"Indonesia adalah laboratorium pluralisme dan toleransi yang paling efektif di dunia karena merupakan negara dengan pendududuk muslim terbesar di dunia dan dengan berbagai agama dan madzhab keagamaan yang sangat lengkap. Semua bisa hidup berdampingan," kata Mahfud saat bertemu dengan Sekjen Rabithah Alam Islami atau World Moslem Leage (WML) Syech Abdul Karim Al Issa di kantornya, di Riyadh, Arab Saudi, Selasa (8/12), seperti dikutip dalam siaran persnya.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama satu setengah jam itu, ditegaskan oleh keduanya tentang perlunya penerapan wawasan moderasi Islam (Wasathiyah Islam) di kalangan kaum muslimin di seluruh dunia.
Baca juga: MPR: Sikap toleransi Wali Songo teladan penerapan nilai kebangsaan
Baca juga: Bicara kerukunan beragama, staf Kemenag Aceh diundang ke Papua Barat
Baca juga: Cendikiawan: Intoleransi muncul karena penegakan hukum tidak baik
Kaum muslimin diminta tidak terjebak ke dalam sikap ekstrimisme-radikal atau liberalisme, melainkan harus menjadi ummat jalan tengah yang menjadi agen perdamaian.
Menurut Mahfud, konsep Wasathiyyah Islam sangat cocok bagi umat Islam di Indonesia sebab di Indonesia banyak agama dan keyakinan yang dianut oleh umatnya.
Sementara itu, Sekjen Rabithah Alam Islami Abdul Karim Al-Issa menyatakan kebanggaannya kepada kaum muslimin Indonesia karena pengarusutamaannya pada wasathiyah Islam.
"Beberapa waktu yang lalu, saya berkunjung ke Indonesia, meresmikan Museum Sejarah Nabi Muhammad dan berceramah di berbagai tempat. Kaum muslimin di sana benar-benar mencerminkan kesadaran bahwa manusia itu diciptakan berbeda-beda tapi derajatnya sama dalam kehidupan bersama. Kaum muslimin Indonesia mengikuti Piagam Madinah yang dulu dibuat sendiri oleh Nabi Muhammad," kata Abdul Karim.
Menko Polhukam RI dan Sekjen Rabithah Alam Islami selanjutnya bersepakat untuk menjalin kerja sama dalam mendakwahkan Islam yang berwawasan Wasathiyyah Islam melalui jaringan-jaringan yang dimiliki, baik oleh Kemenko Polhukam RI maupun Rabithah Alam Islami.