Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Papua memberikan apresiasi yang tinggi atas keluarnya Inpres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Pernyataan itu disampaikan akademisi Universitas Cenderawasih Yane Ansanay dalam diskusi dengan para tenaga ahli Kantor Staf Presiden (KSP) di Jayapura, Minggu (6/12), sebagaimana siaran pers KSP yang diterima di Jakarta, Senin.

Dalam diskusi terbatas yang melibatkan aktivis pemuda, dosen dan jurnalis itu, Yane mengatakan Inpres tersebut baik namun belum terlalu kuat menyentuh sektor pendidikan.

Baca juga: Moeldoko: Medan yang berat jadi tantangan tumpas kelompok MIT

"Inpres tersebut belum terlalu kuat menyentuh sektor pendidikan," jelas Yane.

Yane menambahkan, dia juga masih merasa kesulitan untuk membuka program yang penting dan dibutuhkan di Papua yakni program studi perikanan dan pertanian.

“Hasil hutan di Papua ini harus melalui kajian akademis. Mungkin perlu pendampingan dengan Perpres yang lebih spesifik," ujar Yane.

Menanggapi hal itu, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Bidang Politik, Hukum, HAM, dan Keamanan KSP Theo Litaay menyatakan, tim KSP datang ke Papua untuk menyerap secara langsung sejumlah persoalan yang muncul terkait Papua.

Theo mengatakan yang terpenting bagi pihaknya adalah mendapatkan gambaran terkait isu-isu penting yang belum muncul di permukaan.

Baca juga: FK Uhamka digandeng KSP lakukan tes usap pegawai

“Yang terpenting bagi kami bisa mendapatkan gambaran tentang isu-isu penting yang belum muncul di permukaan yang perlu menjadi perhatian pemerintah," kata Theo.

Sementara, Dosen Universitas Cenderawasih Elvira R menyatakan yang terpenting adalah sinergi terkait kebijakan antara pemerintah pusat dengan daerah.

Menurut Elvira, meski sudah ada Inpres, namun masyarakat Papua masih banyak yang belum memahaminya.

Elvira mengusulkan perlunya dibuka saluran pengaduan masyarakat dalam jumlah banyak.

“Sehingga mereka tidak bingung mengadukan persoalan. Apapun rencana pembangunan pemerintah penting untuk melihat berbasis kebutuhan masyarakat,” ujar dia.

Pada kesempatan itu, jurnalis di Papua, Fabio M Lopes Costa mengatakan terdapat tiga sektor utama yang masih dinilai lemah, yakni ekonomi mikro, kesehatan dan pendidikan. Menurutnya, anggaran Otonomi Khusus Papua untuk persoalan tersebut harus dipisahkan untuk memajukan ketiga sektor tersebut.

Fabio menyontohkan, lahan sagu di Papua yang merupakan terbesar di dunia, namun hasil produksinya masih jauh di bawah dari Jepang.

"Mereka tidak bisa memproduksi secara optimal. Kalau bisa dana Otsus harus ada secara konkret, dana teknologi, pendampingan petani dan subsidi angkutan," ujar Fabio.

Baca juga: KSP: Lembaga pemantau pemilu berperan wujudkan pilkada sesuai prokes
Baca juga: KSP sebut pendekatan terhadap disabilitas harus berbasis HAM