Jakarta (ANTARA) - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendesak Polri untuk menangkap pengusaha Benny Simon Tabalujan dan mengusut tuntas perkara kasus dugaan mafia tanah yang menyeret tersangka yang kini masih buron tersebut.

"Harus diusut tuntas. Kementerian Agraria dan Tata Ruang bersama Polri sedang gencar memburu mafia tanah. Bahkan, ada target-target sengketa tanah yang diduga melibatkan mafia tanah," kata Sekjen KPA Dewi Sartika, dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu.

Direktur Utama PT Salve Veritate itu merupakan tersangka kasus sengketa tanah seluas 7,7 hektare di Cakung Barat, Jakarta Timur, yang kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Dewi berpandangan belum ada upaya serius dari polisi untuk menyelesaikan kasus sengketa tanah di Indonesia itu. Padahal, pada awal Desember 2020, Dewi bersama Kapolri Jenderal Idham Azis menghadap Presiden Joko Widodo untuk membahas masalah reforma agraria dan reforma konfliknya.

Baca juga: GLF bahas reforma agraria untuk keadilan sosial

KPA juga mendesak polisi bisa membuka modus terjadinya sengketa tanah yang dilakukan para mafia tanah itu karena dikhawatirkan mafia tanah tersebut bekerja secara terorganisir, bahkan ada yang diduga melibatkan aparat hukum.

"Kapolri harus tegas menindak sengketa pertanahan ini. Yang mengambil keuntungan dari kelompok tanah rakyat dan yang melakukan pemalsuan hak. Termasuk mafia tanah yang bekerja memperkara sengketa tanah itu," lanjut Dewi.

Dalam pencarian Benny Tabaljuan, Polri berencana mengeluarkan "red notice" atau pencarian tersangka di luar negeri karena berdasarkan informasi yang diperoleh kepolisian, Benny telah melarikan diri ke luar negeri.

Terkait hal ini, Dewi menyebut, langkah itu perlu dilakukan, sebab apabila Benny tertangkap maka polisi bisa membongkar praktik tindak pidana pertanahan tersebut.

"Apalagi kalau mendukung proses pengungkapan jaringan mafia tanah yang lebih besar lagi. Itu sangat tepat dilakukan," imbuh Dewi.

Diketahui, Polda Metro Jaya telah menerbitkan DPO dengan Nomor 171/VI/2020 atas nama Benny Simon Tabalujan. Selain DPO, kepolisian juga tengah melengkapi pengurusan "red notice" untuk diberikan kepada Interpol karena diduga Benny Tabalujan berada di Australia.

Baca juga: Global Land Forum upayakan selesaikan masalah pertanahan global

Sementara itu, pengacara Benny Tabalujan, Haris Azhar, membantah tudingan kliennya tak mau dihadirkan ke persidangan. Haris mengatakan Benny Tabalujan tak bisa pulang ke Indonesia karena Australia tidak mengizinkan orang keluar masuk negaranya di masa pandemi.

"Enggak bisa, karena Australia tidak izinkan orang masuk dan keluar. Bukan tidak mau," ujar Haris.

Kasus ini sendiri bermula ketika pelapor Abdul Halim hendak melakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di BPN Jakarta Timur.

Saat itu, Abdul Halim terkejut karena pihak BPN mengatakan ada 38 sertifikat di atas tanah milik Abdul Halim dengan nama PT. Salve Veritate yang diketahui milik Benny Simon Tabalujan dan rekannya, Achmad Djufri.

Baca juga: Konflik agraria paling banyak terjadi di Riau