.
Data itu hingga 5 Desember 2020 dan dikhawatirkan terus bertambah.
Para dokter yang meninggal dunia tersebut terdiri atas 101 dokter umum (empat guru besar) dan 89 dokter spesialis (tujuh guru besar). Selain itu dua residen yang keseluruhannya berasal dari 24 IDI Wilayah (provinsi) dan 85 IDI Cabang (Kota/Kabupaten).
Bagi IDI, apapun informasi yang menyebut COVID-19 adalah hoaks atau hasil konspirasi, kenyataannya adalah virus ini benar-benar nyata dan telah memakan nyawa banyak orang dalam waktu yang cepat.
"Kami berharap jangan mengorbankan keselamatan orang lain dengan ketidakpercayaan tersebut," kata Perwakilan Divisi Advokasi dan Hubungan Eksternal Tim Mitigasi PB IDI, Dr Eka Mulyana.
Tingginya lonjakan pasien COVID-19 serta angka kematian tenaga medis dan tenaga kesehatan menjadi peringatan kepada semua untuk tetap waspada dan mematuhi protokol kesehatan (3M).
Dengan mengabaikan protokol kesehatan, maka tidak hanya mengorbankan keselamatan diri sendiri, namun juga keluarga dan orang terdekat termasuk orang di sekitar.
Waspada
Pandemi COVID-19 akan berlalu dengan kerja sama seluruh pihak.
Tim mitigasi PB IDI secara khusus juga mengingatkan kepada para teman sejawat tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk waspada.
Baca juga: IDI sebut 342 petugas medis gugur akibat terinfeksi COVID-19
Selain itu, juga tetap menjalankan SOP seperti dalam pedoman standar perlindungan dokter di saat melakukan pelayanan dan saat berada di keluarga dan komunitas.
Untuk menjaga dari potensi dan risiko terpapar virus dari Wuhan (China) tersebut, Anggota Tim Pedoman dan Protokol dari Tim Mitigasi PB IDI dr Weny Rinawati SpPK MARS mengingatkan para tenaga kesehatan agar tidak melepaskan kualitas APD yang dikenakan.
Saat ini standar APD yang wajib dikenakan oleh para tenaga kesehatan adalah tingkat (level) tertinggi sesuai dengan resiko tempat melakukan pelayanan.
IDI juga berharap agar pemerintah dan pengelola fasilitas kesehatan menyediakan APD yang layak bagi para tenaga kesehatan.
Bagi para tenaga kesehatan yang berpraktik secara pribadi sebaiknya tetap menggunakan APD sesuai potensi risiko dalam menangani pasien.
Menurut Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah, sekitar 75 persen perawat yang meninggal akibat COVID-19 umumnya bertugas di kamar rawat inap.
Kemungkinan perawat tertular dari pasien sebelum hasil usap (swab) pasien keluar dari lab (laboratorium) atau Orang Tanpa Gejala (OTG).
PPNI menyadari bahwa para tenaga kesehatan dari berbagai divisi sudah kewalahan menangani lonjakan pasien COVID-19 dan hasil "swab" yang harus diperiksa.
Diharapkan adanya dukungan pemerintah dan pengelola fasilitas kesehatan untuk meningkatkan kualitas perlengkapan pemeriksaan kesehatan.
Dengan demikian, bisa diperoleh hasil yang lebih cepat untuk mengurangi angka penularan di fasilitas kesehatan, termasuk pemeriksaan rutin untuk para tenaga kesehatan.
Dibentengi vaksin
Sejak virus tersebut masuk Indonesia, berbagai pihak terkait telah melakukan upaya agar tenaga medis benar-benar terlindungi dari terpapar.
Upaya itu dilakukan mengingat tak sedikit tenaga medis di negara yang menjadi korban.
Baca juga: IDI: Mohon masyarakat tidak perberat situasi COVID-19
Langkah awal yang dilakukan adalah penyediaan APD dalam jumlah memadai. Selanjutnya, standar kualitasnya terjamin aman untuk melindungi dari paparan virus.
Kini harapan untuk membentengi keselamatan dan kesehatan tenaga medis adalah penyediaan vaksin yang sedang dalam tahap uji klinis tahap tiga.
Jika sudah dinyatakan lolos uji klinis dan mulai diedarkan, maka tenaga medis menjadi prioritas.
Menurut Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir, ada tiga juta dosis vaksin COVID-19 yang disiapkan bagi tenaga kesehatan sebagai garda terdepan.
Hal itu sesuai rekomendasi dan kajian Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Vaksinasi untuk tahapan pertama akan diberikan kepada tenaga kesehatan risiko tinggi di tujuh provinsi di Pulau Jawa dan Bali. Kemudian akan diperluas ke tenaga kesehatan non-komorbid di provinsi lainnya.
Bio Farma akan mempersiapkan tiga juta dosis vaksin COVID-19 dari Sinovac (China) dalam bentuk "finish product" yang akan terbagi dalam dua kali pengiriman.
Baca juga: IDI yakin kemampuan BPOM awasi vaksin COVID-19
Untuk tahap awal dikirim sebanyak 1,2 juta dosis dalam bentuk kemasan dosis tunggal pada 6 Desember 2020. Vaksin dikirim langsung dari Beijing ke Jakarta dengan kargo Garuda Indonesia.
Proses pemindahan tujuh peti kemas berpendingin (envirotainer) pengangkut vaksin Sinovac kemasan "finish product" sebanyak 1,2 juta dosis dari Sinovac ke "warehouse" Bio Farma dilakukan pada Senin (7/12). Selanjutnya dilakukan serangkaian pengujian di Bio Farma.
Pemberian vaksin untuk tenaga kesehatan ini, tentu saja diberikan setelah izin penggunaan dalam keadaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
Tenaga kesehatan adalah garda terdepan dalam mengatasi pandemi COVID-19 ini. Itulah urgensi memberikan vaksin kepada para tenaga kesehatan yang berhadapan langsung dengan pasien COVID-19.
Sebagai penolong di garda terdepan dalam menghadapi pagebluk ini, maka tenaga kesehatan tentu harus sehat dengan benteng yang kuat dari risiko terpapar.
Tenaga medis yang tangguh akan menumbuhkan optimisme di masyarakat khususnya para penyintas.
Kalau mereka bertumbangan, siapa pula yang bakal menangani pasien?
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020
Tags: