Pemerhati: Dibutuhkan strategi tepat kurangi HIV pada populasi umum
7 Desember 2020 22:00 WIB
dr. Adi Sasongko dari Yayasan Kusuma Buana berbicara dalam webinar bertema "Peran LSM pada Awal Epidemi: Refleksi Masa Lalu, Komitmen Kini dan Masa Depan", Jakarta, Senin (7/12/2020). (ANTARA/Katriana)
Jakarta (ANTARA) - Pemerhati dari Yayasan Kusuma Buana dr Adi Sasongko mengemukakan pemerintah dan banyak pihak memerlukan strategi lebih tepat dan sesuai untuk dapat mengurangi kasus infeksi HIV/AIDS pada populasi umum.
"Dengan banyaknya atau lebih dominannya populasi umum di luar populasi kunci yang terinfeksi HIV, kita perlu strategi yang lebih sesuai dengan kondisi ini," kata dr. Adi Sasongko dari Yayasan Kusuma Buana dalam webinar bertema "Peran LSM pada Awal Epidemi: Refleksi Masa Lalu, Komitmen Kini dan Masa Depan" di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan bahwa menurut data dari draf rencana aksi nasional Kementerian Kesehatan (Kemenkes), saat ini ada perubahan pola penularan epidemi HIV/AIDS, dengan sebagian besar atau 70 persen di antara total penderita berasal dari populasi umum, bukan pada kelompok-kelompok inti atau populasi kunci yang biasanya berisiko tinggi terinfeksi.
Baca juga: Kemenkes jelaskan tiga jenis penularan HIV pada Hari AIDS Sedunia
Baca juga: Hari AIDS Sedunia, cukupi nutrisi agar HIV tak berkembang jadi AIDS
"Jadi kalau seperti kebakaran, berbagai upaya itu sudah berhasil memadamkan kebakaran sebagian, sehingga jumlah populasi kunci yang tertular HIV/AIDS sudah semakin menurun jumlahnya," katanya.
Situasi tersebut menunjukkan bahwa status infeksi HIV/AIDS pada dasarnya sudah bisa dicegah dan bisa diobati dengan bukti menurunnya angka kematian pada penderita.
Namun sayangnya, penderita yang terinfeksi HIV/AIDS saat ini justru bergeser kepada orang-orang yang berada di luar populasi kunci.
Untuk itulah, kata Adi, strategi lebih tepat dan sesuai saat ini sangat dibutuhkan untuk mengurangi kasus infeksi pada populasi umum tersebut.
Ia menilai penjangkauan berupa edukasi ke tempat-tempat kerja dan sekolah akan memberi peluang lebih besar dalam upaya penanganan yang lebih masif, terorganisir, sistematik dan berkelanjutan.
"Jadi, kita harus memperkuat upaya di tempat kerja dan sekolah. Apalagi, dengan kita melakukan upaya edukasi yang efektif, stigma dan diskriminasi juga bisa ikut turun," katanya.
Baca juga: Edukasi hilangkan stigma-diskriminasi terhadap HIV/AIDS
Edukasi lebih dini terhadap anak sekolah akan menghasilkan generasi yang diharapkan tidak akan diskriminatif lagi terhadap penderita HIV/AIDS atau ODHA.
Demikian juga edukasi lebih masif kepada jutaan pekerja di usia kerja yang diharapkan tidak hanya menurunkan stigma, tetapi juga menurunkan prevalensi kasus HIV/AIDS baru.
"Dengan banyaknya atau lebih dominannya populasi umum di luar populasi kunci yang terinfeksi HIV, kita perlu strategi yang lebih sesuai dengan kondisi ini," kata dr. Adi Sasongko dari Yayasan Kusuma Buana dalam webinar bertema "Peran LSM pada Awal Epidemi: Refleksi Masa Lalu, Komitmen Kini dan Masa Depan" di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan bahwa menurut data dari draf rencana aksi nasional Kementerian Kesehatan (Kemenkes), saat ini ada perubahan pola penularan epidemi HIV/AIDS, dengan sebagian besar atau 70 persen di antara total penderita berasal dari populasi umum, bukan pada kelompok-kelompok inti atau populasi kunci yang biasanya berisiko tinggi terinfeksi.
Baca juga: Kemenkes jelaskan tiga jenis penularan HIV pada Hari AIDS Sedunia
Baca juga: Hari AIDS Sedunia, cukupi nutrisi agar HIV tak berkembang jadi AIDS
"Jadi kalau seperti kebakaran, berbagai upaya itu sudah berhasil memadamkan kebakaran sebagian, sehingga jumlah populasi kunci yang tertular HIV/AIDS sudah semakin menurun jumlahnya," katanya.
Situasi tersebut menunjukkan bahwa status infeksi HIV/AIDS pada dasarnya sudah bisa dicegah dan bisa diobati dengan bukti menurunnya angka kematian pada penderita.
Namun sayangnya, penderita yang terinfeksi HIV/AIDS saat ini justru bergeser kepada orang-orang yang berada di luar populasi kunci.
Untuk itulah, kata Adi, strategi lebih tepat dan sesuai saat ini sangat dibutuhkan untuk mengurangi kasus infeksi pada populasi umum tersebut.
Ia menilai penjangkauan berupa edukasi ke tempat-tempat kerja dan sekolah akan memberi peluang lebih besar dalam upaya penanganan yang lebih masif, terorganisir, sistematik dan berkelanjutan.
"Jadi, kita harus memperkuat upaya di tempat kerja dan sekolah. Apalagi, dengan kita melakukan upaya edukasi yang efektif, stigma dan diskriminasi juga bisa ikut turun," katanya.
Baca juga: Edukasi hilangkan stigma-diskriminasi terhadap HIV/AIDS
Edukasi lebih dini terhadap anak sekolah akan menghasilkan generasi yang diharapkan tidak akan diskriminatif lagi terhadap penderita HIV/AIDS atau ODHA.
Demikian juga edukasi lebih masif kepada jutaan pekerja di usia kerja yang diharapkan tidak hanya menurunkan stigma, tetapi juga menurunkan prevalensi kasus HIV/AIDS baru.
Pewarta: Katriana
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020
Tags: